Zhang Yuan tersentak, dia hanya memandang Jing Lei dengan santai sambil menunjukkan telunjuk ke arahnya sendiri, “aku?”
“Zhang Yuan! Keluar dari barisanmu!” Dengan wajah tak bersalah Zhang Yuan keluar dari barisan itu dan berjalan meninggalkan lapangan. “Berhenti!” Zhang Yuan berbalik dan menatapnya kesal. “Bersihkan kamar mandi dan penuhi bak air! Itu hukumanmu,” lanjut Jing Lei dengan wajah tegas. Zhang Yuan hanya mengangguk, menyetujui lalu meninggalkan Jing Lei dengan napas kesalnya mengatasi anak jenderal besar mereka. Selama pelatihan di luar, Zhang Yuan hanya tertidur. Dia bangun kembali saat hari mulai sore dan pergi ke sudut perbatasan kamp. Di sana dia menemui pelayan pribadinya yang datang membawa uang dan sesuatu di dalam kereta. Sebelumnya dia juga sudah memerintahkan pelayan itu untuk melaksanakan hukuman yang seharusnya dia lakukan. “Apa yang kau bawa? Kenapa kemari menggunakan kereta?” tanya Zhang Yuan memperhatikan kereta yang ada di belakang pelayannya. “Tuan muda, aku tahu kau pasti mengalami kehidupan sulit di sini. Itu sebabnya aku memberikanmu hadiah,” jawab lelaki itu lalu berjalan dan membuka tirai kereta. Mata Zhang Yuan berbinar begitu melihat wanita-wanita cantik yang biasa melayaninya di rumah bordil. Dia tersenyum licik memikirkan sebuah ide untuk menyenangkan para prajurit di dalam kamp. Apalagi mereka sudah lama tidak melihat kecantikan-kecantikan yang luar biasa ini. Zhang Yuan membawa para wanita bordil yang telah membawa secangkir Anggur di tangan masing-masing ke dalam tenda. Alhasil semuanya terkejut melihat pemandangan indah yang sudah lama tak pernah mereka lihat. “Kakak-kakakku dan sahabat-sahabatku, semoga kalian suka dengan hadiah yang aku bawa,” ucap Zhang Yuan memberikan instruksi agar para wanita bordil segera menjalankan pekerjaan mereka. “Tapi Zhang Yuan, Jenderal pasti akan menghukum kita. Di dalam kamp militer, wanita dan arak dilarang keras,” balas salah satu prajurit meragukan tindakan Zhang Yuan. “Jangan khawatir. Mereka tidak mungkin bisa masuk jika tidak mendapatkan izin dari ayahku.” Mendengar penjelasan Zhang Yuan, semua orang akhirnya bisa menerima hadiahnya. Mereka yang merindukan sentuhan wanita cantik memang tak bisa menolak apa yang kini ada di depan mata. Di dalam tenda, semua orang telah mabuk dan terbuai dengan wanita cantik. Suara kegaduhan terdengar di malam itu hingga sampai ke telinga Zhang Jin dan Jing Lei. “Apa-apaan ini?!” teriakan keras dari Zhang Jin membuat semua orang terbungkam. “Kalian semua keluar!” lanjut Jing Lei memelototi para wanita bordil hingga mereka ketakutan dan berlari keluar dari dalam tenda. Pandangan mata Zhang Jin begitu tajam melihat ke arah Zhang Yuan. Dia tahu kalau ini semua adalah ulah dari anaknya yang tidak bermoral. “Jenderal, kata Zhang Yuan ini adalah hadiahmu. Jadi kami semua menerimanya.” Zhang Jin semakin geram mendengar kelicikan Zhang Yuan yang mengotori nama baiknya, “Jing Lei!.” “Ya Jenderal!” “Hukum mereka semua dengan peraturan militer! Berfoya-foya dan tak bermoral, tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Akan lebih baik jika hukuman kali ini lebih kejam dari biasanya, terutama terhadap pembuat masalah!” Semuanya terdiam ketakutan mendengar perintah dari Zhang Jin. Mereka hanya menundukkan wajah dan tak berani membantah. Zhang Jin keluar dengan wajah geram dari dalam tenda. Terlebih, dia sangat kecewa dengan sikap anaknya yang memang sudah tidak bisa dididik lagi. Di tengah malam itu, seluruh prajurit ditelanjangi dan berlutut di tengah lapangan. Tidak boleh berdiri atau pun menggerakkan badannya. Sedikit saja bergerak, maka satu cambukkan keras akan menempel di tubuh mereka. Malam hari yang dingin masih bisa dilewati oleh semua prajurit, tapi bagi Zhang Yuan yang hidupnya telah dimanjakan sejak kecil justru harus menerima cambukkan karena tak tahan untuk tidak bergerak. Pagi harinya semua masih tetap berlutut dan mempertahankan posisi mereka, tapi pada saat tengah hari, satu persatu mulai tak tahan karena terik dan rasa haus yang telah mengeringkan kerongkongan mereka. Beberapa prajurit yang tak tahan telah menerima berkali-kali cambukkan setiap kali mereka bergerak karena sudah tak sanggup untuk bertumpu. Bahkan sudah ada yang sekarat dan hampir mati karena hukuman itu. Zhang Yuan mencoba menggunakan trik sekarat, tapi Jing Lei yang berbakat mengetahui kepura-puraannya dan mencambuknya sebagai peringatan. “Jangan lancang Jing Lei! Bagaimana pun aku adalah putra satu-satunya dari Jenderal besar kerajaan Song. Jika aku mati, maka kau juga tidak akan lolos,” bentak Zhang Yuan tak terima dengan cambukkan itu. “Jenderal besar tidak memiliki anak sepertimu! Hanya Zhang Fei anak yang dia miliki, kau sama sekali tidak memiliki sedikit karakter dari seorang jenderal besar!” Zhang Yuan mendengus kesal saat mengingat kakaknya yang telah tiada di medan perang. Dia memperhatikan sekelilingnya dan melihat para prajurit yang telah banyak terluka akibat dari perbuatannya. “Biarkan aku bicara dengan ayahku.” “Tidak ada ayahmu di sini, Zhang Yuan.” “Biarkan aku berbicara dengan jenderal besar.” “Katakan saja padaku, akan aku teruskan pada jenderal.” “Aku ingin menemuinya!” “Jenderal bahkan tak ingin melihat wajahmu!” “Baik! ... kalau begitu, biarkan semua hukuman ditanggung olehku. Bebaskan mereka dari hukuman,” ucap Zhang Yuan menahan kekesalannya. “Kabulkan permintaannya, Jing Lei,” balas Zhang Jin yang sempat mendengar perkataan Zhang Yuan. “Baik Jenderal!” “Siapa pun tak boleh membantunya atau memberikan dia air. Biarkan dia berlutut selama tiga hari!” “Tapi Jenderal,” Jing Lei panik dengan kondisi tubuh Zhang Yuan yang tidak terbiasa dengan pelatihan militer. “Lakukan sesuai perintahku!” “Baik!” Zhang Yuan menatap kesal ke arah ayahnya yang berdiri tak jauh dari tempat di mana dia berlutut. Dia menggerutu kesal karena memiliki seorang ayah yang kejam terhadap anaknya sendiri.“Baik! Jika aku berhasil melewati hukuman ini, maka tidak ada alasan lagi untuk menahanku di sini. Jangankan tiga hari, bahkan empat hari bisa aku lakukan jika kau berani menepati janjimu!" tantang Zhang Yuan dengan lantang. Dari jauh, Zhang Jin tertawa keras mendengar keberanian anaknya menantang di luar batasannya sendiri. Dia tahu kalau tubuh yang tak terlatih dari Zhang Yuan pasti hanya akan tahan sampai besok hari. “Janji seorang lelaki adalah mutlak! Berhati-hatilah saat membuat janji, Zhang Yuan. Jangan sampai kau harus menjilati ludah yang sudah kau buang!” “Langit menjadi saksi! Aku akan melewati empat hari di sini!” Untuk melepaskan rasa kesalnya terhadap sang ayah, Zhang Yuan telah bertekad agar bisa melewati hukuman yang baru saja dijatuhi oleh ayahnya sendiri. Dia ingin terbebas dari penjara neraka yang mengurungnya. Dua hari telah berlalu. Apa yang mustahil bagi pandangan
Titah yang baru saja didengarkan membuat semua jantung terpukul. Semua pelayan yang ada di dalam kediaman saling melemparkan pandangan seakan tak percaya jika jenderal besar mereka melakukan pengkhianatan. Berbeda dengan Zhang Jin, dia sama sekali tidak berekspresi dengan hukuman eksekusi tersebut. Sorot mata kosong itu hanya memaku ke depan tanpa berkedip. “Jenderal Zhang Jin, apa kau tidak mau menerima titah kaisar?” Pandangan mata Zhang Jin kini menengadah ke atas melihat tajam ke arah kasim yang tersenyum samping memandangnya. Dia mengangkat tangannya sambil mengeraskan rahang untuk menahan semua kegeraman yang tak sanggup untuk dia lampiaskan. “Ayah! Tidak! Jangan menerimanya!” Zhang Yuan yang sejak tadi tak percaya jika hari-hari bahagianya akan berakhir memberanikan dirinya untuk menyela utusan kaisar. “Ayahku adalah jenderal besar k
Pedang terlempar ke tanah begitu saja karena sambaran satu batu kerikil kecil yang kuat dari arah lain. Mata Zhang Yuang terbuka menyadari dirinya masih hidup. Di depan gerbang, Zhang Jin berdiri dengan wibawanya sebagai jenderal besar. Semua prajurit pengawas yang tadinya begitu angkuh menertawakan Zhang Yuan kini terdiam dengan wajah gugup. “Je-jenderal, kami hanya menerima perintah dari kaisar untuk membunuh setiap orang yang mencoba untuk keluar dari kediamanmu.” “Titah kaisar ada di tanganku, apa ucapanmu lebih penting dari titah yang tertulis? ... lagi pula aku melihatmu sendiri menyeretnya keluar,” ucap Zhang Jin membuat prajurit menundukkan wajah mereka, menahan kesal yang bercampur takut. “Bahkan sampai sekarang aku masih jenderal besar kerajaan Song. Aku bisa mengambil kepala kalian jika tidak melepaskannya sekarang juga!&r
“Tunggu!” teriak Zhang Jin menghentikan ayunan pedang yang hampir memisahkan bagian tubuh istrinya. Atas perintah dari sang kaisar dengan tangan yang terangkat, eksekusi itu dijeda. Kedua orang yang berdiri di sampingnya terlihat begitu tak senang dengan penjedaan itu. “Saya mohon kaisar memberikan kemurahan hati terhadap keturunanku yang terakhir, mengingat akan kontribusiku terhadap kerajaan dan janji lisan yang diberikan kaisar sebelumnya untuk memberikan pengampunan terhadap keturunan terkahirku jika di masa depan didapati ada kesalahan yang aku lakukan,” jelas Zhang Jin membuat semua yang mendengar berbisik-bisik menganggukkan kepala. Memang sebelumnya, Zhang Jin adalah jenderal yang membantu kaisar terdahulu naik takhta. Oleh sebab itu kaisar mengucapkan janjinya di hadapan semua mentri dan bahkan hal ini telah diketahui oleh seluruh kerajaa
Di dalam kegelapan, aura dingin dan bau busuk, Zhang Yuan meringkuk beralaskan jerami yang tak tahu sudah berapa banyak ditempati oleh para tahanan. Kehidupannya benar-benar telah hancur. Hari-hari bahagia dan bebasnya telah berakhir. Keluarga, kekayaan, dan ketenarannya di kalangan para wanita menghilang dalam sekejab. Dalam lamunan pikirannya tentang ucapan sang ayah dan kasih sayang sang ibu, dia terlelap. Batinnya begitu letih untuk memikirkan semua kenyataan menyedihkan yang datang secara tiba-tiba itu.... “Ah Ibu, berhentilah menggangguku. Aku sangat mengantuk,” gumam Zhang Yuan yang merasakan seseorang menggoyang-goyangkan tubuhnya. Namun suara tawa dari beberapa lelaki menyadarkannya kalau kebiasaan itu telah berakhir. Zhang Yuan membuka matanya yang masih terasa berat dan memfokuskan penglihatannya ke depan. Mata sembab itu terlihat sangat men
Rantai yang terhubung berhasil terlepas. Para tahanan lain berlari sedangkan dia malah tinggal bersama lelaki tua itu. Keputusan yang diambil Zhang Yuan justru tak bisa diduga oleh dirinya sendiri. Dalam hati kecilnya justru sangat menyayangkan kesempatan baik itu, tapi batinnya malah terbeban dengan lelaki tua di hadapannya. Jika harus memaksa menyelamatkannya maka seluruh tahanan pasti akan terhalang oleh mereka berdua. “Kenapa kau tidak memilih pergi dengan mereka dan menyelamatkanku yang sama sekali tidak kau kenal, anak muda?” “Batu di tanganku terlalu berat dan terpeleset mengenai rantai yang salah,” balas Zhang Yuan menyembunyikan kebenaran. “Kau memilih keputusan yang tepat. Lihatlah, “ ucap lelaki tua itu melihat ke belakang Zhang Yuan. Dari jauh terlihat para tahanan tadi telah tertangkap oleh prajurit. Mereka dibawa kembali
Baru saja beberapa menit di dalam sana, tangannya telah pegal untuk menggali sesuatu yang tak pernah habis. Entah apa yang akan dia temukan dengan usahanya itu. Zhang Yuan Ingin beristirahat untuk mengumpulkan energi, tapi teriakan seseorang yang menjerit kesakitan membuatnya mengurungkan niat. Keringat telah mengucur deras di seluruh tubuh. Tangannya tiba-tiba terhenti saat merasakan sesuatu di dalam tanah yang keras. Sepertinya dia telah berhasil mendapatkan tujuan dari penggalian itu. Batu logam sebesar buah strawberry berada di tangannya. Dia tersenyum penuh semangat akan keberhasilan itu. “Aku menemukannya! Aku menemukannya! Kemari, lihatlah ini. Aku telah menemukannya,” teriak Zhang Yuan melihat ke arah pria yang mengawasi mereka. Pikirnya jika telah menemukan apa yang mereka perintahkan maka dia bisa keluar dari tempat menyesakkan ini. Semua orang hanya meliriknya seka
“Puih!” Zhang Yuan meludah ke tanah begitu baru saja benda kecil dihancurkan oleh giginya. Rasa aneh di dalam mulut membuatnya hampir saja muntah. “Ha ha ha … ada apa?” “Bagaimana kau bisa menelan hal buruk seperti ini?” “Hal buruk inilah yang membuatku bertahan sampai sekarang. Kau akan menyesal nanti jika tak akan ada lagi makanan di sini,” lanjutnya memasukkan semua semut itu ke dalam mulut. Bahkan suara kunyahannya semakin membuat Zhang Yuan mual. “Bagaimana kau bisa sampai ke sini?” tanya Zhang Yuan mengangkat pembicaraan dan bersandar ke dinding tanah dengan santai. “Sama sepertimu.” “Lalu apa sudah lama?” “Sejak usiaku sebelas tahun. Kira-kira sudah 17 tahun yang lalu.” Zhang Yuan menoleh keheranan. Ternyata lelaki yang duduk di