"Sayang, apa yang kau lakukan pada Tangguh?"
"Eh, Sayang ... aku membawakan kalian teh dan kue. Kedatanganku yang tiba-tiba membuat kepala anak muda ini terbentur kap mobil dengan cukup keras. Jadi aku melihatnya, khawatir ada luka dalam di sana. Kamu tahu sendiri'kan kalau luka di kepala itu sangat sensitif?" Linda berjalan mendekat pada suaminya dengan sebelah kaki yang pincang. Steve kembali iba dan mengulurkan tangannya untuk membantu Linda yang kesulitan saat berjalan.
"Harusnya kamu tidak perlu repot, Sayang. Kami baru saja sarapan'kan. Mungkin agak siang, tetapi karena kamu sudah berbaik hati membawakan teh dan kue, aku akan mencicipinya terlebih dahulu, baru ke peternakan." Steve merangkul pinggang istrinya.
Tangguh yang merasa malu dengan pemandangan romantis suami istri majikannya, kembali memilih melanjutkan aktivitasnya.
"Tangguh, apa kepalamu baik-baik saja?" tanya Steve pada Tangguh.
"Tidak apa-apa, Pak, nanti juga sembuh," jawab Tangguh.
"Ayo minum teh dulu," seru Steve lagi.
"Nanti saja, tangan saya sudah terlanjur kotor. Bapak dan Ibu makan terlebih dahulu saja," jawab Tangguh lagi diiringi dengan senyuman.
Steve dan Linda keluar dari gudang mobil rongsokan mereka, lalu menikmati teh dan juga kue di kursi kayu di bawah pohon mahoni. Udara tempat tinggal mereka benar-benar sejuk dengan sinar matahari pagi yang masuk ke pekarangan mereka tanpa penghalang.
Tangguh mengintip pemandangan suami istri di depannya yang nampak romantis dan bahagia. Lelaki itu mengulum senyum. Ia terlalu percaya diri karena sudah beranggapan majikan wanitanya menyukainya. Tidak akan mungkin ada hal seperti itu di jaman sekarang. Lelaki mapan tetap lebih beruntung mendapatkan wanita dibandingkan dengan lelaki miskin sepertinya.
Linda tanpa sengaja ikut menoleh ke belakang, lalu pandangan keduanya saling mengunci untuk beberapa saat. Tangguh mengangguk kaku dengan senyuman canggung, sedangkan Linda tersenyum miring lalu ikut mengangguk juga.
Tak lama kemudian, Steve bangun dari duduknya, lalu mengecup kening dan juga bibir tipis istrinya. Lelaki itu menaiki motor besarnya dan pergi meninggalkan pekarangan rumah menuju peternakan.
Linda kembali menoleh ke arah gudang dan melihat Tangguh masih asik dengan pekerjaannya. Wanita itu menaikkan sebelah alisnya, tersenyum penuh misteri, dan kemudian masuk ke dalam rumah.
Menjelang gelap, Tangguh baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Mesin mobil Kijang itu menyala dengan gagahnya, walau suara mesin masih terdengar serak. Steve yang baru sampai dan melihat hal itu, tentu saja berlari dengan begitu senangnya mendekat pada Tangguh.
"Kamu luar biasa. Keren," puji Steve tulus sambil memandangi mobil tuanya yang teronggok sekian tahun, akhirnya menyala juga.
"Aku akan menawarkannya ke market place setelah kita memoles bodinya," kata Steve lagi dengan antusias.
"Masih ada PR dengan suara mesinnya, Pak, dan sepertinya saya butuh bensin lebih banyak. Mobil ini kurang minum," jawab Tangguh sambil tersenyum puas dengan hasil kerjanya.
"Tenang saja, besok aku mau ke Jakarta untuk bertemu dengan teman yang biasa mengurusi bodi mobil. Aku harap dia bisa membantu dan kita bisa segera menjual mobil ini dengan harga cukup tinggi. Aku sangat puas dengan hasil kerjamu. Baiklah, sekarang kamu mandi dan kita akan makan malam bersama di rumahku," ujar Steve sambil menepuk pundak Tangguh dengan penuh rasa terima kasih.
Tangguh pulang ke rumahnya dan langsung mandi. Tubuhnya benar-benar bau oli dan begitu juga dengan rambutnya. Tangguh menyentuh kepalanya yang tadi ditiup oleh Linda dan hal itu mampu membuat darahnya berdesir. Pemuda itu menutup matanya dan membayangkan wajah Linda sambil menyentuh miliknya.
Karena hal itu pula, Tangguh terlambat sampai di rumah Steve. Wajahnya sedikit pias dan pucat. Wanita dewasa seperti Linda tentu saja paham dengan rona wajah Tangguh yang sedikit pucat.
"Darimana saja? Kenapa lama sekali? Apa kamu melakukan sesuatu di kamar mandi? Menyikat kamar mandi mungkin?" sindir Linda hingga membuat suaminya tertawa. Tangguh pun hanya bisa menunduk malu dengan wajah yang sangat merah. Ia malu karena Linda seperti tengah menyindirnya dengan telak.
"Sudah-sudah, kamu membuatnya malu, Sayang. Biarkan pemuda ini makan dengan tenang. Mungkin dia sedang merindukan kekasihnya saat di kamar mandi," sambung Steve sedikit vul*ar dengan gelak tawa menggelegar. Linda pun melakukan hal yang sama. Sedangkan Tangguh hanya bisa menyembunyikan wajahnya dengan menunduk penuh rasa malu yang luar biasa.
Mereka makan dengan lahap sambil sesekali berbincang ringan. Tangguh menjawab semua pertanyaan dari Steve seputar otomotif yang telah dikuasai oleh pemuda itu. Acara yang tentu saja sangat membosankan bagi Linda. Ia memilih membawa piring kotor ke dapur dan meninggalkan suaminya dan Tangguh yang tengah asik berbincang.
"Sayang, keran airnya macet lagi," rengek Linda dari dapur.
"Kamu tahu'kan aku tidak bisa menangani itu," sahut Steve.
"Jadi, bagaimana aku bisa mencuci piring?" suara Linda merengek manja.
"Biar saya lihat, Pak. Siapatahu saya bisa memperbaikinya." Tangguh sudah berdiri dari duduknya.
"Ya sudah, silakan." Steve mempersilakan Tangguh ke dapur untuk menyusul istrinya. Sedangkan ia kembali fokus pada layar ponselnya yang berdering.
"Halo Pak Ruri."
Tangguh menghampiri Linda dengan canggung, sedangkan Steve tengah berbincang pada seseorang yang meneleponnya.
"Maaf, Bu, apa saya boleh melihatnya?" tanya Tangguh dengan sedikit gugup.
"Kamu boleh melihat semuanya, tapi tidak sekarang," bisik Linda sambil mengerling nakal pada Tangguh.
****
Bersambung"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar