"Serius? Benaran?" Clarine tampak sangat girang."Tentu saja!""Aku mau! Aku sudah lama mengagumimu! Aku ingin sekali menjadi muridmu, Bu!" Clarine seolah-olah sudah lupa dirinya baru dari rumah Freya."Baguslah kalau begitu. Siapa namamu?"Clarine menyahut, "Namaku Clarine. Aku dari Fakultas Biologi Universitas Brata.""Oh, seharusnya fondasimu bagus." Diana tersenyum sambil mengangguk puas. "Datang ke Area C setelah kuliah dimulai nanti. Biar kuperkenalkan kamu dengan seniormu."Senior? Clarine baru teringat Diana punya rencana penelitian. Dia sungguh bersemangat. Kalau ada kesempatan, bukankah dia akan bergabung dengan tim eksperimen?Patut diketahui bahwa tim eksperimen Universitas Brata adalah salah satu yang terbaik. Nadine saja belum tentu memenuhi kualifikasi untuk masuk.Setelah memikirkan ini, senyuman Clarine menjadi makin lebar. Diana juga tersenyum puas saat melihat Clarine yang bermulut manis.Kemudian, Diana menyipitkan matanya memandang ke arah rumah Freya. Senyumannya
Freya baru saja mendapat kabar bahwa 70 persen dana tahun ini dialokasikan untuk tim eksperimen Diana. Sisanya baru miliknya. Jika dikurangi biaya lain, bagian yang diperoleh Freya mungkin kurang dari 20 persen.Selama beberapa tahun ini, karena tidak ada perkembangan terbaru pada penelitiannya, Freya tidak bisa menulis tesis. Makanya, tidak ada hasil penelitian apa pun. Lambat laun, dana yang diperolehnya pun menjadi makin sedikit. Sementara itu, dia sudah tua dan kesehatannya mulai memburuk. Tidak ada satu pun muridnya yang bisa melanjutkan eksperimennya.Hal ini membuat Freya tak kuasa mengembuskan napas panjang. Saat ini, Diana yang tinggal di seberang menghampiri dengan tersenyum."Bu Freya, selamat sore. Kamu baru balik dari laboratorium ya? Dengar-dengar timmu punya penemuan baru? Benar nggak?" tanya Diana.Freya tidak berbicara."Oh, sepertinya itu cuma kabar burung. Kulihat kamu sangat rajin ke laboratorium. Tapi, kenapa nggak ada hasil apa pun?""Dengar-dengar, dana untuk tim
Nadine punya sebuah pemikiran. Namun, sebelum ini, dia harus menunggu dulu. Setelah kontrak berakhir, dia baru bisa mengambil tindakan.....Hari ini, Nadine hendak pergi ke perpustakaan seperti biasa. Begitu keluar, dia langsung bertemu Arnold. Belakangan ini, Arnold sibuk membuat persiapan untuk topik penelitian baru. Dia bekerja lembur dan baru pulang dari laboratorium."Pagi, Pak Arnold," sapa Nadine sambil tersenyum."Sebenarnya aku ingin tanya sesuatu. Kamu masih ingat penelitianku yang belum selesai?"Nadine mengangguk. Topik penelitian itu sangat sesuai dengan arah penelitian Nadine. Selain itu, Nadine merasa sangat sayang karena penelitian itu berhenti di tengah jalan.Arnold bertanya, "Kamu sudah pertimbangkan? Mau dilanjutkan nggak?"Nadine segera mengangguk. "Tentu saja mau! Tapi, aku nggak punya laboratorium. Aku nggak bisa menyelesaikan bagian data. Jadi, sebaiknya ...."Setiap kesimpulan harus didukung oleh data. Sementara itu, data diperoleh dari catatan eksperimen yang
Arnold berkata, "Kamu boleh menggunakan laboratorium kapan saja. Datang saja kalau kamu senggang."Nadine bukan hanya harus memahami setumpuk data yang diberikan Freya kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan hasil penelitian terkini di bidang terkait. Bahkan, masih ada topik tesis yang harus diselesaikan. Bisa dilihat bahwa dia sangat sibuk.Arnold tentu tahu kesibukan Nadine. Hanya saja, dengan kemampuan Nadine, seharusnya tidak ada masalah baginya.Kemudian, Arnold menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan saat berada di laboratorium. Setiap laboratorium memiliki fungsi yang berbeda, makanya yang harus diperhatikan juga berbeda. Nadine menyimak dengan cermat, bahkan mencatat beberapa poin penting."Untuk sekarang, cuma ada satu tim yang kupimpin. Selain aku, masih ada empat anggota di sini. Kuperkenalkan kalau ada kesempatan nan ...."Sebelum Arnold selesai berbicara, seorang pria berkacamata yang berusia 40-an tahun keluar dari ruang pantri. Tubuh yang tinggi dan tegap mem
Hal pertama yang muncul di pandangan semua orang adalah kaki ramping yang dibungkus sepatu bots. Di balik mantel berwarna camel adalah sweter berwarna putih. Dia menjinjing tas Hermes berwarna abu. Penampilannya sungguh modis dari atas hingga bawah.Mata Olive langsung berbinar-binar melihat Arnold. "Pak Arnold, selamat pagi!""Pagi." Arnold mengangguk ringan."Olive, kuperkenalkan dulu. Ini anggota baru, Nadine. Usianya lebih muda beberapa tahun darimu," ucap Wilfred.Saat ini, Olive baru menyadari ada orang baru di laboratorium. Senyumannya sontak membeku. Sebelumnya, dia adalah yang termuda di laboratorium ini. Semua orang mengalah kepadanya. Akan tetapi, dia memang punya modal untuk disanjung.Olive sudah tamat S2 dan menempuh pendidikan S3 di Universitas Brata. Kualifikasi akademik ini sungguh mengesankan. Selain itu, karena dia bisa bergabung dengan tim eksperimen Arnold, berarti kemampuannya memang tidak biasa.Nadine menyapa seperti biasa. Sementara itu, Olive mengangkat alisny
Wanita ini bahkan tidak repot-repot menutupi kebenciannya kepada Nadine. Kamila dan lainnya tidak menyangka Olive akan menolak. Suasana seketika menjadi canggung.Wajah Arnold menjadi suram. Wilfred memaksakan diri untuk mencairkan suasana. Dia berucap kepada Olive, "Aku sudah bantu kamu periksa data itu. Hasilnya paling lama besok pagi baru keluar. Jarang-jarang kita bisa kumpul lho. Pasti seru makan bersama.""Lagian, kita semua tahu betapa sibuknya Pak Arnold selama ini. Hari ini dia mau traktir. Masa kamu nggak menghargai ajakannya?"Wajah Olive awalnya terlihat agak kesal. Setelah mendengar kalimat terakhir Wilfred, dia diam-diam mendongak dan melirik Arnold. Wajah tampan itu terlihat suram. Meskipun begitu, Arnold tetap terlihat menarik.Pada akhirnya, Olive hanya bisa mengalah. "Ya sudah, aku juga nggak ingin merusak suasana."Wilfred menghela napas lega. Namun, pada saat yang sama dia merasa agak kecewa. Olive ini susah sekali dibujuk. Hanya Arnold yang bisa membuatnya berubah
Tak lama, hidangan mulai disajikan satu per satu ke meja.Mencium aroma makanan yang menggoda, perut Calvin langsung terasa lapar. Dia mengambil sepotong ayam dengan saus daun bawang yang dagingnya lembut dan berair. "Enak banget! Sudah lama nggak makan ayam dengan saus daun bawang yang autentik begini. Nggak salah aku ikutan hari ini."Mendengar ucapannya, Wilfred langsung mengambil sepotong untuk mencicipi. "Memang enak! Olive, kamu juga harus coba.""Nggak mau, aku lagi diet."Wilfred buru-buru menarik kembali sendoknya dan memindahkan ayam itu ke piringnya sendiri sambil tersenyum. "Kalau begitu, nanti waktu kamu nggak diet lagi, kita berdua bisa datang lagi, 'kan?"Olive memutar bola matanya dengan malas. "Siapa bilang aku mau datang lagi sama kamu?"Di sisi meja lainnya yang lebih ramai, Kamila terlihat dalam suasana hati yang baik. Dia menoleh ke arah Nadine, lalu bertanya dengan penasaran, "Nadine, aku belum sempat nanya. Berapa usiamu tahun ini? Kalau September nanti kamu baru
Saat itu, Kamila tiba-tiba angkat bicara, "Kalau memang akselerasi dari S1 langsung ke S3, Universitas Brata sebenarnya memang punya beberapa jurusan yang bisa mendaftar. Tapi syaratnya sangat ketat. Nadine, jurusan apa yang kamu ambil saat S1?""Bioinformatika.""Fakultas Ilmu Kehidupan?" Kamila kemudian menoleh ke arah Wilfred. "Sepertinya kamu lebih paham. Jurusan Bioinformatika punya program akselerasi S1-S3 nggak?"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Wilfred, termasuk Olive yang terlihat penuh rasa penasaran."Uh ...." Wilfred meletakkan sendoknya dan berpikir sejenak. "Umumnya, jurusan ini nggak punya program akselerasi S1-S3 ...."Olive langsung berdiri dengan tegas dan menatap Nadine dengan dingin. "Faktanya sudah jelas, mau ngomong apa lagi sekarang?"Namun, Kamila yang lebih teliti, memperhatikan pilihan kata Wilfred. "Wil, apa maksudmu 'umumnya'? Apa ada pengecualian?"Wilfred mengangguk. "Ada. Setiap tahun, Fakultas Ilmu Kehidupan biasanya menyediakan 1-2 'kuota penerima
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum