Shia menatap sosok pria yang terduduk di ranjang pasien. Mata yang tertutup itu kini terbuka. Pandangan mereka bertemu, netra abu-abu gelap dengan kesan dingin itu menyapanya. Shia cukup tertegun, sosok Dante yang sekarang berada didepannya berbeda dengan tingkah pria itu sebelumnya yang terkesan menyebalkan.
“Siapa?” suara serak itu menyadarkan Shia. Dante tidak mengenalinya.
“Kau baik-baik saja?” Tanya Shia balik dengan langkah mendekat. Bersamaan dengan tangannya yang menuangkan segelas air dan menyerahkan pada Dante yang masih bersandar pada kepala ranjang.
Dante melirik Shia dengan kening berkerut. Maniknya bersitatap dengan manik biru gelap milik Shia. Tentu saja pria itu sadar dirinya kini pasti berada di sebuah rumah sakit dan mengenakan seragam pasien. Namun bagaimana dirinya bisa berada disini.
Merasakan tenggorokan yang kering. Dante meraih gelas yang disodorkan oleh Shia dan meminumnya hingga tandas.
“Kau ingat ses-“
PRANK
“ARGHH”
Gelas kaca yang dipegangnya jatuh dan pecah. Dante meringis sambil memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Dengan cepat Shia menarik kedua tangan kekar itu dengan kedua tangannya. Menarik pria itu dalam pelukannya untuk menenangkannya. Shia hanya khawtir jika gerakan tangan Dante pada kepala pria itu membuat jahitan dikepalanya terbuka.
“Tenanglah Dante” Kedua tangan Shia beralih mengelus kepala Dante yang menyender di pundaknya. Pria itu mulai tenang dan pasrah dalam pelukan Shia.
“Dokter bilang kau harus banyak istirahat, semua luka ditubuhmu belum kering.”
“Siapa namamu?” Tanya pria itu dengan nada berbisik, masih di dalam dekapan Shia
“Kau benar-benar lupa?” Tatapan mata Shia bertanya. Dante menatap Shia datar hingga gadis itu menghela nafas “Shia, kau bisa memanggilku Shia”
“Aku …” ucapan pria itu terhenti, Shia mengerti jika pria itu bingung harus berkata apa tentang namanya.
“Dante, namamu Dante” Shia mengulas senyum tipis membuat Dante tertegun melihatnya. Perasaan asing menjalar di sekujur tubuhnya. Sebuah perasaan yang seolah baru pertama kali dia rasakan.
“Apa hubungan kita?” Tanya Dante “Apa kau istriku?” Sambung Dante membuat ekspresi Shia menjadi buruk. Jika saja mereka dalam keadaa normal pasti kata-kata indah sudah meluncur dari bibir mungil Shia.
“Bukan, kita hanyalah orang asing yang tidak sengaja bertemu” Jawab Shia dengan tatapan tenangnya
CEKLEK
Kedua manusia dalam ruangan itu sontak menatap kearah pintu yang terbuka. Teresa, sang pelaku melangkah mendekat kearah keduanya dengan tangan yang memegang sebuah dokumen berisikan diagnosa pasien.
“Kalian habis bertengkar?” tanya Teresa ketika melihat pecahan kaca yang berada di lantai
“Sedikit kekacauan kecil” ucap Shia, Teresa mengangguk, dia melangkah mendekati ranjang tempat Dante berada
“Aku harus menyuntikkan infusnya dan melakukan pemeriksaan” ucap Teresa “Apa anda merasakan sakit dibagian tertentu?” Tanya Teresa
“Kepala” jawab Dante. Teresa menanggukan kepalanya tanda mengerti. Lalu pengecekan mulai berlangsung dengan beberapa pertanyaan yang dilontarkan Teresa hingga dokter cantik itu mendapatkan sebuah kesimpulan
“Sepertinya benar amnesia” Shia sontak menoleh kearah Teresa
“Apa anda mengingat hal-hal dasar, seperti kegunaan benda ini?” tanya Teresa sambil menunjukkan pulpen yang dipegangnya.
Tatapan mata Dante berubah datar “Aku hanya lupa, bukannya menjadi bodoh” Ucapnya datar. Shia tersenyum miring, nyatanya meskipun amnesia, sikap buruk pria itu masih melekat erat.
“Apa anda ingat siapa nama anda?” Tanya Teresa lagi. Kali ini Dante terdiam sebelum akhirnya menampakan senyum samar yang hanya terlihat sekilas tanpa disadari kedua wanita itu.
“Istriku bilang namaku Dante” Ucapnya yang langsung mendapatkan pelototan Shia
“Hei! Siapa yang kau sebut istrimu sialan!!” Celetuk Shia kesal, akhirnya kata-kata indah itu keluar juga dari bibir mungilnya
“Shia..” panggil Teresa pelan
“Apa?!” Ucap Shia galak “kau kan tidak tau betapa menyebalkannya pria tua ini sebelumnya” Sambungnya
“Pria tua? Apa yang kau maksud itu aku, istriku?” Dante bertanya sedangkan Shia mengepalkan tangannya kesal. Persetan dengan hutang budinya pada pria itu.
“Ya. Namamu Dante dan usiamu 35 tahun. Selain dua hal itu aku tidak tau apapun tentangmu, jadi berhenti beranggapan aku istrimu, usia kita berbeda jauh” cecar Shia dengan tajam
“Shia.. kau akan membuatnya trauma” Ucap Teresa melerai, Shia memutar bola matanya malas. Ayolah kenapa semuanya jadi merepotkan seperti ini, terlebih dia tidak berhasil menemukan seorangpun yang mengenal Dante.
Teresa menatap Shia lalu tersenyum tipis “Setelah infusnya habis maka ia boleh pergi, dia baru saja selesai operasi kemarin jadi pastikan selama 2 minggu kedepan untuk melakukan pemeriksaan rutin dan jangan sampai jahitannya terbuka” jelas Teresa
“Bisakah dia tinggal disini saja sampai aku menemukan keluarganya?” tanya Shia. Dia tidak mengetahui satupun kenalan Dante karena tidak ada handphone atau kartu identitas apapun yang ditemukan saat pria bersamanya. Disisi lain dia merasa jika hal ini benar-benar ganjal kecuali jika Dante adalah seorang tunawisma, namun tentu saja itu tidak mungkin jika melihat penampakan pria itu.
“Tentu bisa” jawab Teresa membuat Shia tersenyum lebar namun terenggut begitu saja ketika Teresa melanjutkan ucapannya “Jika rumah sakit ini milikmu” Ucap Teresa dengan senyum lebar
“Bagaimana jika ia tinggal di rumahmu” usul Shia cepat
“Kau gila? Damien akan membunuhku jika tau aku menampung pria lain” kata Teresa membuat Shia teringat bahwa Teresa memiliki kekasih yang cukup posesif.
“Dia bisa menjadi bodyguard dirumahmu” ucap Shia dengan kekehan kecilnya.
“Jangan bercanda, dibandingkan bodyguard dia lebih cocok menjadi tuan mudanya” Ucap Teresa sambil ikut tertawa bersama Shia “Bawa saja dia ke apartemenmu” celetuk Teresa
“Tidak mau, tidak ada jaminan kalau dia bukan pria berbahaya” jawab Shia
“Alasan, lagipula dia amnesia, meskipun berbahaya dia tidak akan menyakitimu malah sebaliknya ku rasa dia akan melindungimu secara kau kan istrinya” Tawa renyah Teresa terdengar
“Teresa Tylorr!!”
“Baiklah.. baiklah aku bercanda” Ucap Teresa sambil membentuk jari menandakan peace
Namanya Zedante Algheri Kingston pria yang kini berusia 41 tahun dengan pesona yang mematikan. Namun, mari kita melangkah lebih jauh ke belakang, ke waktu di mana Dante dan Shia pertama kali bersentuhan dalam perjalanan hidup mereka.***20 tahun yang lalu…Suara pelan lonceng gereja memecah keheningan pagi. Dante turun dari mobil dan membuka pintu untuk ibunya dengan sedikit enggan.“Kau ini! Senyum sedikit, meskipun kau tampan tapi wajahmu yang datar itu menakutkan, jangan sampai teman-temanku takut denganmu” Decak Irena melihat ekspresi putranya yang nampak datar seperti para bodyguard mereka.“Mom yang memaksaku kesini” Ucap Dante dengan datar“Itu karena ayahmu diluar negeri” Ucap Irena, Dia merangkul tangan Dante lalu memasuki gerbang gereja tua yang megah.Namun belum sampai kedepan pintu, Irena melepaskan lengan Dante begitu saja dan meninggalkan Dante sendirian “Kau masuk duluan saja” Ucap Irena lalu melangkah menuju kursi taman gereja dan berbicara dengan seorang biarawati d
“Kau marah Love?” Tanya Dante.Shia melirik sekilas melalui cermin lalu memalingkan pandangannya ke arah lain.“Sekarang aku yakin kau benar-benar marah” Ucap Dante seraya menghela napas panjang. Dante mendekat kearah Shia yang duduk di meja rias sambil memoleskan makeup“Love..” Panggil Dante dengan suara yang amat merduShia tidak merespon, dia hanya fokus memoleskan lipstik di bibirnya. Gaun Navy-nya yang semula berganti menjadi dress satin berwarna hitam gelap dengan beberapa ornamen mengkilat yang menghiasi bagian pinggangnya.“Akh” Shia tersentak ketika Dante menggendongnya ala bridal lalu membawanya keluar kamar.“Masih menolak bicara, Love?” Ucap Dante dengan senyuman lebar.“Dasar pemaksa” gumam Shia tanpa melihat wajah Dante.Dante terkekeh “Kau manis sekali saat kesal seperti ini Love”Shia tetap diam, mengabaikan pandangan Dante. Dia merasa sulit untuk menyembunyikan senyuman kecil di bibirnya meskipun hatinya berbisik untuk tetap marah.“Turunkan, aku bisa jalan sendiri”
“Shh… ahh” Shia meringis antara sakit dan nikmat disatu waktu bersamaan. Shia terduduk diatas meja kerja milik Dante dengan Dante yang berdirii dan terus memompa dirinya dibawah sana.“Dante- Stoph..Eum..” Belum selesai Shia berbicara Dante sudah lebih dulu membungkam bibir SHia dengan lumatan singkat lalu ia menarik diri setelah menyematkan mengecup pipi Shia beberapa kali kemudian lanjut menghentak Shia.Shia mengigit bibirnya, menahan desahan saat milik Dante masuk terlalu dalam di inti tubuhnya. Mata biru itu mentap gaun navy yang sudah tergeletak dan robek disana.“D-dante pestanya belum selesai” Ucap Shia saat Dante memperlambat gerakannya“Hmm.. mereka tidak akan menyadari kita menghilang Love” Ucap Dante dengan suara seraknya “Lihat Love, milikmu benar-benar dirancang sempurna untuk aku masuki” Tambahnya sambil menatap kelamin keduanya yang menyatu.Blush..“Dasar mesum” Shia berucap kesal namun wajah Shia memerah total, Shia mengalihkan pandangannya ke samping. Enggan menatap
Mobil putih itu bergerak dengan memutar di sisi lintasan yang menantang. Shia, dengan mahirnya, mengendalikan setiap gerakan mobilnya dengan presisi yang luar biasa. Asap ban dan deru mesin menciptakan suara yang menggetarkan hati para penonton di arena balap. Dante, yang berada di tepi lintasan, menyaksikan Shia dengan mata abu-abu yang menatap penuh kebanggaan. Meskipun awalnya khawatir, dia tidak bisa menahan kekagumannya melihat keahlian Shia dalam melakukan teknik drifting. Setiap belokan dan putaran roda menjadi sebuah tarian yang memukau. “Bukankah istriku luar biasa Alesio” Ucap Dante dengan bangga pada sang anak yang kini berusia 5 tahun. Alesio mendengus, meskipun masih kecil namun sikap Dante benar-benar menurun persis padanya “Dia mamaku” Dalam setiap belokan tajam dan drift spektakuler, Shia terus menunjukkan keterampilannya. Saingan-saingannya sulit mengejar karena mobil putihnya meluncur dengan kecepatan yang sulit dipercaya. Suasana menjadi semakin tegang ketika bal
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur, menggantikan almarhum Robert Clarikson sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan.”Prok.. Prok.. Prokk..Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ronnie Colins sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat.Ronnie Colins, dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya.Ronnie mengarahkan pandangannya kesegala sisi hingga terhenti pada satu titik. Sudut bibirnya terangkat dengan senyum miring "Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan. Saya sangat bersyukur dan berkomitmen untuk membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang tela
Waktu pemulihan yang seolah begitu cepat terasa seperti mukjizat bagi Dante. Shia dan bayi mereka, Alesio, menjadi simbol keajaiban itu. Setelah melewati masa-masa sulit di ruang perawatan intensif neonatal, Alesio kini berada dalam gendongan hangat Shia. Bayi itu tidak lagi terikat pada tabung inkubator.Dante duduk di samping Shia, matanya penuh kekaguman melihat bayi mungil mereka yang sekarang begitu sehat. Alesio dengan rakus meminum ASI dari ibunya, menunjukkan semangat hidup yang mengagumkan."Dia benar-benar rakus, ya?" Dante berkata dengan senyum di bibirnya.Shia hanya mengangguk setuju, mata biru yang terus memperhatikan putranya yang kecil. Keceriaan dan kebahagiaan menyelinap ke wajahnya meskipun kelelahan masih terlihat di matanya."Hidungnya dan bentuk wajahnya mirip sepertimu, Dante" Shia berkata sambil tersenyum lembut, jari telunjuknya menyentuh lembut permukaan wajah Alesio. "Dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dante merasa