Los Angeles, US
BRAK..
“ITU BUKAN MAYATNYA!!” teriak seorang pria sambil menggebrak meja kerjanya, membuat dokumen yang tersusun rapi kini berhamburan ke lantai.
“Apa kalian bisa menjelaskan apa yang terjadi” Tanya pria itu dengan desisan tajam. Dua orang yang berada didepannya menunduk takut. Saling menyenggol untuk menentukan siapa yang berbicara.
“Apa kalian mendadak bisu.” Ucapnya dengan dingin.
“I-itu jebakan.. kami dijebak” jawab Frank selaku pemimpin kompotan dengan takut-takut. Pria itu hanya diam seolah menunggu kelanjutan cerita yang ingin didengarnya.
“Benarkah? Ceritakan padaku jebakan seperti apa yang dibuat olehnya”
“Bom yang kami tembakan pada mobil itu berhasil meledak, saat kami ingin mendekat, tiba-tiba kami semua pingsan dan saat bangun sudah berada didepan gerbang” Ucap Frank dengan badan bergetar.
“Kami rasa ia sudah mati tuan. Mobil yang dia gunakan menabrak pembatas jalan dan hancur” lanjut pria disebelah Frank.
“Perintah apa yang kuberikan padamu Frank?”
“Me-membawanya dalam keadaan hidup” jawab Frank terbata.
“Lalu apa yang ku dapatkan sekarang”
Klek
Pria itu berucap sambil memasukan sebuah peluru kedalam pistol G18 miliknya. Tangannya memainkan pistol itu dengan gerakan memutar.
“Tuan, saya akan pergi mencarinya sekarang” ucap zero, pria yang berada disebelah Frank kini berbalik untuk pergi. Tubuh pria itu bergetar dengan keringat dingin yang memenuhi dahinya.
Baru saja tangan Zero memegang knop pintu, rasa membakar terasa di dadanya ketika sebuah peluru bersarang tepat di jantungnya. Zero berbalik menatap sang pelaku penembakan yang memasang seringai licik.
“Sudah terlambat untuk pergi” ucapnya bersamaan dengan itu bunyi benturan seseorang jatuh ke lantai terdengar. Tanpa perlu berbalik Frank jelas tau bahwa rekannya sudah jatuh tak bernyawa di belakang.
“Sudah belajar dari pengalaman Frank?” Tanya pria itu yang dibalasi anggukan antusias dari Frank. Pria itu mengulas seringian licik andalannya.
“Jika sudah bawakan Dante padaku”. Perintahnya tak terbantah
---------
Dallas, US
Sudah hampir seminggu Dante berada dirumah sakit. Selama itu Shia terkadang datang untuk menemani Dante sebagai bentuk rasa kasihan maupun bersalahnya.
“Kata Teresa aku bisa pergi hari ini” Ucap Dante mendapati Shia yang berada diruang rawatnya.
Mata biru Shia menatap Dante “kau bisa tinggal diapartemenku untuk sementara” ucapnya. Shia akan memberikan tempat tinggal bagi pria itu. Dia memiliki satu apartmen di kota Dallas dan jarang ditinggali. Dan siang ini dia akan kembali ke apartemen itu, bersama Dante tentunya.
Begitu Shia dan Dante tiba diapartemen. Shia menoleh kebelakang menatap kearah Dante dan terpaku. Bukan karena tubuh dan lengannya yang seperti patung dewa yunani namun dia masih tidak menyangka jika ia hanya setinggi dada pria itu. Dan pakaian kaos hitam yang pria itu gunakan membuatnya terlihat seperti seorang pemuda normal pada umumnya. Untuk sesaat dia lupa jika Dante berusia jauh diatasnya. Shia berdehem lalu memasukan pin apartemennya. Hal itu tak luput dari perhatian Dante.
“Pin ku 151210” ucap Shia setelah mendapat gelagat Dante yang terlihat mengintip. Shia dapat mendengar Dante menyebutkan nomor itu dengan pelan, mencoba mengingatnya.
“Apa itu nomor spesial?” Tanya Dante. Tangan Shia yang ingin membuka pintu terhenti. Ia menoleh kebelakang menatap Dante dengan senyum nanar yang samar. Dante jelas melihat tatapan itu dan entah mengapa ia membencinya.
“Aku tidak melarangmu jika kau ingin menggantinya” Jawab Shia bersamaan dengan pintu yang terbuka
Atensi Dante beralih pada bagian dalam apartemen. Terlihat minimalis namun elegen secara bersamaan, berbanding terbalik dengan tampilan Shia yang nampak tomboy.
“Aku sudah menyiapkan kamarmu, kuharap kau menyukainya” ucap Shia menuju sebuah pintu dan membukanya. Dante melangkah masuk, ia menatap ke arah jendela kaca yang menunjukan pemandangan pepohonan. Memang aparteman yang Shia miliki cukup jauh dari Kota. Karena itulah apartemen ini jarang dia tempati.
“Aku suka” ucap Dante singkat dengan tatapan yang kini mengarah pada Shia yang tersenyum tipis.
“Baguslah, kau bisa mandi, aku akan pergi dan kamar mandinya disebelah sana” ucap Shia sambil menunjuk sebuah pintu yang bersebelahan dengan kamar yang di tempati Dante. Ketika hendak melangkah lebih jauh, tangan Dante menghentikannya.
“Kenapa?” tanya Shia
“Kau akan kemana?” Seru pria itu sambil membuang muka, lebih memilih menatap alas kaki di bawahnya. Sebelah alis Shia terangkat
“Aku tidak tinggal disini” Ucapnya yang membuat Dante langsung menatap Shia
“Kau akan meninggalkanku sendiri?”
“Hmm.. Aku tidak bodoh untuk membiarkan diriku tinggal bersama seorang pria yang usianya lebih tua dariku, meskipun lupa ingatan tapi aku yakin naluri pria mu masih berfungsi dengan benar” Ucap Shia dengan sudut bibir terangkat “Mandilah, aku akan menunggu diluar. Usahakan agar airnya tidak mengenai lukamu” ucap Shia bersamaan dengan pintu yang ditutup. Menyisakan Dante yang memandang keluar dengan tatapan sulit diartikan.
Setelah mengantar Dante menuju kamar, Shia kini berkutat di dapur, sebenarnya sudah cukup lama dia tidak memasak bagi orang lain, dengan sedikit kaku ia mulai mengaduk telur dengan beberapa potong wortel dan bumbu lalu mendadarnya dilanjutkan dengan cornet. Shia mengangkat dan meyusun keduanya diatas roti tawar. Menuangkan saos dan mayonnaise lalu menutup kembali dengan roti dan memotong roti tersebut menjadi dua bagian berbentuk segitiga. Senyum tipis tertera di bibirnya ketika melihat bentuk sandwice buatannya. Tidak buruk pikirnya.“Kau memasak?” Tanya DanteShia menoleh, menatap Dante yang shirtless hanya menggunakan celana selutut yang baru di belinya tadi. Rambut hitam pria itu terlihat basah begitu pula dengan aliran air yang mengalir membasahi tubuh atletisnya yang memiliki roti sobek disana.‘astaga’ Shia terdasar“Gunakan bajumu” Ucap Shia yang otomatis membalikkan tubuhnya.Dante ters
Di apartemen, Dante duduk di sofa dengan tatapan yang tertuju pada televisi yang menampilkan berita, dia tersenyum tipis begitu melihat berita salah satu keluarga ternama“Dia rajin sekali mencari sensasi” celetuknya asal. Dante mematikan televisi itu, dia berjalan kea rah kamar yang berhadapan dengan kamar miliknya.Tanpa berpikir dua kali Dante membuka pintu kamar itu. “Jadi ini kamarmu, little tigris” gumamnya saat melihat bagian dalam kamar itu.Dante melangkah masuk. Kamar ini terlihat lebih kelam dengan warna dinding abu-abu dan juga beberapa lukisan abstrak yang didominasi warna hitam yang menghiasi dindingnya. Berbeda dengan kamar miliknya yang dilapisi cat dinding putihDante melangkahkan menuju lemari kaca berisi piala yang menarik perhatiannya. Piala penghargaan atas prestasi wanita itu di bidang akademik dan 4 mendali serta belasan piala kejuaraan drift yang di dapat 2 tahun terakhir.Netra abu-abu itu tera
Gerakan Shia yang membongkar belanjaannya terhenti, tatapannya mengambang “Aku tidak lagi memiliki alasan untuk melakukannya” Shia mengedipkan matanya, tersadar jika dia kembali mengingat kenangan lama“Sudahlah, makan saja ini. Aku membelinya di restoran favorit ibuku”Shia membuka kotak makanan di depannya. Lalu memakan pasta itu dengan tenang. Baru satu suapan ucapan Dante justru membuat suapannya terhenti“Dimana ibumu?” Shia mengulas senyum tipis lalu menatap Dante“Di tempat yang jauh”“Kapan terakhir kali kau bertemu dengannya?” Tanya Dante yang tanpa disadar membuka luka lama yang Shia rasakan“enam atau tujuh tahun yang lalu mungkin, aku hampir lupa” Ucap Shia nyaris seperti gumaman“Kau tidak ingin menemuinya?”“Mungkin suatu saat” balas Shia lalu kembali menyuapkan pasta ke mulutnya namun tidak bisa dipungkiri rasa sesak m
Shia terbangun ketika merasakan cahaya matahari yang mengusik tidurnya. Tangannya terangkat mengambil kain yang berada di kepalanya. Tunggu… jangan bilang Dante merawatnya??“Kacau sekali kau Shia..” Shia berdecak, dia tidak mengingat apa yang terjadi semalam.Gadis itu bangkit dan beranjak menuju kamar tempat Dante berada. Shia mengetuk pintu, sayangnya tidak ada jawaban hingga membuat Shia membuka pintu dengan pelan. Ia menatap Dante yang masih tertidur di atas ranjang dengan tubuh tertutup selimut.Shia mendekat, tangannya terulur hendak membangunkan Dante, namun tiba-tiba tangannya ditahan oleh Dante. Tanpa bisa Shia tebak, Dante membalikkan posisi mereka. Kini Shia berada di bawah Dante.Dada bidang pria itu terlihat menggoda namun tidak dengan tatapan Dante yang tajam. Ketika menyadari bahwa sosok di bawahnya adalah Shia dengan cepat dia bersingut menjauh.“Keluar” suara Dante terdengar berat dan serak. Shia masih terdiam, kesadarannya belum kembali. Dante mengalihkan pandangann
Los Angeles, US PLAK.. BUGH.. "Sangat mengherankan bahwa kamu tidak memberi tahu kami ketika Dante menghilang, Han!" ucap seorang pria paruh baya dengan kemarahan kepada ajudan putranya Situasinya menjadi lebih sulit ketika mereka baru saja pulang dari liburan mereka dan tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa putra sulung mereka menghilang tanpa kabar. "Maaf Tuan, saya tidak bisa menemukan keberadaan Dante" kata Han sambil menahan rasa sakit di bibirnya yang robek akibat tinjuan Jason padanya. "Maaf? Bisakah permintaan maafmu menghidupkan kembali Dante?" ucap Lyran, adik Dante, dengan mata yang berkaca-kaca. PLAK.. Satu tamparan melayang pada pipi Han, membuat wajah ajudan muda itu semakin terasa sakit. Kali ini pelakunya seorang wanita paruh baya yang baru saja tersadarkan dari keadaan syoknya. Untuk sesaat, wanita itu tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Kenapa kamu tidak menghubungi kami, Han?! Apa kamu meremehkan kami?" Wanita paruh baya yang me
Sudah terhitung hari ke lima sejak Dante menghuni Apartemen milik Shia, keduanya semakin dekat dan kadang bercanda. Selama itu juga Shia menjelaskan sesuatu yang Dante tidak mengerti untuk memacu ingatan pria itu. Bahkan Shia juga mengatakan bagaimana dirinya bertemu Dante dengan sangat menyebalkannyaHari ini adalah hari pemerikasaan pria itu. Awalnya Dante tidak mau namun setelah perdebatan panjang yang tidak berguna, Dante pasrah dan menurut, saat ini pria itu sedang menunggu Shia yang bersiap di dalam kamarnya.“Apa kita harus pergi?” Tanya Dante setelah melihat Shia keluar dari kamarnya dengan celana jeans panjang dan kaos hitam polos dengan model v neck, rambut gadis itu diikat satu dan sedikit berantakan membuatnya menampakkan kesan bad girl.“Kau tidak ingin pergi?” tanya Shia ketika melihat Dante masih membaringkan tubuhnya di sofa ruang tamunya. Dante memilih diam, dia mengabaikan Shia.“Kita sudah membicarakan ini Dante, kumohon jangan merepotkan ku” ucap Shia. mendengar it
DRTT DRTTMerasakan getaran disakunya, Shia mengambil handphone dan melihat nama Alex sebagai penelpon “kau menemukan sesuatu, Lex?” Tanya Shia setelah panggilan itu terhubung“Kau mengharapkan apa Shia? kau hanya memberikanku nama dan usianya. Aku bahkan tidak bisa memverifikasi wajah yang kau berikan, apa kau yakin pria itu orang Amerika?” Tanya Alex memastikan“Itu… aku tidak yakin” balas Shia ragu. Terdengar helaan napas di sebrang sana“Dengar Shia ada 2 alasan kenapa identitas seseorang tidak bisa ditemukan. Pertama, dia mengunakan identitas palsu atau kedua ia merupakan orang bagian dunia bawah” Ucap Alex terdengar serius di telinga Shia.“Jika opsi pertama maka jelas wajahnya berbeda dengan kartu identitas dan jika yang kedua kusarankan kau tanyakan pada ayahmu, koneksinya lebih jauh dibandingkan denganku” saran Alex membuat Shia mendengus sebal, dia tidak akan sudi berurusan dengan ayahnya jika itu illegal apalagi jika ia minta tolong pada Robert, pasti pria itu akan menyeret
Sebuah supercar putih kini melaju disebuah lintasan drift dengan kecepatan tinggi. Manik coklatnya menatap kearah spion, memperhatikan beberapa mobil yang mengejar di belakangnya. Shia mengulas senyum lebar. Balapan kali ini dilakukan dengan normal pada lintasan yang seharusnya hingga akan membuatnya menang dengan mudah apalagi mobilnya sudah di modifikasi dengan mesin balap terbaru. Kata kalah tidak akan ada di dalam kamusnya.Melewati garis finish, Shia langsung membanting mobilnya keluar jalur dengan gerakan memutar sebagai bentuk penutup balapan yang dilakukannya kali ini.Sorak sorai memenuhi telinganya ketika ia keluar dari mobil itu. Tawa bahagia jelas memancar dari wajah cantiknya. Sam dan David langsung menyambutnya dengan pelukan hangat.“Congrat wild girl” seru David sambil menyerahkan trofi dan koper berisikan uang.“Selamat Shia, sudah kuduga kau akan menang” Sam berucap sambil mengacak pelan rambut Shia.“Thanks dav, sam” balas Shia masih dengan senyum yang memancar inda