Lagi, lagi dan lagi Paula membawa Winter ke tempat yang mewah di mana tidak sembarangan orang bisa masuk dan bergabung.Winter di bawa pergi ke sebauh restaurant yang berada di jantung kota.Mobil yang mereka tumpangi berhenti cukup jauh dari bangunan restaurant. Mereka harus berjalan melewati sebuah kolam besar yang yang memiliki air mancur besar dan beberapa patung di atasnya.Di sepanjang sisi jalan terdapat pohon yang menaungi mereka agar tidak kepanasan.Langkah Paula terhenti tiba-tiba, gadis itu berbalik dan menatap Winter dengan hangat dan tersenyum.“Winter.” Paula meraih tangan Winter dan menggenggamnya.Tanpa perlu Paula katakan, Winter sudah bisa merasakan ke mana arah Paula akan berbicara.“Hari ini aku mengundang teman-teman sekelasku untuk ikut makan bersama. Aku tidak menyangka jika mereka memilih restaurant yang mewah seperti ini. Aku tidak tahu makanan apa yang nanti akan mereka pilih. Kau tahu kan, aku tidak memiliki uang, bisakah kau membantuku?” tanya Paula denga
Para gadis yang berkumpul terlihat sangat senang membicarakan hal-hal yang membosankan bagi jiwa Kimberly.Winter diam dalam keramaian orang-orang yang berbicara tanpa mempedulikan keberadaannya, atau mungkin mereka memang menganggap Winter tidak ada di antara mereka.Winter mendengus geli teringat kenangan kecilnya di masa lalu.Dulu, saat dia menjadi Kimberly, dia adalah pusat perhatian, semua pandangan tertuju kepadanya dan mengatakan betapa luar biasanya hidup Kimberly yang sempurna. Orang-orang berlomba-lomba berusaha untuk mengikuti gaya berpakaian, riasan dan gaya rambut Kimberly seakan dia adalah kiblat kecantikan.Kini, dia menjadi Winter Benjamin, seseorang yang tidak di anggap keberadaannya, orang-orang menganggapnya tidak ada. Jangankan untuk berbicara, untuk menatap sekalipun mereka terlihat enggan.Betapa menyedihkannya kehidupan Winter.Winter memiliki segalanya, bahkan dia jika dia mau, dia bisa membeli sebuah pertemanan dengan uangnya, namun mengapa dia menjalani kehi
Paula bersedekap dengan ekspresi dinginnya menatap tajam Winter. “Kenapa lama?.”Aura kuat Paula yang jahat bisa Winter rasakan, namun tidak ada setitikpun sebuah rasa takut di hatinya. Apa yang Paula lakukan tidak lebih dari seorang pecundang yang tengah berusaha terlihat kuat untuk menyembunyikan semua kekurangan di dalam dirinya.Winter tertunduk tidak mau menatap mata Paula, dia tidak boleh menatap Paula karena tidak ada ketakutan di mata Winter. Jika Winter tidak dapat menunjukan ketakutannya, maka Paula akan curiga.Dalam beberapa langkah Paula mendekat dan berdiri di hadapan Winter. Paula meraih wajah Winter dan mencengkramnya dengan kuat, lalu mengangkatnya, melihat mata Winter yang tetap melihat ke bawah.“Ada apa denganmu Winter?” tanya Paula terdengar seperti bisikan.“Apa maksudmu?”Paula melepaskan cengkramannya dengan jijik dari wajah Winter. “Jangan membohongiku lagi! Aku tahu kau sudah berubah.”Perlahan Winter mengangkat pandangannya dan membalas tatapan Paula, “Kena
Tubuh Paula gemetar hebat dengan wajah pucat pasi penuh sangat tertekan karena di cecar banyak pertanyaan polisi. Paula tidak bisa berkata apapun karena dia sendiri bingung siapa yang sudah membuat dompet itu berada di dalam tasnya.Paula tidak bisa membela diri karena melalui cctv terekam jelas jika Paula mengambil uang dari dompet itu untuk membayar makanan.Rasa malu dan takut bercampur satu mengusai hati dan kepalanya. Paula sangat takut di tahan atas pencurian, di sisi lain dia juga malu karena teman-temannya melihatnya, bahkan Paula langsung di blacklist dari restaurant.Wanita Rusia itu terlihat harus berbicara banyak dengan perwakilannya lalu memutuskan untuk mencabut tuntutannya karena Paula masih anak sekolah, namun tuntutan itu akan di cabut dengan syarat bahwa Paula harus membayar ganti rugi karena sudah membuat pertemuan penting wanita Rusia itu batal karena harus mencari dompetnya terlebih dahulu.Rahang Paula mengeras menyembunyikan setumpuk kemarahan kepada Winter. Seh
Suara musik terdengar mengalun samar di dalam ruangan. Dinding kaca terbuka lebar memperlihatkan banyak perapian yang menyala di dalam ruangan. Namun tidak menunjukan keberadaan seseorangpun di dalamnya karena sang pemilik tengah diam termenung di luar menikmati dinginnya malam yang gelap.Dalam kesendiriannya, Marius duduk di pinggiran kolam, satu tangannya memegang segelas anggur, dan tangan lainnya menggenggam sebuah sebuah jepitan rambut cantik yang dulu pernah melekat di rambut indah seorang perempuan yang begitu dia cintai.Kini Marius tidak dapat lagi meletakan jepitan cantik itu lagi di rambutnya.Marius hanya bisa melihat gelapnya langit yang selalu mengingatkan dirinya saat dia kehilangan wanita itu.Setiap menatap langit malam, Marius selalu merasa bahwa dia masih berada di malam yang sama dengan waktu sama saat dia kehilangan wanita yang di cintainya.Malam yang buruk itu terjadi beberapa tahun yang lalu..Waktu sudah berjalan sangat jauh, namun Marius masih berada di temp
“Apa yang terjadi? Kenapa mereka tidak membukanya?” tanya Lana penasaran.“Aku juga tidak tahu,” jawab Paula.Lana menekan-nekan klakson beberapa kali. Hari ini Lana dan Paula berkunjung ke rumah Winter. Ini bukan yang pertama kalinya mereka berkunjung, karena itu mereka sedikit bingung ketika kedatangan mereka tidak di sambut seperti biasanya.“Kenapa dengan mereka? Mereka sangat kurang ajar,” omel Lana marah, tidak seperti biasanya kedatangannya ke rumah Winter di persulit.“Tunggu sebentar.” Paula memutuskan untuk keluar dari mobil dan menekan bel rumah Winter, dari kejauhan dia melihat seorang pria berpakaian serba hitam berlari ke arahnya.“Kenapa kau tidak membukanya hah? Apa kau tuli?” Teriak Paula menjukan sifat arogansinya seperti tuan rumah “Cepat buka!.”Pria berkacamata hitam mengenakan pakaian serba hitam itu memasang wajah tanpa ekspresi, “Anda sudah mendapatkan izin? Hari ini keluarga Benjamin tidak menerima tamu siapapun.”“Apa maksudmu?” teriak Paula merasa terhina. “
Sebuah kapal pesiar mewah berlayar di lautan. Langit yang hangat, lautan yang biru dengan angin yang tidak kencang membuat Vincent terlihat senang mendayung di sekitar kapal.Di sisi lain, Benjamin terlihat tengah duduk di sisi kapal, Benjamin tengah memancing bersama Lessy, kedua pria paruh baya itu menikmati waktu bersantai mereka dengan menangkap ikan dan sambil berbicara.Sementara Marvelo, pria itu memilih untuk duduk dan bersantai sambil membaca buku dengan serius. Suasana hati Marvelo terlihat tidak begitu baik hanya dengan melihat raut wajahnya.Berbeda dengan Winter yang kini masih berada di dalam kapal. Gadis itu tidak kunjung keluar kamar sejak setengah jam yang lalu.Winter sibuk mencoba satu persatu bikini yang dia bawa untuk di gunakan berjemur. Namun apa yang dia rencakan sepertinya gagal.“Sialan!” Winter memaki kesal seraya membanting bikini-bikini yang di belinya.Tidak ada satupun yang cocok dia pakai dan membuat dia percaya diri. Semakin Winter melihat cermin deng
“Benarkah? Dari sikapmu itu, kau terlihat seperti pria yang suka bilang benci, tapi ternyata cinta.” “Jaga bicaramu Winter. Kau terlalu besar kepala dan percaya diri. Aku bersikap baik kepadamu karena kasihan betapa menyedihkan dan tidak bergunanya hidupmu” jawab Marvelo dengan sedikit teriakan dan suara yang terbata.“Tapi kemarin kau terlihat khawatir padaku. Sebenarnya kau memang suka padaku tapi arght_” pegangan Winter pada sisi kapal membuat satu kakinya tidak mampu lagi menopang tubuhnya dan membuat Winter terjatuh ke lantai dengan bokong terlebih dahulu membentur lantai dan satu kaki yang masih berada di sela pagar kapal.“Lihatlah dirimu, sudah aku bilang. Kau merepotkan,” komentar Marvelo tanpa berniat membantu.“Brengsek” bisik Winter mengumpat, merasakan tulang ekornya terasa seperti menembus bokongnya. “Bantu aku!.”“Tidak mau. Nanti kau akan berpikir aku benar-benar menyukaimu,” tolak Marvelo. Marvelo langsung beranjak dan pergi ke sisi kapal lain untuk menerima panggil