hai semuanya, apa kabar? gimana bab kali ini? semoga menghibur ya!! || Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.
Di depan aula kantor wali kota Dataran tinggi bagian barat Suma tara jiwa. Sekelompok orang tampak sedang berkumpul membahas sebuah masalah. “Ketika kami berpikir bahwa rencana kami berhasil karena bocah ini dia hanya mematung seperti boneka, namun siapa sangka bahwa tiba tiba para beruk mulai berhenti bergerak, dan mereka mulai terjatuh dengan teriakan meringis layaknya kesurupan.” Menjelaskan dengan sedikit tidak percaya. Setelah mendengar penjelasan dari orang yang bertanggung jawab atas insiden ini, sosok yang lebih muda dari kelompok karambia tampak marah melihat ke arah wali kota. jelas dia menanti pertanggungjawaban. Wali kota yang sadar akan tatapan kesal dari seseorang pun hanya bisa tertawa canggung. “Hahahah, ini hanya kesalah pahaman. Mari kita masuk untuk membuat masalah ini lebih nyaman.” Berusaha tersenyum ramah mengajak. “Uwuwuwuwu Ucup bangun uwuwuw.” Tangisan gadis dari kelompok keluarga karambia. Sosok yang lebih muda menatap gadis itu dengan sedikit prihatin
Di sebuah bengkel pandai besi milik seorang yang ada di kota dataran tinggi. “Tang!” “Ting!” “Tang!” Suara nyaring dari tabrakan benda logam pun memenuhi ruangan. Sosok kakek yang cukup enerjik sedang menempa sebuah pedang di hadapannya. Dia sangat berkonsentrasi dengan itu semua tampak sangat telaten dan bertekad. Suasana ruangan bengkel itu tampak sangat panas. Dengan memicingkan matanya sosok kakek tua itu mulai bergumam. “Tampaknya waktunya sudah siap untuk mulai.” Mengangkat pedang itu melihat detailnya dengan seksama. Datuk merah mulai meletakan besi setengah jadi itu ke dalam wadah berisikan air yang terlihat kental. Selanjutnya dia mulai menyiapkan beberapa barang secara teliti dari waktu ke waktu. Kini kakek itu sudah siap dengan seluruh hal yang akan digunakannya. Kakek itu duduk bersila menutup matanya dengan khusyuk. Setelah beberapa saat, sejumlah uap putih yang panas mulai merembes keluar dari pori pori kakek itu. Dia melakukan kegiatan itu cukup lama. ... Di
“Duar!” Suara memekakkan telinga terdengar di salah satu sudut kota dataran tinggi. “Datuk! datuk!” teriak Surya cemas. Dengan sangat prihatin, sosok remaja itu langsung menghampiri tempat datuk merah berdiri sebelumnya. Namun, sebelum dia bisa sampai tepat waktu ke arah yang ia tuju, sapuan energi panas mulai menerpa ke arahnya. Dengan energi itu membuat pandangan dalam bengkel yang awalnya misterius kini berubah menjadi terang dan jelas. Seorang lelaki tua tampak memegang sebuah benda di kedua tangannya dengan bertekad. Giginya yang putih sudah lama terkuak saat dia mencoba menyalurkan energi benihnya secara besar besaran. Surya yang melihat ke arahnya hanya bisa diam diam takjub. “ ... “ Tempat itu kini menjadi tenang setelah badai. Namun meskipun tempat itu menjadi tanpa suara, proses pembentukan pedang itu terus berlanjut. Serat serat yang ada di bilah pedang itu kini menyembunyikan setiap utas kata yang terukir di bagian itu. Prosesnya tidak terlalu cepat, namun jelas
Di Kawasan hutan yang gelap, seorang remaja sedang berjalan perlahan sembari memikirkan sesuatu. Remaja laki laki itu tampak sedikit bingung. Sosok pemuda laki laki itu adalah Surya yang hendak pulang ke guanya setelah seharian bekerja di bengkel datuk merah. Dia berjalan perlahan beberapa waktu hingga akhirnya indra surya yang sensitif mulai mendengar suara yang cukup riuh di salah satu sudut hutan gunung Agung. Tampak kesal, Surya langsung berlari ke arah suara itu dengan mengutuk. “Bandit bandit sialan ini, mereka selalu saja mengganggu di hutanku.” Berfikir akan menjumpai beberapa bandit acak, Surya malah menemukan sesuatu yang mencengangkan ketika dia sampai di sumber suara. Sekelompok orang misterius sedang mengepung dua wanita cantik yang tampak lemah. Saat kedua wanita itu benar benar terpojok, salah satu orang misterius mulai tertawa serakah. “Hahahah, mengapa kita sangat beruntung? Kita tidak sempat untuk bermain dengan perempuan karena tugas kita. Tapi mereka malah m
Di dalam hutan yang gelap, hiruk pikuk yang cukup kacau terjadi di area itu. sekelompok orang misterius melihat ke arah seorang pemuda dengan tatapan aneh dan tidak percaya. “Pralaya?” “Bagaimana pedang Pralaya bisa bersamamu?” tanya seorang yang tampak berpengaruh di kelompok misterius itu. Di sudut lain sosok pemuda yang mendengarnya tak lain adalah Surya. dia juga tampaknya sedikit bingung tentang apa yang terjadi. “Lagi, sudah beberapa kali orang mengenali pedang jelek ini,” kata Surya bingung dalam hati. Sementara Surya sedang berpikir, keheningan terjadi karena pihak lain menantikan jawaban dari Surya. Melihat Surya yang tampak sedikit berpikir. pemimpin kelompok orang misterius itu hanya bisa menebak-nebak. Ada banyak spekulasi yang terjadi di pikirannya. “Penjagal kida, sudah lama tidak melapor ke atasan.” Melihat ke arah pedang pralaya dan Surya, dia mulai bergumam lagi dalam hati. “Beruang bodoh itu tidak mungkin berkhianat karena pedang itu. jika begitu ...” wajahn
Di depan gerabang kota Dataran tinggi, kekacauan mulai terjadi Ketika suara teriakan tinggi dan gumaman pelan mulai menyatu di gelapnya malam. “Hey apakah kalian dengar kalau beberapa orang keluarga bareh baru saja ditemukan terluka di depan gerbang?” kata lelaki cungkring. “Ya aku juga mendengarnya bahwa dua orang dari keluarga bareh terluka sangat parah.” “Aku juga mendengar akhir-akhir ini banyak fenomena penyerangan dan binatang buas. Namun aku tidak menyangka bahwa itu sebenarnya bukan rumor,” Kata si gendut dengan suara pelan. “Mana mungkin hanya rumor jika wali kota sudah mengumumkan agar kita hati hati.” Pria berkepala botak berkata dengan semangat. “Oh benar aku baru ingat itu. baru beberapa saat yang lalu walikota mengatakannya, namun kini sudah ada korban lagi.” Si gendut mengangguk setuju. “Cih kota kita makin tidak aman saja.” Kata lelaki cungkring dengan menyesal. Sementara warga biasanya hanya bisa merasa menyesal, sekelompok orang orang dari keluarga besar hanya
Di salah satu tempat yang kacau, dapat dilihat seseorang memiliki kekuatan magis sedang melompat ke satu arah. “Kaboom!” Pemimpin bandit yang kini tubuhnya sudah berwarna hijau mundur kembali dengan mantap. Dia cukup puas dengan serangan yang baru saja dia lancarkan. Namun ketika melihat ke arah dimana serangannya tertuju, pemimpin bandit itu hanya bisa merasa tidak percaya. Bukan sosok manusa terluka yang dia dapati, namuan monster harimau dengan tubuh manusia berdiri kokoh mengakar di tempat itu. “Sial, apa yang terjadi sekarang?” tanya pemimpin bandit itu heran. Sementara itu, sosok yang berbentuk harimau humanoid itu hanya berdiri tegak tidak bergerak. Sosok itu tidak lain adalah Surya. Surya pada awalnya sangat senang Ketika tempo pertarungan melambat, dia berpikir bahwa pertarungan berada di bawah kendalinya. Dengan premis itu, Surya mulai memfokuskan energi benih yang ada di tubuhnya untuk berubah ke bentuk manusia harimaunya. Semua itu berjalan sesuai rencana pada awaln
Di sebuah gua yang gelap dan sunyi. Tampak ada sosok yang berantakan berjalan dengan susah payah di mulut gua. Sosok itu memegang dinding untuk menopang dirinya agar tidak terjatuh. “Ahh sakit sekali.” Sosok itu mengeram kesakitan sambil melemparkan pedang yang ia pegang dengan salah satu tangannya ke arah acak. Sosok yang kacau itu adalah Surya. “Huff hampir saja, untung aku masih bisa bergerak meskipun tidak cepat.” Surya mulai berjalan perlahan ke arah di mana batu besar tempat dia biasa tidur berada. Dengan sangat hati hati sosok itu akhirnya bisa sampai dan duduk dengan posisi yang sangat canggung. Surya mulai mengatur nafasnya yang kacau dan berat sebelum menutup matanya dengan khusyuk. Setelah hening beberapa saat, Surya akhirnya membuka matanya dan perlahan membuka setiap pakaian yang dikenakannya. Dengan Gerakan itu, sejumlah besar luka merah kering dan basah mulai terlihat di remang remangnya malam. Surya mulai mengambil pencahayaan untuk menemani malamnya yang gela