Saat selesai mendaftarkan diri seluruh calon pelamar dikumpulkan untuk mengikuti tiga tes yang akan menentukan mereka lolos atau tidak. Dan tes yang pertama adalah tes tulisan. Zhang Yuan sedikit ragu jika dia bisa lolos di tes ini sebab dia sama sekali tidak pernah mengikuti pelajaran mana pun di masa lalu.
Semua pelamar sudah duduk di meja masing-masing dengan berjarak agar mencegah mereka untuk saling mencontek jawaban. Lembar kosong telah dibagikan ke semua meja untuk mereka. Seorang pengawas juga membuka sebuah kertas besar dengan bertuliskan satu pertanyaan saja yang harus mereka jawab.
Semua orang diizinkan mengerjakannya dalam waktu lima belas menit. Sementara yang lainnya sibuk menulis pertanyaan mereka dilembar jawaban, Zhang Yuan sendiri masih terdiam menatap ke lembar pertanyaan yang ada di depan. Bukannya tak tahu harus menjawab apa, tapi pertanyaan itu justru membuat dilema hatiny
Catatan Author : Orang terkuat adalah orang yang mampu mengelola kemampuan diri di situasi mana pun. Ada bukan berarti nyata, dan yang nyata bukan berarti ada. Terima kasih karena masih setia membaca perjalanan Zhang Yuan, semoga setiap babnya kalian suka. Mohon tinggalkan komentar dan tanggapan dari para pembaca sekalian.
Pedang, tombak, busur panah, dan tameng telah berbaris rapi untuk di coba oleh para pelamar. Satu persatu maju ke depan dan menggunakan semua alat itu dengan bantuan seorang prajurit yang menjadi objek lawan mereka untuk menggunakan pedang dan tombak. Sedangkan untuk busur panah ada objek yang menjadi target anak panah yang akan mereka tembak. Jika dari ketiga alat perang itu tak dikuasai oleh mereka satupun maka tameng adalah pilihan terakhir. Ternyata ada banyak juga pelamar yang terbagi dalam empat alat perang yang ada di depan, tapi yang terbanyak justru ada pada tameng, dan ketiga alat lainnya sangat sedikit. Tiba saat giliran Zhang Yuan, dia melewati pedang dan tombak hanya untuk memilih busur panah sebagai alat perangnya. Pandangan mata tertuju di kejauhan tepat di mana target menempel di tiang pohon. Zhang Yuan mengangkat busur panah dan meletakkan anak panahnya
Zhang Yuan hanya terdiam menengadah ke atas langit yang cerah. Di sana dia lepaskan harapan terhadap kedua orang tuanya agar bisa melihat semua jalannya hingga bisa menjadi prajurit tak terkalahkan. “Anak muda, bagaimana kau bisa menjawab jawaban seperti itu di ujian pertamamu? Kalau bukan karena penilaianku sendiri, kau mungkin tak akan lolos di tahap pertama.” Zhang Yuan terdiam. Dia menggaruk kepalanya, sebab hanya bisa menjawab sesuai dengan perkataan sang ayah yang dia ingat di masa lalu. Jika perang melibatkan rakyat maka lebih baik mundur, karena adanya prajurit untuk melindungi kerajaan, dan tanpa rakyat maka tak akan pernah ada kerajaan. Pemimpin tak pernah akan jadi seorang pemimpin jika tak ada yang dia pimpin. Yang ada hanya akan menjadi bangunan megah tanpa pemilik. “Itu sebabnya, aku memilihmu dan memberikan kesempatan padamu. Tidak menyangka, kalau piliha
Semangat para prajurit baru yang begitu besar membuat mereka segera berbalik dan berlari untuk mendapatkan token nama terlebih dahulu. Bagi prajurit baru seperti mereka hal ini sangat berguna untuk mendapatkan nama di medan peperangan. Dengan ambisi masing-masing mendorong mereka untuk menjadi kesepuluh orang yang mendapatkan kesempatan langka untuk bertarung di medan perang bersama dengan prajurit elit sang jenderal besar. Melihat betapa antusiasnya mereka, Zhang Yuan juga ikut berlari dan memanjat ke atas sana. Tapi sayangnya setiap orang memiliki ambisi mereka masing-masing dan ingin menjadi orang yang beruntung itu. Terjadi perkelahian di atas sana yang menyebabkan beberapa dari mereka harus terjatuh ke bawah. Zhang Yuan juga mendapatkan halangan pertamanya dengan seseorang yang mencoba untuk mendorongnya agar terjatuh, tapi sayang dia malah menghindar dan menjatuhkan lelaki tersebut. Jika tak ada yang meng
Benar! Jing Lei adalah komandan utama dari jenderal besar Zhang Jin setahun yang lalu, dan sekarang dia diangkat menjadi jenderal besar kerajaan Song atas konstribusinya terhadap kaisar Qin Huang. Menurut kabar yang beredar Jing Lei adalah orang yang memberitahukan pengkhianatan Zhang Jin terhadap penasihat kerajaan dan akhirnya mendapatkan pengakuan atas kesetiaannya. Hal ini jelas telah diketahui oleh semua prajurit, tapi tidak dengan Zhang Yuan yang baru saja keluar setelah setahun lebih tinggal di hutan kaki gunung. Mata Zhang Yuan membelalak, senyum tipis terukir di wajahnya begitu melihat sosok Jing Lei yang berdiri di depan sana. Akhirnya dia bisa menemukan seseorang yang bisa menceritakan tentang apa yang terjadi terhadap ayahnya di medan perang. “Lapor!” teriak seorang prajurit yang menunggangi kuda, menerobos barisan untuk membawakan kabar pemantauan terhadap prajurit musuh.
Satu tebasan pedang hingga berkali-kali serangan membuat seluruh tubuhnya kini bermandikan noda darah para musuh. Medan pertempuran pertama bagi Zhang Yuan mengajarkan tentang melawan ketakutan dalam hidupnya. Jika dulu dia merasa jijik dengan darah, sekarang hal itu justru menjadi kekuatannya. Bermandikan darah dari prajurit musuh yang menyebabkan kematian kakaknya Zhang Fei ternyata belum cukup untuk membalaskan dendam. Jauh di pandangan mata, jenderal besar kerajaan Huan masih berdiam dalam barisannya, menjadi penonton akan peperangan itu. Prajurit Song kalah banyak jika dibandingan dengan prajurit Huan. Zhang Yuan sadar jika dengan berperang seperti ini mereka belum bisa menggerakkan jenderal Huan untuk masuk ke dalam peperangan, maka mereka akan kehilangan banyak prajurit yang nantinya akan berakhir sia-sia. Mendapatkan kesempatan dia melompat ke atas kuda dan menerobos kerumunan prajurit yang bertempur. Seb
Bukan hanya pedang saja yang bergetar, bahkan nyalinya saja ikut merasakan hal yang sama. Namun jika sudah berada pada situasi penting seperti ini tak akan ada gunanya jika menunjukkan rasa takut di depan musuh. Zhang Yuan mencengkeram kuat pedang dengan kedua tangannya. Saat ini senyuman angkuh di wajah jenderal Murong membuat Zhang Yuan terpaksa harus menggunakan topeng keberanian agar musuh tidak semakin menyudutkan mentalnya. Serangan berikutnya, tabrakan kedua pedang saling beradu kekuatan di udara dan tak membiarkan keduanya saling melepaskan. Serangan lain datang dari layangan pukulan tangan Murong yang satunya, tapi Zhang Yuan berhasil menghindar dan menyerang balik dengan tendangan kaki yang mendarat tepat di perut Murong. Keduanya saling melerai, tapi hal itu hanya tak lama sebab Murong tak terima jika seorang prajurit biasa saja bisa menyentuh tubuhnya, jadi dia memaksimalk
Tebasan pertama, kedua, dan ketiga masih bisa dihindari oleh Murong. Namun tebasan berikutnya yang dikerahkan Zhang Yuan dengan sekuat tenaga berhasil melemparkan topi perang yang dipakai Murong. Semua mata yang melihat adegan itu tercengang bahkan terkejut. Begitu juga dengan jenderal Murong sendiri, matanya terpaku ke hadapan Zhang Yuan saat rambutnya terurai sebab tak lagi memakai topi perang. Tepat di pipinya sebuah tanda merah yang memanjang terukir lurus dan mengeluarkan darah segar yang mengalir hingga ke berewok tebalnya. Dengan geram dia mengangkat tangannya untuk memegang luka sayatan di wajah. Darah yang menjadi noda di jemari tangannya membuat dia tak habis pikir akan kemampuan Zhang Yuan. Hal ini justru sangat mempermalukan harga dirinya di depan prajurit yang dia pimpin. “Kau kalah, jenderal Murong!” “Siapa kau sebenarnya?!”
“Kau telah menyebabkan buruanku lari dari perangkap yang telah aku sediakan, menurutmu?—” “Aku bersedia membawa kembali jenderal Murong!” Entah mengapa sifat Jing Lei tidak dapat dikenal lagi, dia terlihat begitu kejam persis seperti ayahnya Zhang Jin saat menjadi jenderal besar. Apa semua orang yang menjadi jenderal besar, sifat dan karakternya akan berubah. Mendengar perkataan Zhang Yuan, mata Jing Lei terpaku akan keberaniannya. Dia tertawa keras diikuti tawa dari Wu Cheng dan Tuoba Gong. Mereka menertawakan keberanian dan kebodohan Zhang Yuan. Zhang Yuan berlutut dan menjura di hadapan Jing Lei, “mohon jenderal besar memerintahkanku!” Tawa mereka semua terdiam begitu melihat keseriusan Zhang Yuan. Tiba-tiba seorang prajurit menyela dari luar ruangan dengan melaporkan kalau b