“Ke barak militerku!”
Zhang Yuan terperangah mendengar perkataan ayahnya. Hal yang paling dia tidak mau adalah pergi ke tempat membosankan yang hanya dihuni oleh semua pria dan tidak ada arak.
“Tidak mau!” bantah Zhang Yuan membalikkan badannya.
“Suamiku, tidak boleh!” sambung Wu Huan memegang lengan Zhang Jin dengan wajah memelas.
“Keputusanku sudah bulat. Meski kau memohon tak ada gunanya.” Zhang Jin menatap lurus ke depan dengan wajah dingin. Keputusannya kali ini agar Zhang Yuan bisa mengubah seluruh perilakunya yang buruk.
“Zhang Jin! Aku sudah kehilangan satu anakku, apa kau mau aku kehilangan anakku yang terakhir?” Wu Huan membentak dengan tangisannya yang mengingat bagaimana Zhang Fei meninggal di medan perang.
“Zhang Jin, aku mohon. Jangan memaksa Zhang Yuan, dia tidak terbiasa dengan kehidupan yang keras seperti itu.”
Bagaimana pun Wu Huan membujuknya, tetap tak bisa mengubah keputusan yang sudah dikeluarkan oleh Zhang Jin.
“Jika tidak terbiasa maka belajarlah untuk terbiasa. Bagaimana pun kau adalah anak dari jenderal besar Song. Aku tak ingin malu mendapatkan anak yang tak bermoral sepertimu!”
“Zhang Jin!”
“Pelayan! Bawa Nyonya besar beristirahat, jangan biarkan Nyonya keluar sampai aku kembali.” Beberapa pelayan wanita datang dan membawa Wu Huan meninggalkan ruangan itu.
“Ibu! Ibu, tolong aku! Aku tidak mau pergi ke sana!” teriak Zhang Yuan meminta pertolongan dari ibunya yang kini telah menghilang dari bayangannya.
“Apa kau mau aku menyeretmu pergi ke sana?!” Zhang Jin menatapnya dingin lalu berjalan melewati Zhang Yuan yang menatapnya kesal.
Belum juga keluar dari ruangan itu, beberapa pengawal sudah masuk dan menyeretnya mengikuti Zhang Jin dari belakang.
“Lepaskan aku! Kalian tidak tahu aku siapa, ha?!” bentak Zhang Yuan mencoba melepaskan diri dari kedua pengawal yang kini memegang tangannya.
Zhang Jin sontak berhenti mendengar perkataan Zhang Yuan. Dia berbalik dan menatapnya geram. “Siapa kamu katamu? Lantas kenapa jika kamu adalah anakku?” lanjutnya sambil mengayunkan tangan dan membuat kedua pengawal itu melepaskan tangan Zhang Yuan.
“Aku akan memberimu pilihan. Jika kau berhasil mengalahkan mereka berdua maka aku tidak akan memaksamu, tapi jika kau gagal bahkan terluka maka kau harus mematuhi semua perintahku!”
“Baik! Aku terima tantanganmu!”
“Kau yakin?” tanya Zhang Jin tertawa remeh.
Zhang Yuan menelan salivanya melihat kedua pria yang berwatak tegas di hadapannya. “I-ini tidak adil, satu lawan dua, itu tidak mungkin!” ucapnya keberatan menyembunyikan kelemahan.
“Kau boleh memilih satu di antara mereka.”
“Aku pilih dia!” tunjuk Zhang Yuan dengan cepat ke arah lelaki yang bertubuh lebih kecil dari yang satunya.
Dia menoleh ke arah Zhang Jin karena merasa kalau dirinya pasti akan menang melawan lelaki yang bertubuh lebih kecil darinya. “Tenang saja ... janji lelaki adalah janji yang mutlak!” ucap Zhang Jin meyakinkan Zhang Yuan akan perkataan sebelumnya.
Zhang Yuan segera bersiap untuk mengalahkan pengawal yang berdiri di hadapannya. Meskipun kenyataan dia tidak memiliki ketrampilan dalam berkelahi, tapi dia tahu kalau seorang ayah tak akan tahan melihat anaknya dipukul di depan mata. Apalagi lelaki yang di hadapannya terlihat tidak bertenaga, jadi dia dengan bangganya tersenyum remeh menatap musuh yang ada di depan mata.
Naasnya, setelah mendapatkan beberapa pukulan dari pengawal itu, Zhang Jin sama sekali tidak ada ekspresi rasa kasihan melihat Zhang Yuan yang kini telah babak belur dihajar pengawalnya. Kemampuan Zhang Yuan sama sekali tidak sebanding dengan kekuatannya.
“Ayah! Tolong aku. Apa kau ingin anakmu diperlakukan seperti ini?” Zhang Yuan berteriak di sela pukulan dan tendangan yang dia terima dari pengawal yang diremehkannya, tapi Zhang Jin sama sekali tidak mengedipkan mata dan malah hanya terdiam melihat anaknya dihajar di depan mata.
“Kau Ayah yang tak punya perasaan! Pantas saja kematian Kakak kau tak terlihat bersedih. Kau hanya mementingkan jabatan dan wibawamu, kau ayah yang buruk!”
Kertakkan gigi terdengar di rahang Zhang Jin. Bagaimana pun dia adalah orang yang paling merasa kehilangan Zhang Fei, tapi karena hal kematian sudah sering dilihatnya di medan perang maka tak ada lagi air mata yang keluar saking terlalu banyak yang harus dia tangisi.
Kali ini dia berkeras hati tak ingin menghentikan pengawal memukul Zhang Yuan hingga dia benar-benar menyerah dan mau menuruti keinginannya.
“Itu kesalahanmu sendiri karena sudah meremehkan musuhmu hanya dengan sekali lihat! Belajarlah mengakhiri apa yang sudah kau putuskan,” ucap Zhang Jin berharap Zhang Yuan mengerti maksudnya kali ini bukan untuk melukai Zhang Yuan, tapi untuk mempersiapkannya di masa depan karena hal yang mungkin dia hadapi sangat kejam dan keras.
Zhang Yuan menjadi kesal karena melihat sikap ayahnya yang tak peduli bagaimana dia dihajar dan dipukul. Dia berdiri dan mencoba melawan, tapi lawannya hanya dengan sekali ayunan tangan mengunci pergelangan tangannya dan bersiap untuk mematahkannya.
Sebenarnya Zhang Yuan memiliki kesempatan untuk tidak mendapatkan pukulan dengan mengeluarkan kata setuju kepada ayahnya, tapi dia tidak ingin rasa sakit yang sudah dia rasakan berakhir sia-sia. Pikirnya, Zhang Jin akan mengubah keputusan saat melihat dirinya yang sudah babak belur, tapi nyatanya tidak demikian.
“Lihat! Kau ini hanya mengandalkan namaku untuk hidup! Jika bukan karena aku, kau sudah lama mati!”
Zhang Yuan menatapnya tajam seolah menyimpan dendam di dalam hati. Dia memejamkan matanya dan berucap, “Aku ...”
“Aku setuju!” teriaknya sekeras mungkin untuk membuang rasa terpaksa. Tangan Zhang Yuan segera dilepaskan begitu dia telah setuju untuk ikut dengan ayahnya. Dengan wajah yang babak belur dia berjalan mengikuti Zhang Jin dan masuk ke dalam kereta. Di dalam kereta wajah bersalah Zhang Jin terlihat jelas saat memperhatikan Zhang Yuan yang mengelus-ngelus lebam di wajahnya. “A-apa itu sakit?” tanya Zhang Jin kaku. Zhang Yuan menatapnya kesal dan membuang pandangan tak ingin melihat sosok kasar dan jahat terhadap anak sendiri. “Tidak perlu bertanya, Ayah cukup melihatnya saja sudah tahu, bukan?” Zhang Jin menarik napas agar tenang. Mungkin saat ini tidak baik untuk bercerita dengan Zhang Yuan yang masih kesal dengan perlakuannya tadi. “Tak peduli bagaimana kau menilaiku aku tetap akan terima, karena semua yang aku l
Zhang Yuan tersentak, dia hanya memandang Jing Lei dengan santai sambil menunjukkan telunjuk ke arahnya sendiri, “aku?” “Zhang Yuan! Keluar dari barisanmu!” Dengan wajah tak bersalah Zhang Yuan keluar dari barisan itu dan berjalan meninggalkan lapangan. “Berhenti!” Zhang Yuan berbalik dan menatapnya kesal. “Bersihkan kamar mandi dan penuhi bak air! Itu hukumanmu,” lanjut Jing Lei dengan wajah tegas. Zhang Yuan hanya mengangguk, menyetujui lalu meninggalkan Jing Lei dengan napas kesalnya mengatasi anak jenderal besar mereka. Selama pelatihan di luar, Zhang Yuan hanya tertidur. Dia bangun kembali saat hari mulai sore dan pergi ke sudut perbatasan kamp. Di sana dia menemui pelayan pribadinya yang datang membawa uang dan sesuatu di dalam kereta. Sebelumnya dia juga sudah memerintahkan pelayan itu untuk melaksanakan hukuman yang seharusnya dia lakukan. “Apa yang kau bawa? Kenapa kemari meng
“Baik! Jika aku berhasil melewati hukuman ini, maka tidak ada alasan lagi untuk menahanku di sini. Jangankan tiga hari, bahkan empat hari bisa aku lakukan jika kau berani menepati janjimu!" tantang Zhang Yuan dengan lantang. Dari jauh, Zhang Jin tertawa keras mendengar keberanian anaknya menantang di luar batasannya sendiri. Dia tahu kalau tubuh yang tak terlatih dari Zhang Yuan pasti hanya akan tahan sampai besok hari. “Janji seorang lelaki adalah mutlak! Berhati-hatilah saat membuat janji, Zhang Yuan. Jangan sampai kau harus menjilati ludah yang sudah kau buang!” “Langit menjadi saksi! Aku akan melewati empat hari di sini!” Untuk melepaskan rasa kesalnya terhadap sang ayah, Zhang Yuan telah bertekad agar bisa melewati hukuman yang baru saja dijatuhi oleh ayahnya sendiri. Dia ingin terbebas dari penjara neraka yang mengurungnya. Dua hari telah berlalu. Apa yang mustahil bagi pandangan
Titah yang baru saja didengarkan membuat semua jantung terpukul. Semua pelayan yang ada di dalam kediaman saling melemparkan pandangan seakan tak percaya jika jenderal besar mereka melakukan pengkhianatan. Berbeda dengan Zhang Jin, dia sama sekali tidak berekspresi dengan hukuman eksekusi tersebut. Sorot mata kosong itu hanya memaku ke depan tanpa berkedip. “Jenderal Zhang Jin, apa kau tidak mau menerima titah kaisar?” Pandangan mata Zhang Jin kini menengadah ke atas melihat tajam ke arah kasim yang tersenyum samping memandangnya. Dia mengangkat tangannya sambil mengeraskan rahang untuk menahan semua kegeraman yang tak sanggup untuk dia lampiaskan. “Ayah! Tidak! Jangan menerimanya!” Zhang Yuan yang sejak tadi tak percaya jika hari-hari bahagianya akan berakhir memberanikan dirinya untuk menyela utusan kaisar. “Ayahku adalah jenderal besar k
Pedang terlempar ke tanah begitu saja karena sambaran satu batu kerikil kecil yang kuat dari arah lain. Mata Zhang Yuang terbuka menyadari dirinya masih hidup. Di depan gerbang, Zhang Jin berdiri dengan wibawanya sebagai jenderal besar. Semua prajurit pengawas yang tadinya begitu angkuh menertawakan Zhang Yuan kini terdiam dengan wajah gugup. “Je-jenderal, kami hanya menerima perintah dari kaisar untuk membunuh setiap orang yang mencoba untuk keluar dari kediamanmu.” “Titah kaisar ada di tanganku, apa ucapanmu lebih penting dari titah yang tertulis? ... lagi pula aku melihatmu sendiri menyeretnya keluar,” ucap Zhang Jin membuat prajurit menundukkan wajah mereka, menahan kesal yang bercampur takut. “Bahkan sampai sekarang aku masih jenderal besar kerajaan Song. Aku bisa mengambil kepala kalian jika tidak melepaskannya sekarang juga!&r
“Tunggu!” teriak Zhang Jin menghentikan ayunan pedang yang hampir memisahkan bagian tubuh istrinya. Atas perintah dari sang kaisar dengan tangan yang terangkat, eksekusi itu dijeda. Kedua orang yang berdiri di sampingnya terlihat begitu tak senang dengan penjedaan itu. “Saya mohon kaisar memberikan kemurahan hati terhadap keturunanku yang terakhir, mengingat akan kontribusiku terhadap kerajaan dan janji lisan yang diberikan kaisar sebelumnya untuk memberikan pengampunan terhadap keturunan terkahirku jika di masa depan didapati ada kesalahan yang aku lakukan,” jelas Zhang Jin membuat semua yang mendengar berbisik-bisik menganggukkan kepala. Memang sebelumnya, Zhang Jin adalah jenderal yang membantu kaisar terdahulu naik takhta. Oleh sebab itu kaisar mengucapkan janjinya di hadapan semua mentri dan bahkan hal ini telah diketahui oleh seluruh kerajaa
Di dalam kegelapan, aura dingin dan bau busuk, Zhang Yuan meringkuk beralaskan jerami yang tak tahu sudah berapa banyak ditempati oleh para tahanan. Kehidupannya benar-benar telah hancur. Hari-hari bahagia dan bebasnya telah berakhir. Keluarga, kekayaan, dan ketenarannya di kalangan para wanita menghilang dalam sekejab. Dalam lamunan pikirannya tentang ucapan sang ayah dan kasih sayang sang ibu, dia terlelap. Batinnya begitu letih untuk memikirkan semua kenyataan menyedihkan yang datang secara tiba-tiba itu.... “Ah Ibu, berhentilah menggangguku. Aku sangat mengantuk,” gumam Zhang Yuan yang merasakan seseorang menggoyang-goyangkan tubuhnya. Namun suara tawa dari beberapa lelaki menyadarkannya kalau kebiasaan itu telah berakhir. Zhang Yuan membuka matanya yang masih terasa berat dan memfokuskan penglihatannya ke depan. Mata sembab itu terlihat sangat men
Rantai yang terhubung berhasil terlepas. Para tahanan lain berlari sedangkan dia malah tinggal bersama lelaki tua itu. Keputusan yang diambil Zhang Yuan justru tak bisa diduga oleh dirinya sendiri. Dalam hati kecilnya justru sangat menyayangkan kesempatan baik itu, tapi batinnya malah terbeban dengan lelaki tua di hadapannya. Jika harus memaksa menyelamatkannya maka seluruh tahanan pasti akan terhalang oleh mereka berdua. “Kenapa kau tidak memilih pergi dengan mereka dan menyelamatkanku yang sama sekali tidak kau kenal, anak muda?” “Batu di tanganku terlalu berat dan terpeleset mengenai rantai yang salah,” balas Zhang Yuan menyembunyikan kebenaran. “Kau memilih keputusan yang tepat. Lihatlah, “ ucap lelaki tua itu melihat ke belakang Zhang Yuan. Dari jauh terlihat para tahanan tadi telah tertangkap oleh prajurit. Mereka dibawa kembali