Anna masih bergeming dengan perasaan yang bimbang, bagaimana bisa dia harus tetap bekerja pada pria yang sudah merenggut kesuciannya. Tapi di sisi lain sebagai seorang putri yang ingin berbakti pada sang ibu, membuat ia tak punya pilihan lain lagi.
Daren menatap tajam saat melihat Anna yang malah terdiam dengan wajah yang tertunduk, mengingat Anna karyawan barunya membuat dia merasa sangat khawatir, jika wanita yang ada di depannya adalah orang suruhan dari beberapa pesaing bisnisnya."Berapa nominal uang yang kamu butuhkan? Tapi jika kamu tidak bisa mematuhi syaratku maka lebih baik kamu jangan buang waktuku yang sangat berharga," Daren kembali melontarkan pertanyaan untuk yang kedua kalinya dengan penuh penekan.Mengingat hanya sang ibu yang sekarang Anna miliki satu-satunya, membuat ia terpaksa mengesampingkan rasa sakit dalam hatinya. "Anna! nyawa ibumu lebih penting dari segala-galanya," tegas Anna dalam hati. Lalu perlahan ia menarik nafas dalam-dalam."Baiklah tuan, aku akan mematuhi semua syarat yang anda katakan tadi. Sekarang aku mohon tolong berikan aku uang sebesar 500 juta," Pinta Anna yang terpaksa setuju, dengan nada suara rendah yang hampir tak terdengar, seraya menatap bosnya dengan netra yang berkaca-kaca.Daren tersenyum getir, dia sedikit terkejut saat mendengar jumlah uang yang diminta oleh Anna. Tanpa membuang waktu lagi CEO Pratama Group itu pun mulai meraih cek dan bolpoint, lalu ia memberikannya pada Anna setelah menuliskan nominal uang beserta tanda tangannya."Ambilah! dan perlu kamu ingat besok kau harus bekerja disiplin seperti biasa lagi. Karena banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan," Peringat Daren.Anna hanya mengangguk pelan, dengan tangan gemetar. Perlahan ia mulai meraih cek yang diberikan oleh Daren."Ba-baiklah, besok aku akan bekerja lagi," kata Anna. Lalu segera pergi meninggalkan ruangan kebesaran sang bos.Daren mengernyitkan dahi, saat melihat Anna berjalan keluar dengan langkah yang tergesa-gesa. Yang terlihat tidak seperti biasa, membuat ia keheranan.Tak ingin menebak-nebak sendiri, Daren meraih gagang telepon yang ada di atas meja, lalu segera mengutus dan memberikan satu tugas penting untuk orang kepercayaannya.Panggilan telepon pun terhubung."Selidiki kemana Anna pergi dan dengan siapa dia bertemu? Aku ingin jawabnya sekarang juga," titah Daren."Ba-baik tuan, kami akan segera melakukan perintah anda," balas sang pengawal dengan penuh hormat.Setelah memberikan perintah, Daren menutup telepon. Lalu duduk dan bersandar kembali dengan wajah yang menatap langit-langit. "Jangan sampai dia orang suruhan, yang sengaja menyusup ke dalam perusahaanku," geram Daren mengepalkan kedua tangan dengan penuh emosi.Setelah mendapatkan uang yang dibutuhkan, Anna segera menghentikan sebuah taxi untuk pergi ke bank terlebih dahulu, sebelum ia kembali ke rumah sakit."Ibu, bagaimana pun caranya aku ingin ibu sembuh dan maafkan Anna jika sudah mengambil jalan seperti ini," sesal Anna yang duduk termenung di dalam mobil.Anna berharap jika ibunya tidak akan pernah tahu, jika ia telah mengambil jalan yang menurutnya kurang tepat. Tapi karena tidak ada pilihan lain lagi membuat Anna terpaksa mengambil keputusan meminta uang dari bosnya sebagai kompensasi, setelah mereka tak sengaja melakukan sebuah kesalahan.Di sepanjang jalan, Anna yang terus menatap gedung-gedung yang telah ia lewati. Dengan air mata yang terus mengalir deras, hatinya menjerit dengan perasaan sedih dan benci seolah bercampur aduk dan berkecamuk merutuki diri sendiri. Karena ia merasa telah menjual harga dirinya."Maafkan aku ibu, hanya dengan cara ini aku ingin menyelamatkan ibu," batin Anna menyesali ketidak berdayaan saat berada dalam situasi yang rumit.Karena jika ibunya sampai tahu, apa yang sudah terjadi dan keputusan yang telah Anna ambil hanya akan membuatnya kecewa.Sesampainya di rumah sakit, Anna segera turun dari taxi. Lalu ia berjalan menyusuri lobi dengan langkah tergesa-gesa menghampiri kedua suster."Suster! bagaimana keadaan ibu saya? Apakah sekarang dia sudah di operasi?" Anna mencecar beberapa pertanyaan pada kedua tenaga medis itu dengan perasaan yang sangat panik dan cemas."Pasien semakin kritis, jika nona tidak bisa melunasi semua administrasinya, maka jangan salah kami karena tidak bisa melakukan apa-apa lagi."Anna menggelengkan kepala, dengan cepatnya ia meraih tas selempang dan segera memberikan uang 500 juta yang baru saja dia ambil tadi."Tolong suster, selamatkan ibu saya. Ini uang biaya operasinya. Saya ingin segera operasi itu dilakukan cepat!" Pinta Anna menangis."Baiklah nona, kami akan segera memberitahukan pada Dokter lebih dulu dan segera menyiapkan jadwal operasinya," balas suster itu.Dengan cepatnya Anna berlari ke arah ruang rawat ibunya tanpa menghiraukan perkataan suster itu lagi, berharap jika dirinya belum terlambat."Ibu harus sembuh," pinta Anna seraya menatap ibu Ratih, yang tengah terbaring tak berdaya dengan alat medis yang menghiasi seluruh tubuhnya.Membuat Anna kembali menangis lagi mengingat ketidak berdayaannya, dia berharap semua yang telah dia lakukan adalah keputusan yang benar.***Baru saja Daren kembali fokus pada pekerjaanya yang tertunda akhir-akhir ini. Tiba-tiba Rudi datang menghampirinya dengan wajah serius."Ada kabar apa? Bagaimana apa kau sudah menyelesaikan kedua perintahku?" Daren bertanya dengan nada penuh penekanan.Rudi berdiri dengan wajah tertunduk dan tidak berani menatap sang tuan, yang sangat dia hormati dan dia segani. Setelah menghela nafas panjang.Tanpa membuang waktu lagi Rudi mulai mengatakan, jika memang dirinya sudah menemukan pelayan yang sudah sengaja mencampurkan sesuatu pada wine bosnya.Mendengar perkataan asisten yang sekaligus supir pribadinya, seketika membuat darah Daren mendidih dan tak terima.Brak!"Sialan! berani sekali dia melakukan hal itu padaku," Daren murka sembari menggebrak meja. Dia yakin jika menang ada orang yang ingin membuatnya memiliki sebuah skandal agar reputasi sebagai raja di bisnis terhebat di seluruh kota hancur.Tak ingin memberikan kesempatan untuk para musuh dan pesaing bisnisnya, Daren menyuruh Rudi untuk segera menghancurkan semua CCTV yang ada di pesta kemarin dan di sebuah Hotel di mana dirinya dan Anna telah menghabiskan malam bersama.Rudi yang masih setia berdiri di tempat, dia hanya bisa menunduk dan sesekali menelan saliva. Saat melihat kemarahan bosnya. Yang terkadang membuat dirinya ketakutan setengah mati dan tidak berani mengucapkan pendapatnya.Karena tidak mau kena semprot, Mengingat bosnya yang terkadang memiliki temperamen yang cukup buruk. Jika sedang marah..Brengsek! Siapapun dia, aku tak akan memaafkan orang itu!”Daren mengebrak meja dengan tangannya sampai terdengar suara dentuman keras. Lalu, setelah beberapa detik saat emosimenguasai diri, ia menatap Rudi dengan tajam.“Aku mau orang itu diseret ke hadapanku secepatnya!”Tentu saja sebagai seorang bawahan, Rudi dengan sigap segera menyelidiki tentang Anna lebih dalam sesuai perintah sang bos. Lalu, ia pun segera undur diri.Tak berselang lama, muncul sebuah pesan pop-up di handphone Daren. Melihat pesan itu, wajah kembali memasang wajah kesal."Ck, apa yang sudah dia adukan lagi pada ibu. Semakin membuatku muak saja."Sementara itu, di rumah sakit.Suara alarm di ruangan operasi terdengar berbunyi, pertanda kegiatan dalam ruangan medis telah selesai. Anna beranjak dari kursi tunggu.Dengan cepatnya ia menghampiri Dokter yang baru saja keluar."Dok! bagaimana kondisi ibu saya?" Anna bertanya dengan penuh kecemasan.Pria paruh baya itu perlahan membuka masker, dan melepas kaca mata pu
Ketika Anna masih terlarut dalam kesedihannya, tiba-tiba saja Daren yang ikut menyusul masuk. sembari mengerutkan kedua alis tebalnya saat melihat Anna yang sedang menangis."Sudah datang terlambat, sekarang malah menangis. Sebenarnya kamu mau bekerja atau apa Anna?" bisik Daren yang malah mencibir. Anna menarik nafas dalam-dalam, lalu segera menyusut air mata dengan kedua tangannya. Saat melihat Daren yang tiba-tiba saja ada di depannya. Daren mendengus kesal, saat Anna tidak menggubris pertanyaannya. Tapi malah terlihat menyibukkan diri dengan membuka beberapa map proyek, yang akan di presentasikan saat meeting nanti. Brak! "Aku bertanya padamu Anna, apa kamu tuli?" Daren marah. Sampai membuat Anna tersontak, dan terpaksa menjawab pertanyaan bosnya, yang angkuh, arogan dan super menyebalkan dalam pandangan Anna saat ini. "Tentu saja saya, mau bekerja tuan." jawab Anna singkat dengan nada ketus, tanpa mau menatap wajah Daren. "Hmm, bagus. Hari ini setelah pulang kerja aku ada
Setelah Anna menyeduh dan mengaduk kopi yang sudah di buat, lalu ia segera kembali ke ruangan kerja dengan langkah cepat dan cukup bersemangat untuk me memberikan permintaan bosnya itu.Tibanya di depan pintu, Anna menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya pelan. Dan segera masuk untuk segera menyuguhkannya pada sang bos. "Tuan, ini kopinya," kata Anna yang masih setia berdiri. Daren yang masih sibuk dengan tumpukan pekerjaan di atas meja, dia menyuruh Anna untuk menyimpannya lebih dulu. "Simpan saja, aku akan meminumnya nanti," perintahnya dengan nada ketus. Anna hanya mengangguk, lalu kembali ke meja kerjanya lagi yang berada tidak jauh dari meja kebesaran Daren. Rasanya ia ingin mengumpat sikap bosnya yang semena-mena memberi perintah. "Ternyata aku benar kan, jika dia hanya ingin mengerjai aku saja. Tapi sudahlah biarkan saja kalau dia meminumnya bagus," batin Anna. Satu pesan masuk di ponsel Daren, Daren menjeda pekerjaannya sejenak. Terlihat satu pesan dari ibunya yang sela
Anna terkejut, dengan cepatnya ia bangun dan segera menjaga jarak dari Daren. Yang tak sengaja tertimpa olehnya. "Ma-maafkan aku tuan, aku tidak sengaja," sesal Anna dengan wajah yang memerah sampai ia salah tingkah. Suasana ruangan Itu terasa hening dan cangung, terlebih lagi Daren yang masih terdiam dan tak percaya apa yang sudah terjadi. "Baju tuan kotor, aku akan segera mengambil gantinya," Anna berusaha mengalihkan diri dengan kesibukan dan segera pergi dari ruangan sang bos, dengan perasaan malu setengah mati. Daren yang masih duduk, lelaki itu itu memegang bibirnya dengan jantung yang berdegup kencang dua kali lebih cepat, saat mengingat kejadian yang begitu intens tadi. "Lagi-lagi dia membuat kecerobohan, tapi sentuhan bibirnya lumayan lembut juga," Daren menyusut sudut bibir. Untuk yang pertama kalinya dia merasakan sebuah ciuman dari seorang wanita. Daren tanpa sadar tersenyum, entah kenapa setiap melihat wajah cantik sekertaris barunya itu. Fantasi liarnya kembali munc
Anna yang masih duduk termenung, rasanya ia ingin segera pergi menjenguk ibunya yang sudah sadar, tapi di lain sisi wanita cantik itu masih bingung mencari alasan tentang uang biaya operasi dan rumah sakitnya. Daren yang baru selesai ganti baju dan baru keluar dari ruang pribadinya, membuat Anna terkejut. "Sudah waktunya kita pergi menemui tuan Arson, kamu sudah siap Anna? jangan lupa kamu harus benar-benar mempresentasikannya," Daren tak bosan untuk terus mengingatkan. Anna mengangguk patuh, lalu memberanikan diri untuk meminta ijin. Meskipun sebenarnya dia ragu. "Tu-tuan sebelumnya saya ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, karena hari ini ibuku sudah siuman setelah melakukan operasi," ungkap Anna dengan permintaannya. Daren terdiam, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sangat serius. Membuat hatinya merasa tidak tega. Tapi Daren sebagai pebisnis pantang merugi dan tetap ingin Anna bersikap profesional dalam pekerjaannya. "Kau boleh pulang setelah menemani aku meet
Disepanjang perjalanan menuju resto yang sudah di sepakati, sesuai permintaan bosnya. Anna menjelaskan beberapa materi di depan Daren, sebelum pada para klien. Dengan penuh keseriusan Anna terlihat begitu memahami beberapa point yang sudah ia tuliskan dalam sebuah materi proyek, Daren yang terkesima hanya menatap kagum. "Bagaimana, apa semua yang aku jelaskan sudah sesuai yang tuan tentukan?" tanya Anna seraya membereskan semua semua file yang ada di tangannya. Daren seketika kembali fokus, dan kembali duduk tegap. Lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Anna, dengan mode wajah seriusnya. "Hm, lumayan. Cara penyampaimu sangat mudah untuk di pahami tapi..." Daren menjeda perkataannya sejenak. . Kening Anna berkerut dan merasa heran, entah apa lagi yang masih kurang padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara kinerjanya. "Memangnya tapi kenapa tuan?" tanya Anna penasaran. Berharap jika pria yang ada di depannya tidak membuat dirinya kesal lagi. Tanpa ragu Dar
Beberapa jam kemudian, semua para klien Daren bertepuk tangan, setelah Anna menjelaskan semua proposal properti, dari bahan mentah yang terjamin beserta beberapa ketentuan sesuai kontrak yang telah di tetapkan oleh bosnya. Prok...Prok...Suara tepuk tangan menggema di sebuah ruangan VIP resto ruangan resto terbesar di kota itu. Para pria berdasi itu menatap kagum dengan cara penyampaian Anna yang sungguh menakjubkan dan berhasil mengambil keyakinan mereka untuk menjadi mitra dengan inves yang lebih besar. "Wah, nona Anna selain cantik ternyata cukup cerdas juga tuan Daren anda sangat beruntung bisa memiliki sekertaris cantik dan kompeten," sanjung para rekan Daren. Anna hanya membungkukan badan seraya memancarkan senyum manisnya, saat para pengusaha itu memuji dirinya. "Hmm, iya begitulah. Lumayan," balas Daren, jauh dari lubuk hati dirinya juga tak bisa memungkiri jika Anna memanglah sekertaris yang sejalan dengan dirinya, bahkan bisa di andalkan. Tapi pria tampan yang memiliki si
"Tuan, bukankah aku tadi sudah bilang jika aku hanya ingin ke toilet. Dan mengenai tuan tedy tadi hanya tidak sengaja berpapasan lalu dia bertanya, hanya itu saja," Anna berusaha membela diri. Namun Daren seolah tidak peduli dengan penjelasan yang di katakan oleh Anna. Malah lelaki tampan itu meraih dan mencengkram erat pergelangan tangan sekertarisnya itu dan membawanya ke arah parkiran lalu menyuruh masuk ke dalam mobil dengan sedikit kasar. "Cepat masuk!" Titah Daren dengan nada tinggi dan penuh penekanan. "Tapi tuan, kita kan sedang meeting bersa..." belum tuntas Anna mengatakan kata-katanya. Daren lebih dulu memberitahukan jika meetingnya dan tuan Arson sudah selesai. Hal itu pun membuat Anna sedikit heran, karena bisa-bisanya Daren pergi begitu saja. Ketika Anna di rundung kebingungannya Rudi yang baru keluar dari resto tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Tuan, ini kontrak kerja samanya sudah di tanda tangani oleh tuan Arson," ujar Rudi sembari menyodorkan sebuah map cok