Akhirnya, untuk sementara keempat orang itu ditahan oleh polisi. Tukijo menyusul Marno ke Rumah Sakit Pricilia Medical Center diikuti oleh Ningsih, sedangkan Pak Kades dan yang lainnya mengunjungi tempat pangkalan Joko untuk mencari kejelasan. Di rumah sakit, Tukijo merasa iba atas musibah yang telah menimpa Agus. Agus terlihat tidak berdaya. Usaha yang dirintisnya bertahun-tahun sejak dia berumur 20 tahun habis tidak bersisa. "Mas Agus!" tegur Tukijo menepuk bahu Agus yang sedang tertunduk meratapi nasibnya. Lelaki itu menoleh, wajahnya tampak lesu dengan kantong mata yang sembab. "Ada apa Jo?" sahutnya lirih. Tukijo duduk di sampingnya. Kemudian dia mengambil sebuah amplop coklat berisi tebal dari saku dan menggenggamkan ke tangan Agus. "Ini Mas, buat modal balik usaha Mas Agus." Agus menerima amplop itu, lalu membuka isinya. Alangkah terkejut lelaki itu melihat tumpukan tebal uang seratus ribuan di dalamnya. "Ini ... banyak banget Jo!"
Tukijo terdiam sesaat. Kemudian, dia keluar untuk melihat siapa yang berbicara. Namun, anak itu tidak mendapati siapapun di depan kelas."Ada apa Jo?" tanya Cecep."Ah, nggak ada apa-apa. Aku pikir, tadi ada yang manggil," jelasnya garuk-garuk kepala."Cepetan Jo! Tinggal sebaris nih! Lima menit lagi masuk kelas loh," seru Sutrisno berharap, agar Tukijo segera menyelesaikan pembahasan soalnya."Oke-oke, maaf ya kepending." Tukijo kembali menutup pintu kelas dan mengambil sepidol untuk melanjutkan pembahasanya di papan tulis. Dia menjelaskan rumus demi rumus sampai teman-teman yang berada di hadapannya benar-benar paham.3 menit kemudian.Ceklek!Seseorang membuka pintu kelas. Di balik pintu, tampak seorang lelaki memakai baju dinas hijau kecokelatan menenteng tas hitam di bahunya. Dia adalah Pak Fuad (Guru Matematika). "Wah! Lagi pada belajar ya ...," ucapnya."Iya Pak." Tukijo tersenyum dengan sedikit membungkukkan badannya.
"Kalau aku bilang iya, kamu ataupun Tukijo juga nggak punya bukti buat nuntut aku. Si miskin Tukijo bakal tetap kehilangan pekerjaannya. Aku pengin lihat, gimana dia menjalani kehidupan selanjutnya," ungkap Udin menyeringai."Buahahahaa." Cecep yang mengetahui kenyataan bahwa Tukijo adalah seorang konglomerat, mendengar perkataan Udin membuatnya tertawa."Oh, jadi kamu pelakunya Din?" Tukijo melangkah menghampiri Udin dan Markonah.Udin bermasam muka memalingkan wajahnya. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan Tukijo. "Heh, kau pikir aku akan membuka mulut di depanmu?" gumamnya menggertakkan gigi."Woy! Din! Din! Din! Din! Haha, kek klakson aja," canda Cecep. "Mendingan lo nyerah aja deh. Lo iri kan, karena Markonah lebih deket sama Tukijo. Apalagi temen-temen sekelas termasuk gue akhir-akhir ini nempel terus, pasti bikin hati lo tambah panas. Wkwk," celotehnya membela Tukijo.Memang benar apa yang dikatakan Cecep. Ketika
"REM MBAH! REEEEEEEM!" Cecep berkoar-koar, sedangkan kakek tua itu masih mengayun sepeda melaju cepat tidak seimbang. Anak itu menghadangnya dengan sekuat tenaga dan akhirnya berhasil menghentikannya."Ngati-ati Mbah! Ana wong nang ngarepe njenengan! (Hati-hati Kek! ada orang di depanmu!)" teriak Cecep."Asem! Gara-gara kowe, malinge mabur!" (Sialan! Gara-gara kamu, pencurinya terbang!) sergah kakek tua itu."Hahaha! Kabur Mbah, udu mabur!" jelas Cecep sambil tertawa.*Udu=bukanTukijo tersadar, bahwa saat ini sedang diambil penilaian lari dua koma empat kilo meter. Dia melihat teman-temannya kecuali Cecep sudah berada di garis finish."Cep! Ayo Cep! Kita telat!" seru Tukijo menarik baju Cecep. Kejadian itu membuat Cecep dan Tukijo mendapat posisi akhir."O iya, kita kan lagi penilaian." Mereka pun pergi meninggalkan kakek tua itu begitu saja.Padahal jarak tinggal seratus meter lagi. Akhirnya mereka sampai finish dengan waktu du
Tukijo menarik tangan Markonah lalu menyeretnya. "Mar, temenin ke kantin yuk! Aku mau beli minum. Haus banget nih!"Markonah menurut saja. Tukijo menggandengnya hingga ke kantin. Hal itu menimbulkan rasa iri bagi para jomblo yang melihatnya."Cih! Bikin sakit mata aja!""Haish! Dasar bucin akut!""Norak banget sih! Baru pertama kali pacaran ya?"Telinga Markonah merasa tertusuk-tusuk mendengar cibiran mereka. "Siapa yang pacaran sih?" ketusnya."Dah lah biarin aja! Eh, kamu mau ini nggak Mar? Enak loh ...." Tukijo menunjukan susu kotak rasa stroberi yang dia keluarkan dari lemari pendingin."Dingin?" tanya Markonah sembari menyentuh susu kotak yang dipegang Tukijo."Iya, dingin. Hati kamu kan lagi panas, minum ini biar adem," ujar Tukijo memberikan susu itu."Tumben, peka." Markonah mengambil susu itu lalu meminumnya."Emm, maaf ... aku nggak bermaksud bikin kamu cemburu karena terus-terusan berduaan sama Cecep. T
"Hahahaha ...." Cecep tertawa puas.Tak lama kemudian Udin datang bersama Asep, Ipul dan Tuti."Minggir Cep!" usir Udin.Cecep seketika membungkam mulut, lalu mengatur ekspresi wajahnya. Dia berbalik badan memasang muka mewek tanpa mengeluarkan air mata."Huweeeeeee ... yang sabar ya, Din. Sori, lo belum beruntung. Gue turut bersedih hati atas kekalahan lo." Cecep merangkul Udin dan menepuk-nepuk punggungnya sambil mengendus-endus. Terasa bau tidak sedap pada tubuh Udin.Udin baru saja makan ikan bakar tadi pagi, sehingga bau amis masih melekat di mulutnya. Bau itu menggoda lalat yang beterbangan di atas tong sampah untuk beralih mengelilinginya. Ditambah lagi, anak itu belum cuci mulut karena terburu-buru ingin melihat hasil pengumuman."Eeeem, lo belom mandi ya?!" Cecep mendorong Udin dan menutup hidungnya.Namun Udin tidak menanggapinya. Dia segera melihat kertas pengumuman yang tertempel di mading. Anak itu sangat tekejut sa
Lima menit sebelum Markonah bertemu dengan Tukijo. "Mar, beliin Ayah bakso ya. Beli dua bungkus kalau kamu mau," perintah Hartono menyodorkan uang dua puluh ribu. "Siap, Yah!" Markonah mengambil uang tersebut dan berjalan ke Restoran Mas Agus. "Mau nggak, ikut Kakak ke Jakarta. Gantiin Kakak jadi direktur di perusahaan." "Apa!" Markonah mendengar suara yang tidak asing. Namun dia harus membeli pesanan ayahnya terlebih dahulu. "Mas Agus, bakso dua porsi dibungkus ya," ujar Markonah, lalu dia menengok ke arah suara yang tidak asing itu. "Eh, Tukijo?!" Gadis itu menjumpai Tukijo sedang duduk bersama seorang wanita. Markonah merasa pernah melihat wanita itu. Ya, benar. Dia ingat pernah melihatnya di suatu majalah, wanita itu adalah konglomerat nomor satu Direktur Perusahaan Gaje. Tukijo menoleh. "Markonah?!" Anak itu tampak bingung, bagaimana dia harus menjelaskannya. "Wanita itu bilang, dirinya Kakak?!" gumam Markona
Lima menit sebelum kejadian.Markonah baru saja pulang sekolah. Dia mendapati Parto dan sekelompok preman sedang menyiksa sang ayah tercinta.BRAAAAAK!Sebuah kursi melayang dan mendarat mengenai tubuh Hartono. Dia terkena pukulan keras di kepala dan terhempas hingga punggungnya terbentur meja di belakangnya.KRUMPYAAAAANG!Seisi toko diporak-porandakan oleh mereka. Loyang-loyang beterbangan, hampir saja mengenai Markonah yang baru saja membuka pintu masuk."Ayaaah!" teriaknya menghampiri lelaki paruh baya yang duduk bersandar di meja kasir dengan tubuh lemas dan luka di dahinya."Oh, inikah si kecil Markonah? Anak nakal yang dulu pernah menggigit tanganku?" kata Parto mendekati gadis itu. "Rupanya kau tumbuh menjadi gadis cantik." Dia menggerakan tangannya hendak menyentuh Markonah.Plak!Markonah menepis tangan Parto dengan tangan kirinya. Kemudian dia mengayunkan tangan kanannya ke wajah lelaki itu.Hap!