Share

Bab 5

Kayn langsung bangkit dan sedikit menjauh dari Verlyn setelah mendengar perkataan Verlyn. Entah apa yang ada di pikirannya sampai berani mengatakan hal seperti itu.

"Cukup mengejutkan kau wanita seperti ini, Nona Verlyn," puji Kayn.

Verlyn menggeleng. "Kau benar, aku seperti ini hanya kepada seseorang yang aku sukai–saja." Verlyn bangkit dan melangkah kembali mendekati Kayn.

"Apa yang ingin kau lakukan lagi padaku, Nona Verlyn?" tanya Kayn dengan nada dingin.

"Aku suka padamu, saat pandangan pertama! Bukankah ini seperti pernyataan cinta?" ujar Verlyn sembari tersenyum.

Kayn menatap Verlyn kesal. "Sebelum menyatakan cinta kepada seseorang, seharusnya kau memikirkan terlebih dulu apakah itu benar rasa cinta atau hanya rasa kagum sementara." Kayn melangkah melewati Verlyn yang ada di depannya dan pergi ke arah pintu.

Verlyn membalikkan badannya. "Lihatlah sifat arogannya itu, aku sangat menyukainya!" Verlyn pergi ke sofa untuk mengambil tas selempangnya dan ikut melangkah keluar dari ruang perjamuan setelah Kayn.

Setelah berada di luar ruangan, para pengawalnya yang sedari tadi menunggu di luar, langsung mendatangi Verlyn.

"Nona apa pertemuannya berjalan dengan lancar?!" tanya Divan.

"Tuan Kayn tidak melakukan hal yang membuat Nona terganggu, kan?" tanya Farga.

Verlyn menghela nafas dan tersenyum kepada mereka. "Pertemuanku dengan Tuan Kayn berjalan dengan lancar dan kami hanya berbincang saja tanpa melakukan hal apapun," jawab Verlyn sedikit berbohong.

"Syukurlah jika berjalan lancar. Kami lihat Tuan Kayn tampak kesal setelah keluar dari ruang perjamuan tadi," ujar Saron.

"Ya, kami berpikir sudah terjadi sesuatu di dalam yang membuat Tuan Kayn seperti itu," lanjut Regil.

"Kesal?" tanya Verlyn berpura-pura tidak tahu.

Mereka kompak mengangguk. Verlyn menoleh dan melihat Kayn dari kerjauhan yang sedang berbincang dengan para staf lalu menghilang dari pandangannya setelah masuk ke dalam lift.

"Entahlah, mungkin dia tidak mendapatkan apa yang dia inginkan?" ujar Verlyn tenang.

'Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan kesalnya, ya? Imutnya!'

"Ayo kita pergi sekarang!" lanjut Verlyn.

"Baik, Nona Verlyn," jawab para pengawalnya serempak.

Verlyn dan para pengawalnya melangkah keluar dari perusahaan Vyntie dan belum sempat menaiki mobilnya, Verlyn di telepon oleh Kaze.

"Aku akan mengangkat telepon dari Ayahku dulu," ujar Verlyn.

Para pengawal mengangguk dan Verlyn langsung mengangkatnya.

"Hallo, Ayah. Ada apa?"

"Apa pertemuanmu dengan Kayn sudah selesai? Kau tidak membuat masalah, kan?" tanya Kaze.

"Sangat lancar, Ayah. Tidak ada yang perlu Ayah khawatirkan. Aku melakukannya dengan baik!" jawab Verlyn dengan percaya diri.

"Baguslah, untuk sekarang kau jangan langsung pulang ke rumah."

"Oh! Apa aku boleh bermain dan berjalan-jalan hari ini?" tanya Verlyn senang.

"Tidak, Tuan Presdir Khalix ingin bertemu denganmu hari ini. Dia menyuruh Ayah untuk memintamu datang ke rumahnya sekarang setelah pertemuanmu dengan Kayn selesai."

"Apa?! Pertemuan lagi? Jangan bercanda, Ayah!" balas Verlyn kesal.

"Ini demi dirimu, alamatnya sudah Ayah kirim ke Pak Rian. Jangan mengeluh dan cepatlah berangkat!"

"Tapi Ayah–"

Tut!

Telepon di tutup oleh Kaze, membuat Verlyn merasa kesal. "Pertemuan lagi-pertemuan lagi!" Verlyn memasukkan ponselnya ke dalam jas dengan kasar dan langsung menaiki mobilnya.

"Langsung saja menuju lokasi, Pak Rian," perintah Verlyn.

"Baik, Nona." Mobil mulai melaju dan pergi ke tempat tinggal Tuan Presdir Khalix.

Lima belas menit perjalan, Verlyn sampai di depan gerbang besar berwarna hitam dengan dua penjaga di dalamnya. Penjaga tersebut membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan mobil Verlyn dan para pengawalnya masuk.

Verlyn melirik ke arah jendela mobil dan takjub melihat taman yang luas di sertai bunga yang berwarna-warni. "Indahnya! Sangat asri dan hijau!" puji Verlyn.

Mobil berhenti di depan rumah yang megah berwarna biru muda. "Oh, iya! Parfum!" Verlyn mencari parfum di dalam tasnya dan menyemprotkannya di sekitar leher, pergelangan tangan dan pada pakaiannya dari atas sampai bawah.

Pak Rian turun dan sudah membukakan pintu mobil untuknya, Verlyn menghelas nafas terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil dan menyemangati dirinya sendiri.

"Oke, bersikaplah selayaknya anak yang baik di depan mereka. Kau bisa, Verlyn!" ujarnya.

Verlyn turun dan sudah di tunggu oleh seorang pria tinggi dengan rambut berwarna hitam dan dan bola mata berwarna biru navi sama seperti Kayn. 'Pasti dia adalah Tuan Presdir Khalix Cillion Viondra, lalu wanita di sebelahnya itu.'

Wanita dengan rambut hitam dan bola mata berwarna merah muda sedikit tua langsung segera menghampirinya dan memegang tangan Verlyn dengan senang.

"Ibu sangat ingin bertemu denganmu, Verlyn! Kau lebih cantik dari yang Ibu pikirkan!" puji wanita tersebut.

'Ah, ya! Aku ingat, wanita ini adalah istri dari Tuan Presdir Khalix, Nyonya Villian Raydena Viondra.'

Verlyn tersenyum. "Nyonya Villian bisa saja, saya tidak secantik itu kok," balas Verlyn senang.

"Panggil Ibu saja, Verlyn. Kau sudah Mama anggap sebagai anak sendiri!" ujar Villian lembut.

"Hehe–baik, Ibu!" Verlyn senang karena pertemuan yang di kira Verlyn akan menyeramkan justru sebaliknya, dimana Khalix dan Villian menyambutnya dengan baik.

"Panggil aku, Ayah. Oke?" ujar Khalix di belakang Villian.

"Baik, Ayah!" balas Verlyn semangat.

Pak Rian dan para pengawalnya berjaga di luar, sedangkan Verlyn sedang berbincang dengan Khalix dan Villian di ruang tamu.

Salah satu pelayan datang membawakan minuman untuk mereka, Verlyn teringat bahwa Pak Rian, Farga, Divan, Saron dan Regil belum minum sama sekali.

"Ibu, bolehkah aku meminta sesuatu," ujar Verlyn.

Villian mengangguk. "Bilang saja, Verlyn. Apa yang ingin kau minta?"

"Maaf jika ini tidak sopan." Verlyn menelan ludah sebelum melanjutkan bicara. "Bolehkah aku minta di buatkan minuman seperti ini untuk supir dan para pengawalku? Mereka belum minum sama sekali," pinta Verlyn.

Khalix dan Villian tampak terkejut mendengar permintaan Verlyn, membuatnya menjadi semakin gugup dan merasa telah salah bicara.

"M–maafkan aku!" ujar Verlyn gugup.

Khalix dan Villian menatap Verlyn heran lalu tiba-tiba tertawa. "Kenapa kau meminta maaf, Verlyn. Haha," ujar Villian sambil tertawa.

"Kau tidak salah, Nak. Hanya saja kami kagum dengan sikap kepedulianmu itu," puji Khalix.

"Benar, jarang sekali ada orang sepertimu yang mempedulikan hal semacam ini," lanjut Villian lembut dan memanggil pelayan untuk membuatkan lagi minuman yang sama.

"Berikan minuman tersebut kepada supir dan para pengawal Verlyn di luar," perintah Villian.

"Baik, Nyonya." Pelayan wanita tersebut membungkukkan badan lalu pergi.

"Terima kasih! Ayah, Ibu," ucap Verlyn.

"Ini bukan hal yang besar kok. Kami memang tidak salah memilih calon menantu!" ungkap Khalix bangga.

Villian mengangguk tanda setuju dan Verlyn hanya tersenyum malu. Di saat mereka melanjutkan pembicaraan, seseorang masuk ke dalam rumah.

"Ayah, Ibu. Aku pulang!" ujarnya.

"Selamat datang, anakku–Kayn," sambut Villian.

Kayn tersenyum dan menoleh ke arah wanita yang duduk di sebelah Villian. "Ibu, siapa dia?" tanya Kayn.

Wanita itu menoleh. "Hai! Kita ketemu lagi, Kayn!" sapa Verlyn dengan senyuman.

"Kau?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status