“Aku setuju!” teriaknya sekeras mungkin untuk membuang rasa terpaksa.
Tangan Zhang Yuan segera dilepaskan begitu dia telah setuju untuk ikut dengan ayahnya. Dengan wajah yang babak belur dia berjalan mengikuti Zhang Jin dan masuk ke dalam kereta. Di dalam kereta wajah bersalah Zhang Jin terlihat jelas saat memperhatikan Zhang Yuan yang mengelus-ngelus lebam di wajahnya. “A-apa itu sakit?” tanya Zhang Jin kaku. Zhang Yuan menatapnya kesal dan membuang pandangan tak ingin melihat sosok kasar dan jahat terhadap anak sendiri. “Tidak perlu bertanya, Ayah cukup melihatnya saja sudah tahu, bukan?” Zhang Jin menarik napas agar tenang. Mungkin saat ini tidak baik untuk bercerita dengan Zhang Yuan yang masih kesal dengan perlakuannya tadi. “Tak peduli bagaimana kau menilaiku aku tetap akan terima, karena semua yang aku lakukan adalah untuk kebaikanmu di masa depan.” Kereta berhenti di depan barak militer. Suara gaduh dari prajurit yang sedang latihan terdengar seirama dan menggema di udara. Begitu keluar dari kereta dan berjalan masuk ke dalam barak, semua prajurit memberikan hormat mereka pada Zhang Jin. Di saat yang sama Zhang Yuan yang melihat hal itu merasa bangga dihormati seperti itu. Sosok ayah yang terlihat kejam ternyata bukan ditakuti tetapi disegani dan dihormati di dalam barak. “Komandan Jing Lei. Aku serahkan prajurit baru ini untuk masuk ke dalam anggotamu.” “Baik, jenderal!” Zhang Yuan merasa sedikit bebas karena kali ini dia bisa terlepas dari pantauan ayahnya. Paling tidak dia bisa sedikit mengatur di dalam barak, karena tak mungkin juga mereka tidak mendengarkan perkataannya. Pandangan mata Zhang Jin masih berputar-putar begitu masuk ke dalam tenda. Di dalamnya hanya ada satu tempat tidur yang panjang dan berbaris rapi selimut serta bantal di atasnya. “Hei, kamu ... kenapa kau membawaku ke sini?” “Sembarangan! Di dalam barak ini harus mementingkan kesopanan dan kedisiplinan,” bentak lelaki itu dengan suara tegas. “Aku adalah komandan Jing Lei, atasanmu. Tidak menghormati atasan akan dihukum, tapi karena kau baru pertama masuk maka aku tidak akan menghukummu.” “Baiklah komandan, apa yang harus aku lakukan?” Jing Lei mengambil nampan kayu dan handuk putih lalu menyodorkannya ke hadapan Zhang Yuan. “Pergi mandi dan ganti pakaianmu,” ucapnya sambil menengok ke sisi kanan yang terdapat pakaian di atas tempat tidur. Zhang Yuan pergi ke kamar mandi, tapi yang menantinya adalah kamar mandi darurat yang hanya ditutupi bulu cincang dan bagian atas yang tidak ditutupi. “Apa-apaan ini? Tidak ada air hangat! Kamar mandi yang kotor! ... Pelayan!” gerutunya tak tahan untuk masuk ke dalam kamar mandi. “Sialan!” umpatnya saat menyadari kalau tak ada orang yang datang menemuinya. Zhang Yuan kembali menemui Zhang Jin dengan wajah kesal di dalam tenda. Di sana ada beberapa orang yang sedang berdiskusi, tapi dia tak peduli dan menerobos masuk. Pandangan tajam dari orang-orang di samping ayahnya membuat Zhang Yuan gugup. “A-aku ingin mandi, maksudku, aku ingin mandi di tempat ayah mandi,” ucapnya gugup. “Pengawal! Antarkan dia ke tempat permandianku,” pintah Zhang Jin dengan wajah datar. Seorang pengawal membawa Zhang Yuan ke kamar mandi, tapi dia tak menyangka kalau tempat yang dituju adalah tempat yang tadi. “Apa maksudnya ini?” “Di sinilah tempat jenderal besar mandi.” Lelaki itu meninggalkan Zhang Yuan yang tertegun melihat tempat mandi seorang jenderal besar. Zhang Yuan yang biasanya hidup dengan penuh kelimpahan dan dimanjakan dengan pelayanan yang baik di dalam rumah kini menyadari bahkan ayahnya harus hidup tersiksa seperti ini di dalam barak meski dia jenderal besar. Dia kembali ke kamar begitu selesai mandi, dan hal yang membuatnya semakin kesal adalah pakaian yang dia pakai sama sekali tidak sesuai seleranya dan bahkan pakaian pelayan lebih baik dari pakaiannya. “Ayah! Apa-apaan ini? Aku bisa terima jika harus mandi di kamar mandi yang bobrok seperti itu, tapi aku tidak terima jika harus memakai pakaian yang jelek seperti ini.” “Sembarangan! Di sini tidak ada ayahmu, dan tidak ada anakku. Kalau kau tak tahan kau boleh pulang jika ada kemampuan untuk melewati prajuritku!” “Baik! Kalau begitu aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai ayahku sampai aku keluar dari sini!. Zhang Yuan keluar dari tenda Zhang Jin dengan kesal. Kali ini dia tidak bisa lagi berharap pada ayahnya sebab tak ada pembelaan untuk dirinya sendiri. Malam hari berada di barak dia sama sekali tidak tertidur, karena harus berdempetan dan mendengar dengkuran dari prajurit yang lain. Baginya kehidupan sehari dibarak bagai seratus tahun dalam neraka. Dung! Dung! Dung! Suara genderang yang dipukul membuat Zhang Yuan terbangun dari tidurnya. Dengan menguap dia keluar dari tenda dan melihat barisan prajurit yang telah berbaris rapi. Tanpa berpikir panjang dia yang masih dalam rasa kantuk segera berbaris di belakang barisan itu. Zhang Yuan bahkan tak berpikir kalau barisan yang berbaris itu adalah barisan yang sudah siap dengan pakaian perang mereka untuk memulai latihan. Hitungan barisan pun dimulai hingga sampai pada gilirannya seseorang menyikut lengannya agar dia melanjutkan hitungan. “Kau!” teriak Jing Lei dengan lantang.Semua orang terperangah melihat kaisar Qin Huang yang seharusnya tak boleh ada di situasi berisiko seperti ini. Perintah untuk menangkap permaisuri Xun Yan dan Ma Jun segera dilakukan oleh prajurit yang dipimpin He Qianfan. Namun sayang tindakan itu berakhir gagal sebab kerumunan rakyat yang berlari dari arah berlawanan, menghalangi pasukan He Qianfan yang berusaha mengejar Ma Jun dan Xun Yan. Sementara itu Zhang Yuan justru terdiam melihat pemandangan di depan mata. Ma Jun dan Xun Yan berlari begitu cepat, hingga berhasil bergabung dengan pasukan musuh. Sedangkan Qin Huang terlarut dalam kegeraman, dia memerintahkan jenderal memimpin pasukan dan menangkap kembali kedua tahanan kerajaan yang meloloskan diri dengan cara apa pun. “Panglima Zhang, kau berani meloloskan tahanan kerajaan!? Apa perintahku sama sekali tidak kau anggap!?” Qin Huang menatap geram ke arah Zhang Yuan. Zhang Yuan menundukkan wajah dan mengakui kesalahan. Namun emo
Pesan yang tertulis di atas kertas membangkitkan kegeraman. Ekspresi Zhang Yuan berubah, kertas dicengkeram kuat hingga tangannya bergetar. “Ada apa panglima Zhang?” tanya jenderal ikut merasa penasaran melihat ekspresi Zhang Yuan. “Mereka meminta kita untuk menyerah. Jika tidak, akan ada kiriman tubuh tak bernyawa lagi setiap dua jam!” “Sialan! Mereka benar-benar tidak manusiawi!” umpat jenderal menahan geram, “apa panglima Zhang punya rencana lain?” Zhang Yuan terdiam sejenak. “Mau mengancamku? Baik!” Zhang Yuan memerintahkan Chen Changyi untuk membawakan pesan ke pihak musuh menggunakan ancaman balik dengan menggunakan nyawa Ma Jun dan permaisuri. Suasana menjadi semakin tegang ketika dua jam berlalu. Kali ini tubuh tak bernyawa seorang wanita muda dan anak kecil yang dikirimkan oleh seekor kuda. Namun Zhang Yuan masih tetap tidak memberi perintah penyerangan hingga menimbulkan perdebatan dengan jenderal.
“Jenderal, kau mencariku?” Pertanyaan Zhang Yuan tak dijawab. Dilihatnya ke mana tujuan arah pandangan mata jenderal. Di ruangan lain, tampak Ma Jun tengah diinterogasi dengan paksaan dan siksaan agar pertanyaan dari seorang prajurit dijawab. Jeritan memekik setiap kali satu layangan cambukkan mengoyak tubuh Ma Jun. “Dia sangat gigih!” jenderal menoleh ke samping lalu melanjutkan perkataan, “sejak tadi dia meminta untuk berbicara denganmu, panglima Zhang.” Zhang Yuan mengangguk singkat lalu berjalan meninggalkan jenderal menuju ke ruangan dimana Ma Jun sementara disiksa. Dengan wajah lebam dan tubuh terluka seperti itu, Ma Jun masih begitu gigih. Ekspresi wajahnya berubah saat kedatangan Zhang Yuan disadari. “Tinggalkan kami berdua.” Tak peduli seperti apa ekspresi Ma Jun padanya, Zhang Yuan hanya diam dalam tatapan dingin. Kini di dalam sana hanya tersisa Zhang Yuan dan Ma Jun. Dua pasang mata saling menatap lama
Terasa nyeri hebat dipunggung akibat benda pipih dan tajam. Nyeri semakin bertambah saat benda yang telah menembus daging ditarik kembali. Zhang Yuan berbalik. Ditatapnya wajah ketakutan dari perempuan yang memegang belati berdarah. “Kak Zhang!” seru Liu Bai dengan suara lantang. Dia berlari cepat dari kejauhan diikuti beberapa prajurit di belakang menuju ke arah Zhang Yuan. “Tangkap dia!” pintah Liu Bai dengan wajah panik memeriksa luka tusukan di punggung Zhang Yuan. Sementara Liu Bai memeriksa punggung Zhang Yuan yang terluka, Zhang Yuan memerintahkan para prajurit untuk melepaskan perempuan yang menusuknya. “Liu Bai, aku tidak apa-apa. Luka ini sama sekali tidak berpengaruh bagiku.” “Tidak bisa! Melukai pejabat penting kaisar hukumannya adalah kematian! Bunuh dia!” bantah Liu Bai memandang serius ke arah prajurit. “Liu Bai! Sudahku bilang jangan mengikutiku!” bisik Zhang Yuan menetapkan sorot mata tajam menata
“Ma Jun….” seorang prajurit muncul dari belakang prajurit lainnya, “kau terlalu menyulitkan panglima Zhang. Berikan dia waktu lebih lama untuk memikirkan tawaranmu.” Sosok yang muncul dan berucap menyela Ma Jun menjadi pusat perhatian semua orang. Jika tidak mengenali suara, Zhang Yuan tentu tak tahu kalau yang berbicara adalah permaisuri Xun Yan. Memakai pakaian lelaki, tatanan rambut lelaki, wajah tanpa riasan telah mengubah penampilan keagungan Xun Yan. “Permaisuri Xun Yan, akhirnya kau muncul juga. Aku memang sengaja menunggumu.” Sudut mulut Zhang Yuan melengkung kecil. “Zhang Yuan, aku sedang mengandung keturunan kaisar. Jika nyawa mereka sama sekali tidak bisa memaksamu, bagaimana dengan keturunan kaisar? Apa kau mau membinasakan keturunan kaisarmu!?” “Baik! Kalau begitu, aku ingin lihat seperti apa cara permaisuri membinasakan keturunan kaisar. Apakah dengan racun? Atau kau ingin menusuk perutmu sendiri dengan pedang?"
Lama menunggu pergerakkan di dalam hutan, akhirnya bayangan salah satu prajurit seratus muncul menunggangi kuda dengan membawa informasi keadaan di dalam hutan. Tak menyangka perangkap yang ditujukan untuk menyerang pasukan musuh malah harus dibatalkan sebab Ma Jun menjadikan rakyat yang disanderanya sebagai tameng. Liu Bai dan kedua komandan tidak berani mengambil risiko, mereka menunggu Zhang Yuan untuk memberikan perintah. Zhang Yuan mendengus remeh, ”lakukan penyerangan! Perintahkan komandan Liu Bai melindungi para sandera dari jauh, sedangkan ketiga komandan lainnya jalankan perintah sesuai rencana!” Suara keributan dari dalam hutan terdengar. Dentingan pedang berirama tak beraturan memberikan berita secara tak langsung bahwa pertempuran sedang terjadi di dalam sana. Semakin lama keributan yang berasal dari dalam hutan terdengar begitu jelas, hingga bayangan prajurit seratus muncul di depan mata. Dengan langkah berhati-hati mereka b