Share

Kipas Emas

Seperti biasa, rumah teh Miranda masih sepi, bahkan yang sering berkunjung adalah Tuan Brooke.

Maklum, rumahnya dekat dengan rumah teh maupun pemandian air panas.

Megan yang sibuk bersih-bersih, Marco yangs sedang sibuk dengan tanaman miliki Miranda, dan Miranda hanya membaca koran di pagi hari.

"Hmmm.... Kenapa berita hari ini tidak menarik sih?" ucapnya sambil menikmati tehnya.

"Memangnya berita apa yang dimuat oleh koran?" tanya Megan penasaran.

"Biasa... Politik," jawabnya, kemudian ia menutup korannya.

Bersamaan itu, seorang pemuda datang menghampiri mereka berdua. "Selamat pagi."

"Bagaimana dengan ujianmu, Derren?" tanya Miranda kepada pemuda bernama Derren.

Derren menghela nafas panjang. " Berjalan lancar. Hasilnya akan diumumkan minggu depan."

Derren berjalan menuju ruang belakang dan tidak lama ia keluar dengan seragam kerjanya.

"Aku kira kamu sudah melewati tahap ke-3?" tanya Miranda.

Sebelah alis Derren terangkat satu. " Tidak. Aku masih dalam tahap 2. Untuk menuju ke tahap 3, itu sangat susah."

Derren, seorang bangsawan bergelar Marquess yang memiliki kemampuan sihir. Keluarganya secara turun-temurun memiliki kemampuan sihir tersebut.

Meski dia adalah anak bangsawan, Derren memilih membunyikan identitasnya dan membaur dengan banyak semua kalangan. Karena menurutnya, di dunia ini tidak hanya kalangan bangsawan saja, tetapi berbagai macam status dan latar belakang yang ia bisa pelajari.

Itulah ia memutuskan untuk bekerja di rumah teh ini, walau jaraknya sangat jauh.

"Oh ya... Apa ada kejadian menarik dari kemarin?" tanya Derren sambil melipatkan kedua tangannya.

"Tidak ads yang seru. Hanya ada pelanggan baru yang datang ke sini."

"Siapa? Apakah dari kalangan bangsawan yang penasaran dengan tempat ini?" tanya Derren makin penasaran.

"Tidak. Dia calon novelis. Mungkin dia akan menjadi pelanggan tetap seperti Tuan Brooke," baru saja Miranda berbicara, gadis kemarin itu akhirnya datang juga.

"Derren. Layani dia, oke?" Derren mengangguk saja dan berjalan menghampiri gadis itu.

"Selamat pagi di rumah teh kami. Mau pesan apa, nona?" Gadis itu memandang Derren dengan ekspresi aneh.

"Nona... Mau pesan apa?"

"Ah! Maaf... A-aku tidak pernah melihatmu kemarin, makanya saya bingung."

Derren hanya cengir saja. " Ah... Begitu. Kemarin aku tidak masuk, nona."

"Kalau begitu saya pesan Teh Chamomile saja."

"Oke. Mohon tunggu, ya..." Derren kembali ke Miranda dan mengatakan kalau gadis itu memesan Teh Chamomile.

Miranda mengangguk paham dan segera membuatkan pesanan gadis itu.

"Ini tehnya. Semoga anda menikmatinya," ujar Derren memberikan secangkir teh kepada gadis itu.

"Terima kasih banyak. Akan saya nikmati."

Dan kini para pekerja di rumah teh ini menunggu pengunjung lainnya.

Beberapa menit kemudian, muncul seseorang wanita berusia 20-an berjalan menuju salah satu meja yang tersedia.

"Selamat datang, nona. Mau pesan apa?"

"Saya pesan apa saja," balasnya dan Derren langsung undur diri.

"Dia ingin mesan apa saja," ucapnya kepada Derren dan pemuda itu mengangguk yakin.

Miranda menoleh ke arah wanita yang sedang sibuk kipas-kipas manja. " Tampaknya dia orang penting atau sesuatu."

Wanita itu langsung membuatkan teh kepada wanita bergaun mewah itu dan diberikan kepada Derren.

"Ini adalah Teh mawar, nona. Semoga anda menyukainya."

Wanita itu memandang cangkir tersebut cukup lama, sementara Derren dan Miranda hanya bisa melihat wanita itu dari kejauhan.

Wanita itu perlahan meletakan cangkirnya dengan pelan dan kedua orang yang melihat wanita itu memandang dengan serius.

Wanita itu mengangguk yang bertanda kalau minuman ini sangat enak. Miranda dan Derren langsung menghela nafas panjang.

"Kenapa kalian menghela nafas gitu?" tanya lelaki sepuh itu datang secara tiba-tiba.

"Ah... Marco. Kamu lihat di sana deh..." Derren menunjuk ke arah seorang wanita elegan dengan busana mewah. Melihat arah yang ditunjuk Derren Marco seketika terkejut bukan main.

"Kalian tidak tau siapa dia?!" serunya kepada Miranda dan Derren.

Miranda menggeleng dengan wajah polosnya dan Derren berkata. " Memangnya dia siapa, Marco?"

Marco, pria berusia 60-an itu hanya bisa memukul jidatnya sendiri. Mereka berdua justru tidak tau siapa dia sebenarnya.

"Dia adalah Isabella Falcon, aktris teater yabg sedang populer akhir-akhir ini. Masa kalian tidak tau sih?"

Mereka berdua justru menggelengkan kepalanya bertanda kalau mereka berdua benar-benar tidak tau.

"Astaga... Ini pertama kalinya dia datang ke tempat seperti ini. Apakah dia sengaja datang ke sini untuk menemuiku?"

"Ge'er sekali kamu. Belum tentu dia ingin bertemu denganmu," balas Miranda dengan pedas.

"Jangan berkata seperti itu dong, anak muda...."

Tiba-tiba wanita itu mengangkat tangannya mengatakan kalau dia ingin memanggil mereka.

Derren langsung menghampiri si aktris tersebut. " Ya. Bisa saya bantu?"

"Saya ingin membayar pesanan ini."

"B-baiklah..."

Setelah wanita itu membayar pesanan tersebut, wanita itu segera pergi meninggalkan rumah teh itu.

"Cepat sekali dia pergi..." ucap Miranda sambil membersihkan cangkir-cangkir tersebut.

"Namanya juga orang populer. Selalu sibuk..."

Tiba-tiba Derren melihat sebuah kipas bewarna emas terletak di atas meja. Derren segera berlari menghampiri wanita tersebut, tetapi sayangnya si aktris tersebut langsung menghilang.

"Ada apa, Derren?" tanya Megan melihat Derren yang habis kembali dari keluar.

"Kipas wanita itu.... Ketinggalan."

"Kipasnya... Unik sekali," ujar Miranda melihat kipas tersebut.

"Nanti juga dia kembali lagi ke sini."

"Kapan dia akan kembali?"

"Tidak tau. Bisa sampai berbulan-bulan kalau dia masih ingat dengan kipasnya."

"Sini... Biar aku yang menyimpan kipasnya," kata Miranda kepada Derren.

Tak lama tibalah Tuan Brooke datang seperti biasa.

"Saya pesan Teh Lemon Balm satu, ya..."

"Tumben sekali tidak memesan seperti biasanya?" ujar Megan menyadari sesuatu.

Tuan Brooke hanya tertawa saja. " Aku ingin mencari suasana baru saja."

"Baiklah... Mohon tunggu."

Beberapa menit kemudian, pesanan untuk Tuan Brooke. Ia menghirup aroma lemon dipadu dengan aroma mint.

"Sangat menyegarkan... Terima kasih, Megan."

"Sama-sama, Tuan Brooke."

Malamnya...

Di tengah hujan yang lebat, di sebuah area taman kota, seorang wanita dengan kondisi baju yang penuh basah akibat turun hujan sedang berlari ketakutan hingga ia tanpa sengaja terjatuh.

Ia berusaha bangkit, tetapi orang misterius sudah berada di dekatnya.

"Kumohon... Jangan bunuh saya... Kum-"

"KYYAAAA!!!"

****************

Keesokan harinya, bisnis rumah teh masih berjalan dengan normal.

Miranda memutar tag label 'OPEN' dan berjalan menuju ke tempatnya sambil membuka koran.

Hmm... Hari ini berita apa saja di koran ini. Baru melihat setengah judul Headline di koran, kedua mata Miranda langsung terbuka dengan lebar.

"Apa-apaan ini...."

Tanpa sengaja Miranda melihat Marco yang baru saja tiba. " Ada apa, bos?"

"Kamu tau wanita yang kemarin datang ke sini, bukan?"

"Iya. Ada apa memangnya?"

"Dia ditemukan tewas di taman kota."

"Tewas... TEWAS KATAMU?!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status