kalau memang benar harta warisan yang bukan haknya di miliki seseorang dengan dalih di jaga dan di rawat akan membuat mereka tidak berkah, itu salah. justru kehidupan mereka jauh lebih sukses dari anggota keluarga yang lainnya. "Itu karena Tuhan belum menegurnya, makanya mereka semakin maju dan sukses." namun, di balik kesuksesan yang dipandang oleh orang lain, ada rasa yang tidak nyaman serta bersyukur kepada sang pencipta. ikuti kisahnya, kalau ada nama, tempat dan kejadian yang sama, itu hanya kebetulan belaka. Sebab, ini hanyalah kisah fiksi saja. selamat menikmati, jangan lupa subscribe, like serta komen agar saya bisa semakin semangat nulisnya.
View More"Sudahlah Pak, suruh saja Kang Tarjo buat rumah di bagian yang jauh sana! Tanah milik Bapak yang berada di belakang rumahnya Lek Pahing, ngapain juga di dekat sini. Bikin rusuh, orangnya saja pemalas, miskin gitu," bujuk Yu Surti.
Pak Sugi yang sedari tadi berpikir akan memberikan bagian tanah kepada anak lelakinya itu, terdiam sesaat karena bujuk rayu dari anak perempuannya yang selalu saja bicara dan tidak mau diam. Mak Siti istri Pak Sugi hanya menghela nafas berat mendengar celoteh putrinya dengan sesekali melirik ke arah suaminya.Pak Sugi menikahi Mak Sitii dan mempunyai delapan anak, Kang Tarjo adalah anak nomer tiga dan masih mempunyai adik lelaki satu yang telah sukses menurut orang desa karena menjadi aparat negara. Anak lelaki bungsu mereka yang selalu dibanggakan bekerja sebagai mandor bangunan di kota besar.Kang Tarjo masih mempunyai tiga orang Kakak, yang sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri. Tidak seperti anak-anak perempuan Pak Sugi lainnya, meski Yu Sumi juga anak perempuan tetapi banyak diam tidak terlalu ikut campur urusan orang tua.Sedang dua Kakak Kang Tarjo, sama halnya dengannya. Diam, tidak banyak bicara. Entah, kenapa anak-anak perempuan Pak Sugi seolah seperti lelaki yang ingin berkuasa atas segalanya."Lagian dia kan tidak pernah membantu Bapak kerja dari saat muda Pak, kasih saja bagian yang jauh sana!" bujuknya lagi dengan mengelus lengan lelaki yang sudah sepuh tapi masih terlihat bugar itu."Atau … kasih yang di pinggir sungai saja, Pak, hihihihi …" imbuh Yu Sarni dengan tawa cekikikan."Kamu bisa diam tidak Surti, Sarni ... bagaimanapun juga Tarjo itu Kakak kandung kalian. Seharusnya kalian hargai dia sedikit saja, dan … keputusan Bapak tidak bisa diganggu gugat. Tarjo akan mendirikan rumah di samping rumahku. Yang dekat jalan raya, karena bagaimanapun dia adalah anak lelaki. Tidak boleh kalah sama kalian anak perempuan!" bentak Pak Sugi yang membuat kedua putrinya tidak berkutik setelah keputusan diambil oleh dan Bapak.Baik itu Yu Surti dan Yu Sarni, anak perempuan Pak Sugi yang sejak pertama mendengar kalau Kang Tarjo ada niat ingin memisahkan diri dari orang tuanya, dan membangun rumah mereka sendiri. Memberi masukan kepada sang Bapak agar di jauhkan saja jarak antara mereka, sebab malu. Begitu kadang pikiran yang terlintas di benaknya.Gegas mereka membubarkan diri setelah Pak Sugi beranjak keluar dan memanggil Kang Tarjo untuk mengukur tanah yang akan menjadi bagiannya dan ditempati. Dengan cekatan Kang Tarjo mengukurnya dengan didampingi istrinya Yu Mini.Di dalam hati mereka bersyukur, setelah sekian lama dijadikan seperti seorang pembantu di rumah mertuanya oleh adik-adik iparnya, akhirnya akan memiliki istana meski hanya berdinding bambu. Keluarga kecil mereka akan mendapatkan kenyamanan dalam hidup tanpa gangguan dari mereka yang julidnya melebihi netizen plus enam dua."Alhamdulillah Pak, akhirnya cita-cita kita terkabul. Doa kita diijabah olehNya. Besok Emak akan pergi ke rumah Bapak, minta bantuan untuk bisa ikut mendirikan rumah sederhana kita," ucapnya pada sang suami."Iya, nanti … sapinya di jual saja Mak, buat tambah-tambah, ya …" ucap Kang Tarjo sama Yu Mini.Mengangguk Yu Mini menjawab suaminya yang sambil berkeliling di atas tanah yang akan didirikan rumahnya kelak. Memutari sambil sesekali tersenyum dan menengadah ke atas, mengucapkan syukur yang tiada terkira."Sudah dapat rumah belum, Jo?" tanya Pak Sugi."Sudah Pak, rumahnya Kang Joko. Kemarin saya sudah kesana dan minta ijin padanya. Untuk harga kita sudah musyawarahkan kok, tinggal cari hari yang baik untuk mencabut rumahnya nanti." Kang Tarjo menjawab pertanyaan Bapaknya dengan semangat menggebu.____Flashback on."Itu Pak, rumah tengah jual saja sama Tarjo. Kasihan, harus kumpul terus sama mertua dan ipar-ipar yang kurang baik. Biar mandiri dan punya rumah sendiri. Apa kamu nggak kasihan sama adikmu itu?" kata Yu Kesi pada sang suami yang sedang mengelinting rokok dari kulit jagung."Iya, nanti kalau kesini tak kasih tahu padanya untuk membeli rumah itu. Daripada beli ke orang lain," jawabnya dengan masih menyiapkan rokok kesukaannya."Assalamualaikum, Kang … apa kabarnya?" sapa Kang Tarjo yang datang ke rumah Kang Joko."Wa'alaikumsalam, masuk Jo," jawab Kang Joko dan Yu Kesi serempak."Maksud saya ke sini hendak membeli rumah yang Kang Joko tawarkan kala itu, apa masih berlaku, Kang?" tanya Kang Tarjo dengan sedikit bergetar."Masih, tadi barusan Mbak Yu mu bilang seperti itu," jawab Kang Joko dengan senyum sedikit dan menoleh ke arah istrinya.Setelah berbincang panjang lebar, akhirnya keputusan diambil bersama. Rumah Kang Joko dibeli Kang Tarjo dengan harga yang sedikit miring, sebab tidak tega melihat adiknya yang belum punya rumah. Semoga dengan keputusan ini mereka bisa bahagia tanpa harus mendengarkan gunjingan dari adik-adik iparnya.Flashback off._____"Ya sudah, kamu segera ke rumah Mbah Kasno untuk tanya hari baiknya. Biar segera kita bangun rumah kamu!" perintah Pak Sugi kepada anaknya.Rumah di bangun dengan cara gotong royong bersama tetangga kanan kiri juga saudara. Beramai-ramai masih menjaga kekeluargaan dan erat dalam tali persaudaraan antar tetangga. Akhirnya rumah Kang Tarjo berdiri dengan gagah meski hanya berdindingkan bambu.Setiap hari, Kang Tarjo beserta istri membuat dinding bambu dengan telaten. Bambu milik Pak Sugi Bapaknya sendiri tanpa harus lagi membeli. Jika sudah selesai, maka akan dipasang pada sisi kanan dan kiri rumah yang telah di bangun.Semilir angin yang masuk saat malam tidak membuat mereka kedinginan, karena telah ditempeli koran bekas supaya tidak terlalu banyak angin yang masuk. Pintu pun masih terbuat dari bambu, terasa nyaman dan bersyukur meski sederhana yang penting bahagia.Listrik masih ikut dengan Pak Sugi, meski jika subuh tiba akan dicabut colokannya dan berganti dengan temaramnya lentera yang terbuat dari minyak tanah dengan botol minuman bekas yang terbuat dari gelas kaca."Alhamdulillah, semoga kelak bisa punya token listrik sendiri ya Pak. Di mulai dari yang kecil-kecil dulu karena rezeki kita juga nggak banyak. Yang penting, punya rumah sendiri. Itupun sudah amat sangat bahagia," ucap Yu Mini suatu sore tatkala sedang duduk santai di teras rumahnya."Amin," serempak Kang Tarjo dan Reni mengucapkannya.Raut bahagia terpancar dari wajah mereka, meski masih minim penataan cahaya. Televisi juga belum ada, namun tetap saja mereka bersyukur telah mempunyai sebuah istana."Mak, apa iya jika aku mau belajar saat subuh harus pakai lampu minyak?" tanya Reni, putri semata wayang Kang Tarjo dan Yu Mini."Tidak apa nduk, yang penting kamu dan juga adikmu bisa belajar dan sukses kelak," jawab sang ibu dengan mengelus lembut rambut Reni yang panjang."Kenapa Lek Surti dan Lek Sarni tidak suka sama kita ya Mak?""Hust!" Telunjuk Yu Mini menutup mulut putrinya dengan menggelengkan kepala pelan.Yu Mini pun berlalu ke dapur untuk menyiapkan makan malam yang hampir tiba, suara adzan dari Musholla membangkitkan mereka untuk mengambil air wudhu dan menunaikan kewajiban kepada sang pencipta."Lain kali tidak boleh bicara seperti itu ya nduk, nggak baik." Nasehat Yu Mini kepada putrinya."Iya Mak."❤️❤️❤️❤️❤️Bersambung ...“Ayah, lain kali diam saja nggak perlu mengeluarkan tenaga buat melawan mereka. Sayangi diri sendiri dan keluarga ini, buat apa susah payah membalas ucapan yang nggak masuk akal?” ujar Reni saat melihat sang ayah sudah tenang.“Kita hidup ini bukan hanya sekedar membalas segala umpatan dari orang yang nggak waras, jatuhnya nanti kita sendiri yang gila. Lebih baik perbanyak ibadah dan bulatkan niat buat ke tanah suci, insya allah nanti akan kami bantu sebisanya!” Mata Kang Tarjo membelalak tanpa kedip, lalu menoleh ke istrinya yang juga tak beda dengan apa yang ada di pikirannya.“Iya, kita sudah mendaftarkan kalian untuk ke Mekkah, semoga bisa terlaksana meskipun menunggu lama.” Lagi Reni seolah ingin menjawab apa yang dipikirkan oleh Kang Tarjo dan Yu Mini.“Kamu beneran? Kok nggak bilang-bilang ke kita?” tanya Yu Mini, saking kagetnya dia mendekati sang putri lalu memegang tangan Reni erat-erat.Reni pun mengangguk menyakinkan jika apa yang barus saja dikatakan olehnya itu benar ad
“Tanah yang kamu buat rumah itu adalah hakku dan seharusnya kamu mengembalikan semuanya apa yang kamu punya pada kami! Dasar nggak punya muka, milik orang kok di klaim!” seru Tyo tanpa embel-embel hormat, malu dan juga sungkan.Kang Tarjo yang sedang minum kopi, tersedak. Semua apa yang sudah di dalam mulut seketika keluar dan membasahi meja. Mata itupun membelalak lebar bahkan nyaris keluar dari lubangnya. Terkejut bukan main mendengar suara yang sudah membuat mendidih darah tersebut.Laki-laki itu lantas berdiri dengan tatapan tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya. Cuaca pun seolah tahu sehingga angin yang tadinya berhembus sepoi-sepoi menyejukkan jiwa kini berubah menjadi panas seperti musim kemarau.“Dasar setan! Kamu itu terlahir dari seorang ibu atau batu?” murka Kang Tarjo lantang.Yu Mini yang sejak tadi sibuk di dapur seketika berlari menuju ke teras, pemandangan yang membuat jantung wanita itu berdetak kencang dari biasanya. Ia pun panik, keringat dingin membasahi pun
Namun, Kang Tarjo masih enggan untuk bergerak. Napasnya memburu dengan dada yang mengikuti irama jantung. Amarahnya semakin memuncak dan setelah mereka saling beradu pandang, Kang Tarjo mencoba untuk maju selangkah.“Kang, istighfar! Jangan sampai kamu kalah dengan setan yang membisikkan kalimat jahat, ingat jika nggak ada manfaatnya terpancing emosi. Kamu akan menyesal!” bujuk Yu Mini masih setengah berbisik.Dengan hati yang was-was wanita itu berusaha membujuk sang suami supaya tidak tersulut emosi yang tersimpan dalam hati. Dia berharap api itu segera padam dan bisa mendinginkan pikiran yang kacau bersama angin yang datang. Jantung pun mulai tak menentu dengan aliran darah yang mulai cepat hingga membuat tubuhnya terasa dingin.“Kang!” panggil Yu Mini dengan bibir bergetar.“Kamu pikir dengan sikap yang sok hebatmu itu bisa membuat aku takut? Nggak sama sekali!” gertak Tyo dengan pandangan nyalang.“Makan dengan hasil warisan saja mau belagu, ingat jika kamu itu laki-laki kosong,
Kang Tarjo pulang dengan napas memburu, amarahnya masih saja tersisa di dada. Apalagi saat di rumah melihat ayamnya mati semua, dengan menggerutu Kang Tarjo memungut semua hewan ternaknya satu persatu untuk di kubur.“Bagaimana bisa mati dalam bersamaan, apa yang terjadi?” gumam Kang Tarjo dengan tangan cekatan.“Ya Allah, Kang, apa yang terjadi? Kenapa ini?” tanya Yu Mini kaget.Saking terkejutnya Yu Mini terdiam di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Ada rasa sakit dan ingin menangis kala melihat semua hewan ternaknya tidak bernyawa. Lalu Yu Mini pun ikut membantu sang suami memunguti hewannya tersebut. Air mata wanita itu pun menetes tanpa henti, ayam adalah salah satu tabungan yang dijaga.“Kang!” Suara Yu Mini terdengar parau. Dia menyapu air yang mengalir deras di pipi tersebut dengan cepat. Hatinya masih sakit melihat kejadian yang terjadi di depan mata itu.“Bukan rezeki kita, nanti kalau ada uang bisa membeli lagi,” hibur Kang Tarjo bijak meski dalam hati sudah teramat pilu.
Kang Tarjo menikmati kopinya di teras rumah, semilir angin membuat dedaunan kering ikut terbang. Sesekali lelaki itu melihat ke arah langit yang mulai gelap.“Sebentar lagi hujan, Alhamdulillah, berarti pekerjaan sawah akan segera dimulai,” ucapnya sambil menyesap kopinya.Musim kemarau sudah usai dan datanglah musim penghujan yang mana selalu dinantikan para petani yang daerahnya tadah hujan. Hanya mengandalkan air hujan sebab jika musim kemarau tiba maka kekeringan melanda.Wajah sumringah terbit kala gerimis mulai turun diiringi petir yang menggelegar bak irama yang saling bersahutan di sore hari itu.“Kang, hujan, masuk!” ajak Yu Mini pada suaminya yang masih duduk di teras, aroma tanah yang basah di hirupnya dalam-dalam.Kang Tarjo sangat menikmatinya hingga ajakan sang istri hanya dibalas dengan anggukkan kepala. Lelaki itu masih terpejam dan berbisik syukur kepada Tuhan semesta alam yang mana telah menurunkan hujan di sore itu. Harapan dia semoga air yang turun bisa memberikan
"Pokoknya tanah ini adalah milikku, uang dua puluh juta sudah aku berikan pada Pakde Wardi. Dia meminta uangku sebanyak itu, kamu jangan coba-coba serakah!" pekik Tyo saat melihat tanah bagian Kang Wardi akan dibangun sebuah toko oleh Lusi. Dua anggota keluarga saling bersitegang dengan pembenarannya masing-masing. Tyo yang bersuara lantang mencoba untuk mendominasi keadaan dan menang. Sedang Yu Surti mencoba melawan tanpa rasa takut dihatinya.Kang Tarjo yang mendengar suara berisik mencoba untuk mendengarkan dulu dari rumahnya. Hembusan nafasnya yang kasar menandakan kalau pikirannya sedang berkecamuk menahan amarah. Saudara yang seharusnya saling menyayangi dan menghargai harus di nodai dengan perseteruan perihal warisan. Harta yang turun dari orang tua. Bahkan Kang Tarjo menggeleng pelan saat melihat yang bersikukuh atas tanah yang terbentang disamping kanan Kang Tarjo adalah Tyo. Seorang cucu yang seharusnya diam dan berterima kasih banyak kepada orang tuanya yang telah memberi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments