Pertemuanku dengan Alex dan Lucas sangat singkat karena Alex bukanlah orang yang suka menarik perhatian khususnya di keramaian. Aku heran apa yang membuatnya tumben muncul di tempat seperti ini?
Alex bukanlah orang yang suka mendengarkan saran dari siapapun bahkan kami pun kadang suka berdebat karena berbeda pendapat dan yang paling lebih membuatku heran adalah mengapa Lucas sangat dekat dengannya. Cara apa yang dia gunakan agar Lucas menempel terus padanya?
“Waktunya habis. Kami akan pergi sekarang.” Kata Alex segera mengambil Lucas yang tengah bercengkrama denganku.
Aku tak ingin semua berakhir. Aku masih sangat merindukan Lucas.
Hariku yang sangat padat dengan kegiatan kampus dan kerja sambilan di tambah dengan masalah yang menerpaku membuatku jarang mengu
“Ya…aku suka binatang. Kenapa tiba-tiba menanyakan itu” Adrian bergabung dengan kami setelah berganti pakaian dan mendengarkan semua celotehanku dengan Reihan sambil tersenyum. “Kau suka Anjing?” Tanya Reihan sementara Adrian tengah sibuk memindahkan makanan dari kotak ke piring. “Tentu saja. Aku sangat menyukai mereka.” “Benarkah?” Jawabnya antusias. Aneh…Apa yang sedang terjadi di sini? “Bagaimana dengan serigala? Bukankah mereka sangat mirip dengan anjing? Apa kau juga menyukai mereka?” “Kau bercanda?!” sanggahku. Ekspresiku seolah mencemooh sambil menunjukkan raut wajah jijik,” Mana mungkin aku menyukai mereka? Aku san
_Adrian_Perlahan kubuka mataku dan mendapati diriku terbaring lemah di sebuah ruangan berwarna putih dengan bau obat-obatan yang menyengat di mana-mana."Akhirnya kau siuman juga." Kudengar suara Reihan samar-sama. "Kau tau berapa khawatirnya aku saat melihat kondisimu? Oh Sihit! Saat itu aku berfikir akan kehilanganmu!" Reihan terus mengumpat di sebelahku.Bocah brengsek ini, "Apa kau sudah gila?" Tanyaku."Maaf....akan ku panggilkan dokter." Reihan bergegas pergi namun ku tahan dia."Aku baik-baik saja berkat umpatanmu tadi! Sudah berapa lama aku disini?" Tanyaku padanya."tiga hari."Pantas saja tenggorokank
Lanjutan....Reihan mengantarku sampai rumah namun tak kubiarkan dia masuk kedalam. Aku butuh istirahat bukan omelan makannya ku suruh dia kembali ke asramanya. Kepala pelayan menyambut kepulanganku seperti biasanya hanya aku merasa ada yang kurang.Dia tak di sini.Dimana Luci? Apa dia sementara ini tinggal di rumah temannya? Apa dia meninggalkan rumah akibat kemarin? ataukah dia bermain lagi ke tempat kumuh itu? Biasanya dia yang menggantikan kepala pelayan menyambutku, namun kini keberadaannya tak terlihat di manapun.Aku berjalan ke ruang tengah, kondisiku belum stabil sepenuhnya. Ku istirahatkan tubuhku di sofa. Ada yang menggangguku, seperti ada yang tengah menatapku dari kejauhan. Tatapannya sangat menusuk dan membuat suasana sedikit tak nyaman. Kuedarkan pandanganku ke sekeliling dan.
_Luciana_“I-Itu-“ Adrian menatap langsung ke arah mataku, ”Apa memang ada penyakit aneh seperti itu? Bukan maksudku mencurigaimu, tapi......” Kataku ragu, ”Bagaimana mungkin ada penyakit yang membutuhkan orang sebagai media penyembuhannya? Kau tidak sedang mempermainkanku kan?”Semua ini sangat aneh namun saat mata kami saling bertemu, tak ku temukan sedikitpun kebohongan disana. kutatap terus mata indahnya yang menatapku dengan tatapan yang putus asa, situasi ini sangat sulit diterima akal sehatku."Sudah kuduga! kau pasti takkan mempercayainya." Jawabnya putus asa. "Penyakitku tak bisa disembuhkan bahkan oleh dokter atau ilmuwan sekalipun. Tak pernah ada yang selamat dari penyakit terkutuk ini, semuanya mati dengan mengenaskan sebelum berumur tiga puluh tahun."
Luci sama sekali tak bisa memejamkan matanya semalaman, dia masih terus terngiang-ngiang perkataan Adrian. 'Aku jatuh cinta padamu sejak-Akh!!!' Sial! Rona merah itu kembali muncul di wajahnya. Dia sangat malu sekaligus senang akan pengakuan yang semalam di dengarnya. Pernyataan itu seperti mimpi baginya, mana mungkin ada pria sempurna yang menyukai itik buruk rupa sepertinya? Kuputuskan untuk melakukan semuanya lebih awal hari ini, dia belum siap mental bertemu dengan Adrian. Entah hal konyol apa yang akan dilakukannya jika mereka bertemu. Membayangkannya saja itu membuatnya semakin berpikiran aneh apalagi kalau kejadian. *** Aku terpaksa berangkat pagi-pagi buta dengan bus pertama. Ku putuskan untuk berjalan-jalan kecil di sekitar kampus untuk menyegarkan pikiranku yang kacau. semuanya tampak membingungkan untukku. Pernyataan Adrian yang tiba-tiba, penyakit aneh yang menderanya, sikapnya yang nampak mencurigakan dan lainnya terus meman
Kelas terakhir terasa membosankan karena pikiranku memang tak disini. Aku masih penasaran dengan semuanya. Kuputuskan untuk keperpustakaan sebelum pulang.Hhh...sepertinya akan akan sampai rumah larut malam. Untung saja aku tak ketinggalan bis terakhir, jika tidak mungkin aku akan mengulangi kejadian konyol waktu itu. Malam ini sangat berbeda karena sepertinya bulan bersinar sangat terang. Kuputuskan untuk menatap langit.“Bulan purnama.” Aku menatap keindahannya sambil tersenyum.Sesampainya di rumah aku tak berani masuk kedalam dan hanya termenung di luar pintu. Aku masih bingung harus bersikap bagaimana padanya nanti.Aku telah memikirkan ini sepanjang hari. Pikiranku campur aduk! Aku harus bagaimana?Ku hembuskan nafas beberapa kali dan menguatkan diriku. Kupegang gagang pintu dan mendorongnya.“Aku pulang.”Keadaan rumah tampak hening, tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Apa Adrian pulang telat hari ini? k
_Adrian_Setiap hari bagai neraka bagiku, hariku sangat sibuk dengan tumpukan dokumen, klien ataupun perjalanan bisnis. Bahkan kantorku sudah seperti rumah keduaku akibat pekerjaan yang menumpuk. Hari ini pun tak ada bedanya dengan hari lainnya, cahaya bulan bersinar terang menandakan malam yang panjang akan segera dimulai.Melelahkan....Untungnya pekerjaan yang menumpuk untuk beberapa hari kedepan sudah selesai, jadi aku bisa sedikit bernafas lega, setidaknya bebanku berkurang. Ku ambil jasku dan bergerak ke arah lift, waktunya pulang.***Kuperhatikan keadaan sekitarku, semuanya tampak biasa saja, namun seperti ada yang mengganjal di hatiku. Apalagi saat sampai di pelataran rumah tak kulihat satu lampu pun yang menyala ataupun kepala pelayan yang sigap menyambutku seperti biasa. Suasananya terlalu sunyi, malah kelewat sunyi. Apakah terjadi sesuatu? banyak pertanyaan muncul di benakku? Kemana para pelayan? apakah Luci belum pulang? Me
Ian membalikkan badannya kemudian melangkah dengan bahu lemas dan tertunduk lesu. Aku tak mungkin membiarkan temanku pulang dalam keadaan seperti itu, "Apa kau mau pergi tanpa meninggalkan undanganmu padaku?" Kulihat wajahnya kembali berseri dan bersemangat kembali, "Kau harus pastikan aku menjadi tamu VIP nanti." Senyumnya semakin merekah dan bergegas pergi. Aku berjalan perlahan ke arah tangga, menaikinya perlahan agar sang putri tidur tak terganggu dalam mimpinya. Saat berada di tangga ketiga aku kembali menoleh ke arah Ian lalu memperingatinya, "Gunakan pintu sialan di depanmu Ian! Jangan gunakan jendela kau bukan monyet!" Kudengar dia mendumel sepanjang jalan lalu menghilang di kegelapan. Untunglah semuanya bisa berakhir baik. Semoga saja tak ada Ian lainnya setelah ini. Kulangkahkan kakiku kemba