LOGINLeonard Arman Atmadja, CEO muda yang terkenal dingin, logis, dan perfeksionis, hanya mempercayakan jadwal kacau-balaunya pada satu orang. Alea Arananda. Asisten pribadinya yang nyaris tidak pernah salah—tenang, sopan, cekatan, dan selalu menjadi tameng bagi karyawan lain ketika Leonard berubah menjadi badai. Di kantor, Alea adalah definisi profesionalisme. Ia selalu patuh SOP, berbicara seperlunya, dan hadir kapan pun Leonard membutuhkan. Namun Leonard tak pernah tahu satu hal. Alea memiliki sisi lain yang tidak pernah ia tunjukkan di kantor. Begitu jam kerja selesai, Alea berubah total—nakal, genit, berani, bebas. Dan yang lebih besar lagi… Alea bukan sekadar asisten biasa. Ia adalah pewaris Arananda Group, salah satu perusahaan raksasa yang sering bekerja sama dengan keluarga Atmadja. Alea menyamar sebagai asisten hanya untuk satu alasan, ia ingin dekat dengan Leonard, lelaki yang diam-diam ia kagumi sejak pertemuan bisnis lalu. Hidup keduanya berubah ketika suatu malam, Leonard—yang sedang ditekan keluarganya untuk segera menikah demi menjaga citra keluarga besar Atmadja—tanpa sengaja bertemu Alea di sebuah club. Bukan Alea yang kalem dan sopan yang ia lihat setiap hari. Melainkan Alea yang asli, menggoda, liar, bebas… dan berbahaya bagi pertahanannya. Satu malam yang seharusnya menjadi “kesalahan” justru membuka pintu hubungan terlarang antara bos dingin dan asistennya. Di kantor, mereka tetap dingin dan profesional. Namun begitu pintu tertutup, hubungan mereka menjadi intens, intim, dan tak terhindarkan. Hubungan itu terus berkembang—sampai sebuah krisis perusahaan memaksa pemilik Arananda Group turun tangan. Saat itulah identitas Alea terbongkar di depan seluruh kantor. Kantor heboh. Media berspekulasi. Keluarga Atmadja menekan Leonard untuk memutuskan hubungan. Namun pada titik itulah mereka berdua menyadari. Tidak ada lagi alasan untuk menjauh. Tidak ada lagi batas posisi. Yang tersisa hanya perasaan yang sudah terlanjur terlalu dalam. Dan hubungan rahasia itu akhirnya bermuara di pelaminan—bukan lagi sebagai CEO dan asisten, melainkan sebagai dua pewaris besar yang memilih satu sama lain.
View MorePukul delapan tepat.
“Pak Leonard udah naik lift!”
Dalam beberapa detik, suasana kantor berubah seperti time-lapse: kemeja ditarik rapi, tumpukan kertas diratakan, gelas kopi disembunyikan, dan semua orang duduk tegap seolah tidak pernah bernapas sejak tadi.
Pintu kaca berlogo ATMADJA CORP. terbuka.
Sosok yang paling ditakuti sekaligus paling dikagumi itu masuk dengan aura dingin yang membuat AC kantor kalah telak.
Leonard Arman Atmadja.
Kemeja putihnya tersetrika sempurna, dasi hitamnya jatuh lurus, dan tatapannya—tajam, datar, menilai. Cara berjalannya membuat lantai seakan memberi ruang untuknya lewat.
Tidak ada yang menyapa.
Kecuali satu orang.
“Selamat pagi, Pak Leonard.”
Suara lembut itu datang dari sebelah kiri.
Alea Arananda—yang seluruh kantor kenal sebagai Ara, asisten pribadi sang CEO. Rambut coklatnya diikat rapi, make-up natural, kemeja pastel, dan clipboard di tangan. Tidak pernah telat. Tidak pernah salah. Tidak pernah terlihat goyah.
Ara berjalan di samping Leonard dengan langkah yang otomatis menyamai ritmenya.
“Agenda hari ini sudah saya siapkan, Pak,” katanya sambil menyerahkan tablet. “Ada meeting internal pukul sembilan, lalu presentasi investor pukul sebelas. Setelah itu—”
“Ada dua dokumen legal yang belum ditandatangani,” potong Leonard datar, tanpa menoleh.
Ara tidak tersinggung. “Sudah saya taruh di meja Bapak.”
Leonard mengangguk kecil—respon yang jarang ia beri pada siapa pun.
---
Begitu mereka memasuki ruang kerja besar bercahaya natural dari jendela setinggi dua lantai, Ara langsung menyiapkan kopi hitam tanpa perlu ditanya. Kebiasaan yang ia lakukan sejak hari pertama.
Leonard duduk, membuka laptop, kemudian berkata tanpa mengangkat kepala,
Ara tersenyum kecil—senyum profesional yang lembut.
Leonard sempat terdiam.
“Taruh di sini,” ucapnya pendek.
Ara meletakkan cangkir itu di sisi kanan meja. Ketika ia hendak mundur, Leonard kembali bersuara.
“Jangan lupa revisi proposal kemarin. Banyak bagian yang tidak presisi.”
Ara menatapnya sejenak. Bingung. “Proposal yang mana, Pak?”
Tatapan Leonard terangkat pelan. Nadanya turun setengah oktaf.
Ara tidak pernah lupa.
“Proposal pemasaran dari tim brand?” tanyanya lembut.
“Ya. Itu.” Leonard kembali menatap layar.
“Saya revisi, Pak.”
Ara menunduk sopan, lalu keluar dengan langkah ringan. Tidak ada rasa takut. Seolah dia sudah hapal kapan Leonard ketus karena stres dan kapan karena memang sifatnya begitu.
Begitu pintu tertutup, Leonard menarik napas panjang.
Dia selalu tahu apa yang kubutuhkan… bahkan sebelum aku sadar.
Pikiran itu segera ia tepiskan.
---
Di luar, Ara berjalan melewati deretan meja dengan aura yang langsung membuat para karyawan bernapas lega.
“Mbak Araaa… tolong. Presentasi kita mepet banget,” keluh salah satu staf.
“Santai. Nanti siang aku bantu beresin slide kalian,” jawab Ara sambil menepuk bahunya.
Dia menenangkan yang panik, merapikan dokumen karyawan lain, mengingatkan deadline, bahkan meminjamkan jaket pada staf yang kedinginan.
Ara benar-benar seperti malaikat kantor.
Tidak ada yang tahu bahwa begitu jam kerja selesai, “malaikat” itu berubah menjadi sosok yang sama sekali berbeda.
Tidak ada yang tahu bahwa setiap pagi ia berdiri di samping Leonard… sambil menyembunyikan debaran kecil yang tidak pernah hilang.
Tidak ada yang tahu bahwa Alea—si asisten sempurna—sebenarnya bukan sekadar asisten.
Dan Leonard…
Ara keluar dari lift Atmadja Corp dengan langkah yang jauh lebih cepat dari biasanya. Begitu pintu gedung menutup di belakangnya, semua yang ia tahan di dalam ruangan Leonard tadi pecah berantakan.Deg-deg-degan. Marah. Malu. Kecewa. Perasaan itu bercampur jadi satu.Angin sore menerpa wajahnya, tapi tidak cukup dingin untuk menenangkan kepalanya yang masih penuh adegan barusan: Claire menggandeng Leonard seperti miliknya, Leonard menahan Ara pergi, tatapan itu, ucapan itu—"Alea Arananda… kamu cemburu."Ara mengerjapkan mata keras-keras, berusaha menghapus kalimat itu dari kepalanya. Tapi tidak bisa. Kalimat itu justru menancap semakin dalam.Dia menatap layar HP. Ada pesan singkat dari sahabat lamanya, Rhea.Rhea:“Babe, tonight? Aku baru balik ke Indo. Lama banget ngga party. Plis bilang iya.”Ara menutup mata.Rasanya sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di club. Sejak kejadian di club Venom tempo lalu. Sebelum hidupnya diremukkan oleh mantannya—club adalah tempat ia melarika
Sore itu Atmadja Corp sudah mulai sepi. Hampir semua karyawan pulang setelah kekacauan Divisi Finance resmi diselesaikan. Leonard memberi instruksi terakhir dengan tegas, dingin, dan tanpa kompromi.Ara baru saja keluar dari ruang rapat ketika informasi terakhir masuk ke tablet-nya.“Semuanya sudah dibereskan, Pak. Angka yang dimanipulasi sudah diperbaiki. Divisi Finance akan mengirim laporan final malam ini,” ucap Ara sambil berdiri di depan meja kerja Leonard.Leonard mengangguk kecil. “Good job, Alea.”Ara menunduk, menyembunyikan senyum tipisnya.Namun ketenangan itu hanya bertahan lima detik.TING—Suara elevator berbunyi. Ara dan Leonard sama-sama menoleh.Pintu kaca ruang CEO terbuka. Dan seorang wanita masuk.Wanita itu cantik—cantik dengan cara klasik dan aristokrat: rambut bergelombang rapi, blazer premium, tas branded. Wajahnya menunjukkan kepercayaan diri yang tidak tergoyahkan.“Sayang?” panggilnya sambil melangkah masuk seolah ruangan itu miliknya.Ara langsung menegang
Ara sudah masuk lebih pagi dari biasanya. Bukan karena ada pekerjaan mendesak… tapi karena detak jantungnya sejak tadi malam belum stabil.Bagaimana bisa seseorang yang selama ini ia kagumi dari jauh—pria yang selalu dingin, nyaris tak tersentuh—tiba-tiba berubah menjadi sosok yang begitu dekat, begitu intens, begitu berbahaya bagi warasnya?Nyaris satu kecupan di ruang itu. Satu tarikan napas dekat telinganya. Dan dunia Ara mendadak kehilangan gravitasi.Ara menunduk di meja kerjanya, berusaha terlihat sibuk dengan kalender di layar. Tangannya yang biasanya stabil justru sedikit gemetar."Tenang… jangan sampai kelihatan," gumamnya pelan.Sialnya, tubuhnya punya ingatan yang terlalu baik. Setiap kali ia menutup mata sedikit saja, ia kembali merasakan genggaman Leonard di pinggangnya—hangat, kuat, dan sama sekali tidak profesional.Ara menepuk pipinya sendiri. Fokus. Fokus. Dia bukan cuma asisten… dia pewaris Arananda Group, masa depan perusahaan besar. Dia tidak boleh kehilangan k
Pagi di lantai 52 Atmadja Corp biasanya ramai dengan langkah cepat para staf, suara printer, dan bunyi telepon berdering.Tapi pagi ini ada ritme yang berbeda. Ada bisik-bisik kecil yang cepat menghilang tiap kali Ara lewat.Ara pura-pura tidak sadar. Rambutnya ia ikat rapi, kemeja biru muda dan rok hitam membuatnya tampak profesional… tapi tidak ada yang bisa menutupi aura berbeda yang ia bawa sejak kemarin.Aura yang Leonard kenal.Aura yang membuatnya menatap dua kali.Ketika Ara tiba di ruangannya—ruangan kecil tepat di samping kantor CEO—pintu Leonard langsung terbuka.“Masuk.”Nada suara itu tidak tinggi, tapi padat. Perintah yang tidak memberi ruang berpikir.Ara menutup pintu di belakangnya dan masuk.Leonard berdiri di depan jendela besar, tangan di saku celana, jas hitamnya memeluk tubuh sempurna yang selalu terlihat seperti difoto untuk majalah bisnis. Lampu pagi menyinari siluetnya.Tanpa menoleh, ia berkata,“Laporan cross-check kemarin sudah kamu kumpulkan?”Ara meletakk






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.