공유

4

작가: Svaandin
last update 최신 업데이트: 2021-07-28 21:55:09

Seorang wanita patuh baya berlari menuju kamar delima yang berada di lantai lima.

     "Raden!" panggil nya kepada seorang remaja pria yang duduk di depan ruang rawat inap.

     "Tante," Raden berdiri dan mencium punggung tangan wanita tersebut.

     "Bagaimana dengan Adila?"

     "Kata dokter kaki Adila patah, seharusnya ini bukan masalah serius tetapi...karena Adila sering mengalami cidera pada bagian kakinya, itu menyebabkan Adila tidak bisa menggunakan kakinya untuk pekerjaan berat. Dan kemungkinan kambuhnya sangat besar," jelas Raden.

     Vara terduduk mendengar penjelasan Raden. Dia tidak menyangka putrinya akan mengalami hal seperti ini, terutama Adila adalah tipe orang yang suka memaksakan diri.

     Sebelum nya putrinya memang pernah mengalami cidera saat dirinya mengikuti lomba. Ada yang tidak sengaja melukai kakinya, ada juga yang sengaja, seperti Noval contohnya.

     "Raden kamu kenapa tidak masuk kedalam? Di dalam ada siapa?"

     "Di dalam ada Aqia sama Afia tante"

     Vara terdiam mendengar nama-nama yang di sebut Raden. Dirinya tidak asing dengan nama itu, seketika dia mengingat seseorang yang dulu menemaninya.

     (Kalian kembali) batin Vara— menerawang jauh mengingat kembali masa-masa dimana mereka remaja. Mereka pernah berjanji untuk selalu bersama sampai tua, tetapi akhirnya mereka terpisahkan karena pernikahan.

     "Kalau begitu tante mengurus administrasi dulu, kamu masuk saja, enggak papa," ucap Vara sebelum berlalu pergi meninggalkan Raden.

     Raden memilih masuk untuk melihat keadaan temannya. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah Adila yang masih belum sadar dari pingsannya— mungkin karena pengaruh obat. Dirinya melihat Aqia dan Afia yang duduk di samping kanan Adila.

     (Yang di takdirkan untuk datang pasti akan datang. Ini waktunya untuk kalian menyelesaikan kesalahan pahaman ini)

     "Kalian kapan datang?" tanya Raden.

     "Dari tadi kita di sini!" jelas Afia sedikit ngegas

     Raden terkekeh melihat sifat Afia tidak berubah. Dirinya berpikir mungkin nanti saat mereka sudah baikan pasti sekolah akan heboh dengan tingkah laku mereka. Terutama Adila yang selalu menjadi biang masalah dan akan mengajak orang ketika melakukannya.

     Dulu saat SMP mereka pernah membuat keributan di kelas. Adila mengajak teman sekelasnya untuk menonton film, bahkan saat guru pengajar mereka masuk tidak mereka hiraukan sampai membuat sangat guru itu tidak mau mengajar lagi.

     Flashback.

     "Woyy! Ayo nonton film, mumpung gua bawa laptop!" teriak Adila yang baru saja kembali dari kantin di ikuti oleh duo A.

     "Nonton suzana aja!" teriak Aji memberi saran

     "Nggak seru mending nonton tali pocong perawan!" balas Rama.

     "Danur Danur!"

     "Apaan mending nonton karma!"

     "Karma terus. Nanti nangess!" teriak satu kelas kompak.

     "Mending nonton barbie" usul Adila yang duduk paling depan. Dirinya sedang memperhatikan temanya yang sedang berusaha mencari Wifi yang di ada kat sandinya, dan dapat! Wifi sekolah sampingnya tidak memiliki kata sandi.

     "Yeng bener dong La. Udah gede nontonnya barbie!" ejek Dimas, musuh bebuyutan Adila.

     "Halah! Gue tahu kalian para cowok kalau gabut juga nonton barbie kan, ngaku lo pada!" seketika ucapan Adila membuat para cowok terdiam.

     "Udah mending nonton doraemon," usul Afia

     "Gue geprek lo!"

     Dan berakhir mereka menonton tali pocong perawan. Meja kursi di tumpuk kedepan dan mereka lesehan di bagian belakang kelas, bel pelajaran sudah berbunyi dari 30 menit yang lalu. Mereka tidak menghiraukan nya dan masih asik menonton di belakang.

     Pintu kelas terbuka dan memperlihatkan guru guru IPS mereka. Mereka serempak menoleh sebentar dan kembali melihat film di laptop.

     "Ayo, ini mau pelajaran tidak?" guru IPS yang sudah berdiri di depan memberikan peringatan. Ada beberapa anak yang kembali duduk itu pun hanya 5 orang, sedangkan sisanya tidak menghiraukan.

     "Itu yang di belakang! Ini sudah jam pelajaran!"

     "Bentar Bu! Satu film lagi!" jawab Adila tanpa mengalihkan perhatiannya.

     "Adila. Kamu lagi kamu lagi"

     "Bukan Bu, itu Aqia yang bilang!"

     "Kok gue sih!" protes Aqia yang duduk di belakangnya.

     "Ya mana saya tau."

     "Sudah! Kalian mau belajar tidak? Jika tidak silahkan keluar!"

     Tidak ada satupun dari mereka yang beranjak, bahkan menoleh pun tidak.

     "Kalau kalian tidak keluar, saya saja yang keluar!" ucap guru IPS mereka. Beliau membereskan bukunya dan bergegas keluar kelas.

     Karena kejadian di atas mereka satu kelas di hukum berlari keliling sekolah yang luasnya seperti stadion. Bukannya merasa kapok mereka justru membuat ulah yang lain sampai membuat kelas mereka di tandai oleh guru-guru.

     Meskipun begitu kelas mereka adalah kelas yang berisikan anak-anak yang memiliki otak cemerlang. Hanya saja akhlak mereka tidak se cemerlang otak mereka.

*****

     Aqia menjitak kepala Afia, "Maksud dia kapan kita pindah kesini"

     "Apa sih! Kan gue bener, kita dari tadi di sini"

     "Yang dia maksud kapan kita ke kota ini, Afia!"

     "Ya mana gue tau. Dia aja tanya nya enggak jelas, Aqia!"

     "Bukan dia yang enggak jelas. Tapi otak lo tuh yang harus di pertanyakan"

     Terjadilah perdebatan kecil di antara mereka. Raden memilih duduk di samping kiri Adila, sambil menatap wajah Adila yang tidur dengan damai.

     Raden memegang tangan Adila, "Lo kapan bangun?"

     "Heh! Tangannya, mau gue cincang?" peringat Afia kepada Raden.

     Sedangkan Aqia kembali memainkan handphone nya saat melihat Afia sudah tidak berniat meladeni dirinya.

     Raden reflek melepaskan tangannya karena teriak Afia.

     "Lo siapa sih? Muka lo enggak asing?!" tanya Afia saat menyadari muka Raden tidak asing di matanya.

     Aqia menendang betis Afia, "Dia Raden bego!"

     "Raden, Raden Rad- oh lo Raden gebetannya Aquwheh?" sebelum Afia menyelesaikan kalimat nya, Aqia dengan cepat menyumpal mulut nya menggunakan kaus kaki milik Adila.

     "Makan tuh kaos kaki keramat. Punya mulut kok ember!"

     Afia segera melemparkan kaos kaki di mulutnya ke arah Raden,"Gusti! Ini kaos kaki Adila enggak di cucu berapa tahun. Udah bau asin lagi rasanya uwekkk!" Afia berlagak muntah tepat di atas kepala Aqia.

     "Afiaaa!" teriak Aqia.

     Raden hanya menyimak tanpa mau ikut campur. Dia menatap Adila yang sama sekali tidak terganggu, terkadang dia bertanya-tanya apakah menyenangkan memiliki saudara yang bisa di ajak bercanda seperti mereka.

     Dia iri dengan teman-teman nya yang masih memiliki keluarga yang utuh. Dia iri mereka memiliki seorang Mama yang menyayangi mereka, sedangkan dia...Mama nya selalu memaksa dia melakukan hal yang tidak dia inginkan.

     "Kalau gitu gue pulang dulu." pamit Raden kepada Afia dan Aqia yang masih berdebat.

     "YA!" jawab mereka kompak.

     "Kok lo ngikutin gue!"

     "Lo yang ngikutin gue!"

     "Lo! /Lo!" teriak mereka bersamaan sambil menunjuk satu sama lain.

*****

     Afia Bramantara. Gadis yang memiliki sikap sedikit bar-bar itu mempunyai paras yang bisa di katakan cantik.

     Wajah oval dengan kulit kuning langsat, Afia memiliki mata dengan jarak keduanya lebar, hidung mancung dengan ujung hidung bulat, bibir berbentuk turned lips, dengan tinggi 162 cm dengan berat badan ideal.

     Di antara Afia, Adila, dan Aqia. Afia lah yang paling tua dan Aqia adalah si bungsuh, tidak jarang mereka berdua akan menjahili Afia karena paling bungsu.

     Aqia Megantara. Gadis yang memiliki sikap feminim dan ramah, berbanding terbalik dengan ke dua kakaknya yang memiliki sikap tomboy dan bar-bar.

     Aqia memiliki wajah oval, kulit kuning langsat, mata kecil, hidung mancung dengan ujung bulat, bentuk bibir turned lips, dengan tinggi 162 cm. Jika di perhatikan wajahnya memiliki kesamaan dengan Afia bahkan tidak jarang orang-orang mengira mereka kembar, yang membedakan adalah bentuk mata mereka.

     Di antara mereka Adila lah yang memiliki wajah sedikit seperti orang eropa. Itu semua dia turuni dari Papanya yang memiliki darah eropa, sedangkan Afia dan Aqia wajah mereka khas orang asia timur. Mama mereka adalah orang asli Tiongkok, tidak heran mereka memiliki wajah seperti orang china.

*****

     Adila membuka matanya, "Shhh. Aw aw kaki gue!"

     Suara Adila mengalihkan perhatian beberapa orang di dalam kamar rawat inap nya, yang sedang melaksanakan sarapan. Mereka semua menoleh dan melihat Adila yang berusaha bangun.

     "Adila!" teriak Afia dan Aqia.

TBC.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • THE SIBLING'S   End

    Setelah pertandingan minggu lalu, Adila tidak masuk sekolah selama hampir satu minggu. Entah apa yang terjadi, saat ini dia seperti di musuhi satu sekolah, bahkan ke-dua sepupunya pun seperti membenci dia. "Bukan gue, La. Gue enggak ada hubungan apa-apa sama kekalahan lo di pertandingan." Adila mengernyitkan dahinya bingung. Tadi dia berencana menuju ke kantin untuk makan siang, tetapi entah datang darimana rubah sialan ini tiba-tiba menabraknya dan berperilaku seolah-olah dia sedang membully nya. "Kalah karena kemampuan sendiri yang buruk, tapi nyalahin orang." "Seketika gue menyesal karena merekomendasikan dia." "Kasihan Gina, padahal dia yang selalu membela Adila di saat yang lain menjelekkan nya." 

  • THE SIBLING'S   29

    Adila terbangun saat mendengar nada dering di ponselnya. Dia ingin menggerakkan tangan dan kakinya tetapi tidak bisa, seperti ada yang memeganginya. Adila membuka matanya dan melihat sekitarnya gelap, dia merasa seperti di sebuah ruangan yang sunyi dan dingin. "Gue enggak mati, 'kan?" gumamnya. Adila berteriak saat mengira jika dia sudah mati dan sedang berada di alam kubur. Di sisi lain Revano yang belum bisa tidur pun segera menghampiri kamar sebelah menggunakan senter handphone nya. Sekaramg jam tiga dini hari, dan sedang ada pemadaman listrik.Revano. Sudah satu jam gue hanya memandangi langit-langit ruangan yang gelap. Tepat pukul 03.00 listrik di sini mati. Gelap, sunyi dan dingin. Awalnya gue berniat membangunkan Raden, tetapi suara teriakan seseorang yang gue k

  • THE SIBLING'S   28

    Saat ini Adila dan yang lainya sedang berada di pasar, mereka berencana membuat nasi kuning. Sedangkan Erchan dan para laki-laki sedang mencari gudeg, sejak kemarin Erchan merengek meminta gudeg. "Barangnya udah semua, 'kan?" Aqia bertanya untuk memastikan tidak ada yang kurang, sehingga nanti mereka tidak susah-susah untuk kembali. Adila membaca catatan di kertas yang dia pegang, sedangkan Lisa dan Afia mengecek keranjang belanjaan yang mereka letakkan di bawah. Merasa sudah lengkap, mereka kembali berjalan menuju parkiran, sampai sebuah suara membuat mereka yang tadinya bercanda terdiam seketik— terutama Aqia. "Qia?" Aqia yang melihat laki-laki di depanya pun seketika terdiam, dia menunduk dan berjalan mendahului yang lain. Andre, laki-laki

  • THE SIBLING'S   27

    "Adila masih belum mau makan apa apa, Nek?" tanya Afia yang baru saja melihat Nenek nya keluar dari kamar yang di tempati Adila. "Belum. Anak itu kalau sakit ndak mau makan opo opo, Nenek sendiri 'akhire sek' pusing," jawab Nenek Indah. Karena belum berhasil membujuk Adila untuk makan, bahkan minum pun Adila enggan. "Gue bawain kue putu, nih." Lisa dan Erchan yang baru saja masuk langsung menyahuti yang membuat mereka semua menoleh. "Yang sopan dong Lis., ada Nenek ini, salim dulu napa." Erchan berucap sambil menoyor kepala Lisa. "Eh? Nek, saya Lisa. Temanya Adila," ucap Lisa, dan mengalami Nenek Indah. "Saya Erchan, Nek." "Kalau saya Bagas, bukan bagi ganas tapi Nek." Bagas tertawa saat nenek mengusap rambutnya gemas. "Temanya Adila b

  • THE SIBLING'S   26

    Setelah perjalanan cukup lama dan melelahkan, akhirnya mereka sampai di rumah nenek Adila dan ke-dua saudaranya. Rumah yang terbuat dari kayu tingkat dua, dengan sungai jernih di belakang rumah sebagai sumber air. Rumah Nenek Indah (Nenek Adila, Afia, San Aqia) termasuk di desa plosok, desa yang masih terjaga alam nya. Bertani dan berdagang adalah mata pencaharian utama mereka, Nenek Indah adalah seorang petani, umurnya 78 tahun. Meski pun sudah tua, beliau tidak bisa jika di suruh diam di rumah, Suaminya sudah meninggal saat umurnya 60 tahun. Saat melihat rumahnya di datangi 3 mobil sekaligus membuat tetangganya heran, mereka menebak-nebak siapa tamu Nenek Indah. Karena memang Nenek indah tidak pernah bercerita tentang anak cucunya di kota. "Nenek!" teriak Afia dan Aqia saat sudah keluar dari mobil. "Cucu Nenek sudah besar ternyata,

  • THE SIBLING'S   25

    Tepat jam tiga pagi Adila sedang bersiap-siap di kamarnya. Setelah menempuh ujian yang melelahkan, akhirnya hari ini dia bisa mengunjungi Nenek nya di Jogja. Dia sangat merindukan masakan buatan Neneknya, tidak hanya dia tetapi juga ke-dua saudaranya akan ikut bersama nya. "Gue tahu kalian di luar, masuk aja!" teriak Adila saat menyadari ke-dua saudaranya berbisik-bisik di depan pintu kamarnya. Setelah Adila berteriak Afia dan Aqia memasuki kmara nya dengan canggung. Adila tahu apa yang ingin mereka bicara'kan. "Kita minta maaf..." lirih Aqia. "Buat?" "Sikap kita sama lo. Selama ini kita enggak ada niatan buat jauhin lo, ini semua rencana Gina..." "Gue tahu." Adila berucap dengan mantap. "Aqia kemarin udah bilang sama gue" &nb

  • THE SIBLING'S   24

    "Gue capek ngikutin kemauan lo!" "Tapi sayang nya lo harus ngikutin," ucap gadis di depan nya sinis. "Lo licik! Di sini kita yang lo buat rugi!" ***** Seperti nya The sibling's benar-benar bubar, mereka berhenti di sini tanpa ada penjelasan. Adila yang memang malas mencari tahu hanya diam sampai semua nya terungkap sendiri. Dia juga malas melihat Gina yang selalu memanasi diri nya dengan menempel kepada Revano. Adila saat ini berada di toilet, dia membasuh mukanya yang memerah karena menahan amarah. "Wah, gimana? Pertunjukan gue seru, 'kan?" tanya Gina yang berdiri di samping Adila. Adila hanya melirik nya sekilas tanpa mau merespon. Entah kenapa tiba-tiba Gina mendorong Adila sampai hampir terjatuh jika dia tidak berpegangan dengan wastafel. &nb

  • THE SIBLING'S   23

    "Udah ganjen sama gebetan orang, mau celakain orang lain lagi!" "Gue ngimpi apa dulu sampek punya sudara kayak dia!" Setelah pulang sekolah, Adila di sindir habis-habisan oleh ke-dua saudaranya. Sedangkan Gina, dia sedang beristirahat di dalam kamar. "Kalian kalau punya masalah sama gue bilang! Punya mulut buat ngomong langsung, bukan nyindir!" desis Adila tepat di depan mereka. Aqia memutar bola matanya malas, "Lo kesindir?" "Enggak," ucap Adila sambil tersenyum sinis, "gue enggak kesindir. Tapi mata kalian bilang kalau itu gue, kalau kalian mendeskripsikan diri sendiri, gue enggak masalah!" ucap Adila dan berlalu pergi meninggalkan mereka dengan perasaan sebal. "Lo harusnya tahu, kalau gue suka sama Revano! Tapi kenapa lo malah jadian sama dia!" Adila

  • THE SIBLING'S   22

    "Gue berangkat sendiri!" "Enggak!" Sudah satu bulan setelah dia keluar dari rumah sakit, dan setelah itu juga hidupnya benar-benar sangat sulit karena ulah Raden dan Revano. Mereka selalu berebut siapa yang berangkat dengan Adila, siapa yang duduk di samping Adila, siapa yang membeli kan makanan Adila, dan siapa yang akan di terima Adila. "Mending kalian berangkat berdua, terus gue sama Kak Nana. Gampang'kan?" ucapnya sambil tersenyum manis. Dia tidak tahu apa alasan mereka melakukan itu, yang jelas itu sangat menganggu. Tentang ke-dua saudara nya, mereka sudah berangkat terlebih dahulu sejak jam enam pagi. Entah kenapa akhir-akhir ini hubungan mereka merenggang, Adila tidak mau ambil pusing. Lagi pula saudara nya itu memang selalu bersikap aneh. &n

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status