Teresia menyelimuti tubuh Arga, saat pria itu akhirnya mengeluh mengantuk dan meminta Teresia berjanji untuk tetap bersamanya sampai Arga membuka mata nanti. Padahal tanpa Arga bilang, Teresia memang akan ada di ssisi Arga sampai pria itu bangun nanti.Tangannya dan tangan Arga masih saling tertaut dan itu membuat hati Teresia menghangat bahagia. "Arga sudah tidur?" Teresia menoleh dan melihat Ayah Romi yang kembali masuk ke dalam kamar dengan senyum yang terbit di bibirnya. "Iya, baru saja" ujar Teresia tak memutus pandangan dari wajah Arga yang terlelap namun masih terlihat pucat. Ayah Romi mendesah pelan dan tak memungkiri hatinya yang terasa begitu tenang dan bahagia karena melihat Teresia serta Arga kembali bersama dan menyelesaikan kesalahpahaman di antara keduanya. Kali ini fokus Ayah Romi akan mencari orang-orang yang sudah membuat Arga terbaring dirumah sakit.Dan urusan Arga akan Ayah Romi biarkan Teresia yang merawatnya. "Baru kali ini dia bisa tidur dengan lelap sep
Arga tidak tau berapa lama dia tertidur. Namun tidurnya kali ini begitu nikmat dan tidak terganggu dengan mimpi buruknya. Dan saat ia membuka mata, Arga tau apa yang menyebabkan mimpi buruknya tak lagi datang. Teresia masih duduk di samping ranjangnya dengan tangan wanita itu yang masih menggenggam kuat tangan Arga. Melihat Teresia masih berada di sisinya dengan setia membuat Arga terharu dan melebarkan senyum cerianya. Satu tangannya yang diinfus ia gerakan untuk mengusap kepala Teresia yang direbahkan di atas ranjangnya.Wanita itu pun tertidur cukup pulas, bibir Arga menahan geli melihat Teresia, pemandangan yang sangat ia rindukan. Namun tak tega, takut Teresia sakit jika tertidur dengan posisi tidak nyaman itu, Arga memutuskan untuk membangunkan Teresia. "Hei" panggilnya pelan dengan gerak tangannya yang membangunkan Teresia. Teresia tersentak kaget dan lansung bangun dengan mendadak. Arga terkejut, namun tak urung kekehannya mengudara. Kebiasaan Teresia yang sangat Arga
Revo berdiri di balkon lantai dua saat mobil Ayahnya memasuki pekarangan rumah.Tangannya yang mencengkram tiang pembatas itu mengerat dan kedua matanya memerah.Ucapan Ayahnya yang saat itu tak ia pedulikan kini nampak begitu berpengaruh pada dirinya.Dia bukan anak kandung Ayahnya sendiri!Namun Revo akan membuktikan tentang kebenaran surat tersebut.Dan jika memang surat itu benar, Revo akan meminta Ayahnya untuk mengatakan semua yang terjadi."Revo"Revo menoleh dan melihat Ayahnya yang sudah datang dan berjalan mendekat ke arahnya."Teresia sudah bertemu Arga, mereka juga sudah selesai memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi"Revo tau itu, dan itu membuat hatinya kecewa serta merasa sangat sedih, namun yang paling utama yang tengah berkecamuk di kepalanya adalah hasil tes yang ia temukan di kotak kayu milik Ayahnya itu."Aku tau itu""Dan apa kamu masih mau merusak hubungan mereka berdua? Arga hanya akan bahagia dengan Teresia, dia sudah mengalami hal buruk selama ini. Apa kamu t
Revo sudah kembali dari rumah sakit. Ia tak bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan dari kertas hasil DNA yang ia temukan. Dan lebih baik Revo memang menanyakannya pada Ayahnya tentang ini. Namun bagaimana jika Ayahnya masih akan tetap menutupi?Untunglah Revo sudah tau caranya. "Ayah" Revo mengetuk pintu kamar Ayahnya dan menemukan pria baya itu yang tengah membuka lembaran-lembaran kertas pekerjaannya. Ayah Romi melihat Revo yang mendatanginya dan memberikan pria itu senyum tipis. Merasa bersalah karena perbincangan mereka sore kemarin. "Masuklah" Revo masuk ke dalam kamar Ayahnya dan duduk di sofa yang berhadapan lansung dengan Ayahnya. "Ada apa?" tanya Ayah Romi, pria baya tu berdehem sejenak, ragu untuk meminta maaf pada sang putra karena ucapan itu. "Aku mau bicara sama Ayah, tapi bagaimana jika kita sambil minum-minum? Kita tidak pernah melakukannya kan?" tanya Revo dengan senyumnya. Awalnya Ayah Romi nampak bingung atas ajakan Revo yang tiba-tiba. Namun pria itu men
"Jadi aku memang bukan Anakmu?" tanya Revo tak kuasa menahan sesak di dadanya. "Bukan! Kau bukan anak kandungku, tapi aku terus berusaha untuk menerimamu meski rasanya sangat sulit. Aku menyayangimu karena kamu terlahir dari wanita yang paling aku cinta" Revo mengusap wajahnya kasar. Rasanya benar-benar menyakitkan. "Kenapa Ayah sembunyikan? Kenapa tidak sejak awal beritahu aku jika aku bukan anakmu! Dan alasan mengapa kasih sayang yang kamu berikan sangat berbeda dibanding Arga?! Jika dari awal Ayah memberitahunya, aku tidak akan merasakan rasa sakit yang sesakit ini!" bentak Revo kesal dan merasa sangat menyesalinya saat melihat tangisan sang Ayah berderai hebat. "Ayah tidak bisa dengan mudah mengatakan hal itu! Perselingkuhan yang mereka lakukan menghancurkan hati Ayah" Ayah Romi terisak pelan dan menggenggam dadanya yang terasa sesak "kamu tau? Ayah bekerja giat demi memenuhi kehidupan keluarga kita, namun di belakang, dua orang yang sangat berarti dan Ayah sayangi mengkhiana
"Terimakasih Mbak" Teresia berujar ramah pada seorang suster yang baru saja mengantarkan makan siang untu Arga. Meskipun Teresia harus mengatakanya dengan wajah memerah malu, karena sosok Arga yang tak mau melepas pelukannya, wajah pria itu disembunyikan dalam perutnya dan membuat Teresia tak leluasa bergerak. "Sama-sama, semoga suaminya cepat sembuh ya" balas suster tersebut dengan ramah, dan dengan sengaja perawat wanita itu menyentuh lengan Arga membuat Arga makin mengeratkan pelukannya pada perut Teresia. Ohh, pemandangan saat Arga digoda oleh para perawat di rumah sakit ini menjadi hiburan tersendiri untuk Teresia.Terlebih perawat itu hanya terkekeh geli melihat tingkah manja Arga pada Teresia. Meski perawat tersebut sudah izin dan meminta maaf pada Teresia, Arga yang mendapat godaan tak lansung itu masih kesal dengan Teresia yang mengizinkan para perawat untuk menyentuhnya. Teresia berkata bahwa itu adalah balasan karena Arga tidak membangunkannya lebih dulu saaat Dokter Ri
"Sudah, jangan diteruskan" lirih Teresia melihat air mata Arga nampak terus mengalir hebat dan napas Arga berhembus kuat. "Tidak, aku harus menyelesaikannya, aku tidak mau ada yang mengganjal lagi dan aku mau kamu tau seluruh cerita ini" bisik Arga kemudian menempelkan wajahnya pada ceruk leher Teresia. Menghirup sejenak aroma tubuh wanitanya untuk membuat pikirannya tenang. Meyakinkan bahwa masa-masa itu sudah ia lewati. Teresia mengusap kepala dan rambut Arga, menenangkan pria itu dari gejala panik yang melanda. "Aku tidak bisa menghitung berapa hari aku disekap mereka, karena mereka tetap melakukan kegiatan hariannya, namun mengurungku di rumah kecil yang aku sendiri tidak tau dimana itu. Mereka akan datang saat sore menjelang malam sampai pagi lalu meninggalkanku dan datang lagi di hari berikutnya. Puncaknya aku yang berpikir akan mati karena memang aku tak pernah makan makanan yang mereka beri, mereka menghukumku dengan menuliskan nama mereka di sini" Arga membuka kancing piy
Arga merasa sangat segar saat akhirnya ia bisa mengguyur tubuhnya. "Anusmu? Apa masih sangat sakit?" tanya Teresia merasa sangat bersalah jika mengingat kejadian yang menimpa Arga tepat di depan matanya namun dia tak menolong Arga. Arga mengurung Teresia dengan memeluk pinggul Teresia yang berdiri di samping ranjang. Tangan Arga terulur untuk mengusap lembut wajah Teresia. "Aku sudah jauh lebih sehat! Jangan lagi pasang raut wajah begitu!" pinta Arga dengan lembut. Teresia mendesah pelan dan menempelkan keningnya pada kening Arga, wanita itu memejamkan kedua matanya dan kemudian membukanya pelan, menatap mata Arga dengan jarak sedekat itu. Teresia menggigit bibirnya dan kemudian menjauhkan wajahnya. "Ehm, kalau kita melakukan 'itu? Apa kamu akan merasa sakit?" tanya Teresia dengan wajah memerahnya, dia salah tingkah setelah mengatakannya, Teresia bahkan harus menundukan wajahnya karena itu. Wajah Arga menegang dan terpaku tak bisa berbicara menatap pada Teresia yang takut jika