Apa? Apa yang mereka bicarakan? Dasar, pagi-pagi sudah menggunjing tidak jelas. Berharap saja agar Ibu tidak menemukan dan melempar kalian keluar dari rumah ini.
Kupikir, aku lebih baik pergi, daripada harus mendengar pembahasan mereka yang tidak penting.
“Pelankan suaramu.”
“Tapi Nyonya dan Anak-Anaknya sudah tidak ada lagi di sekitaran sini. Aku bisa pastikan itu.”
“Lalu, apa Poeny tahu tentang ini?”
Aku berubah pikiran. Ya, aku mulai tertarik ketika nama Poeny disebut. Jadi mungkin, sebaiknya aku berdiri di sini sedikit lebih lama.
“Tidak, dia tidak tahu. Orie melarang Ibuku untuk menceritakannya pada Poeny. Jadi sebaiknya, kau juga tutup mulut dan jaga rahasia ini sampai kau mati!”
“Lalu kau sendiri tahu dari mana tentang ini? Ibumu membaginya denganmu?”
“Tidak, tidak. Mana mungkin begitu. Aku menguping! Kau tahu, aku senang melakukan itu setiap kali Ibuku bertemu dengan Orie. Karena aku ingat, biasanya, mereka sering berbi
“Katakan, di mana kau merasakan sakitnya?” Rhys mendekat, terlalu dekat menurutku. Perhatian yang cukup berlebihan, karena selama dua puluh tujuh tahun hidupku, dia tidak pernah seperti ini padaku.Wajahnya sudah berjarak satu hembusan napas di depanku. Aku takut ini akan membuatku gila dengan cepat. Tolong menjauhlah, kumohon!“Tidak, aku hanya ... sedikit pusing,” kataku. Sekarang aku berusaha menghindari tatapan matanya yang tajam, tapi mulai berpikir. Pikiran yang mengganggu tentang apakah dia tahu aku bukan Adik kandungnya? Atau apa dia sadar bahwa sikapnya sejak beberapa hari lalu mulai terasa aneh bukan hanya bagiku?“Dokter akan datang dalam beberapa menit lagi.” Dia duduk di tepi ranjang. Tidak lagi memandangiku, tapi melihat ke sekeliling kamarku, seakan menyelidiki sesuatu.“Aku tidak memiliki ingatan kecilku bersamamu,” gumamku pelan. Aku tahu dia akan sangat bereaksi pada sesuatu yang terkesan ‘mengganggu’ baginya.Benar, Rhys langsung mena
Rhys menolak membahas itu dan benar-benar meninggalkanku seorang diri di kamar.Yah, tidak buruk juga. Aku senang dia pergi. Memang ini yang kubutuhkan.Tadi, tanpa berkata apapun, dia beranjak dari sampingku. Berlalu begitu saja dan aku juga tidak berniat menahannya. Tidak lama setelah itu, mungkin lebih dari sepuluh menit, saat aku ingin benar-benar memejamkan kedua mataku, dia kembali dengan membawa masuk Poeny yang mendorong troli makanan.Lagi-lagi aku mengeluh walau hanya dalam hati. Rhys benar-benar membuatku merasa terikat. Rasanya, aku sulit bernapas karena semua hal yang berkaitan dengannya.Poeny menatapku sekilas, lalu menunduk karena aku memberi tatapan menusuk padanya. Poeny tahu, bukan hanya dia yang tidak kuijinkan masuk ke kamarku, tapi juga seluruh pelayan yang ada di rumah ini.Tapi karena perintah Rhys, dia harus masuk ke kamar ini. Kutahan amarahku ketika sebelum pergi, Poeny masih sempat melirik ke arahku dan tersenyum. Aih, men
Meski belum tengah malam, tapi keadaan di jam sepuluh malam di dalam rumah ini begitu sepi. Jadi aku sangat leluasa bergerak dan melangkah tanpa harus terus memantau keadaan dengan teliti.Yang membuatku ingin marah, tentu saja tangga menuju ke tempat tinggal atau kamar para pelayan yang masih berupa kayu berderit jika diinjak.Ini ulah Ibu, siapa lagi yang mungkin selain dia. Alasannya tidak sesederhana yang ingin kupikirkan. Ibu merencanakan sesuatu agar semua pelayan memiliki keterikatan sumpah setia sehidup semati mereka pada seluruh keluarga ini. Benar-benar menggelikan!Kedua kakiku baru saja menginjak anak tangga pertama, ketika suara jeritan panjang seorang wanita terdengar dari lantai atas tempat para pelayan tinggal.Menyusul suara gaduh setelahnya. Suara-suara langkah tergesa di lantai atas yang mulai ribut bercampur dengan suara panik beberapa orang.Jantungku mengambil alih semua detakan yang menguasai seluruh tubuh, berdentum hampir memeka
Tubuhku seperti tunduk pada keinginan dan setiap instruksi Rhys. Ini sedikit aneh bagiku. Seperti aku yang memang menginginkannya.Ini berbahaya. Padahal, belum terlalu lama untukku sendiri, sejak terakhir kali memiliki hubungan dengan seorang pria. Apa aku merasa kesepian secepat ini? Oh, rasanya tidak mungkin!“Kau terbiasa berdansa rupanya,” gumam Rhys, sedikit membungkuk berbisik tanpa kusadari.“Ya, begitulah. Aku melakukannya beberapa kali dalam sebuah acara.”“Pasangan dansamu menyenangkan?” Rhys mempererat genggaman tangannya yang sudah melekat kuat padaku.“Begitulah,” jawabku dengan senyum canggung, sedikit mengangkat sebelah bahu. Merasakan hangat genggaman Rhys yang terasa menyatu denganku.“Itu bukan jawaban.”Aku mengamatinya. Benar-benar tidak berpikir bahwa ini Kakakku. Rhys Dimitri Oxley yang selalu menghindariku sejak kecil, setiap kali aku mencoba mendekatinya. Apa hanya aku yang merasakan ada sesuatu di antara kami
Sungguh, aku terkejut dengan kenyataan itu. Kedua mataku mengerjap karena bingung. Kutatap Rhys yang mendatarkan ekspresinya padaku.“Ada apa sebenarnya, Rhys? Ke-kenapa kau—”Kecupan hangat, terasa menarik kulit dan menyedot darah di bagian leherku. Aku membeku ketika dia memberikan. ciuman yang akan berakhir pada bekas merah di sekitar leherku itu nantinya.Aku terdiam, sungguh tidak kusangka dia akan melakukannya. Sesuatu yang berada di luar pemikiranku tentang Rhys.“Kau menikmati, menyukai, dan menginginkannya lagi,” bisik Rhys, mengecup lembut telingaku, bahkan sedikit memberi sensasi mengejutkan karena Rhys menggigit bagian ujungnya, “aku mengujimu. Ternyata bukan hanya penasaran, kau cukup menikmati semuanya, ZeeZee.”Begitu cepat ketika Rhys memutuskan untuk melakukan semua ini padaku. Tubuh sialku bereaksi memalukan atas sensasi menyenangkan dari Rhys. Sebagian dalam diriku yang meronta ingin lebi
Kecupan di kening, membuatku terkejut dan langsung bergerak ke arah asal ciuman itu kudapatkan.Rhys tersenyum sekilas di sana, di sampingku, dengan beberapa kancing kemeja bagian atasnya yang sudah terlepas karena seingatku, tanganku lah penyebabnya. Kemeja Rhys benar-benar kusut, terbuka setengah, memperlihatkan dadanya yang ramping, mulus.“Kau terlihat tidur dengan tidak nyaman, akan kubantu kau memperbaiki gaunmu,” kata Rhys lembut. Aku bahkan malu menatapnya lebih dari sedetik, apa yang baru kami lakukan memang tidak melebihi dari hanya sekedar ciuman dan sentuhan yang terlalu dalam, tapi tetap saja aku merasa cemas jika keagresifanku meninggalkan kesan aneh di benak Rhys.Dan bodohnya, aku memiliki waktu untuk memejamkan kedua mataku dengan tenang di ranjang ini. Aku tidak ingat waktu yang sudah kupakai untuk tidur.Rhys membantuku bangun dari posisiku berbaring. Merapikan rambutku, lalu menaikkan gaun tidurku yang sudah merosot sampai
Sebelum kedua mata Adorjan meneliti lebih jauh, aku memberinya sebuah peringatan. “Tunggu sebentar!” Tanpa pikir panjang, aku berlari ke kamarku yang jaraknya sudah tidak jauh lagi.Aku mendengar Adorjan berteriak memanggil, bahkan dia menyusul ke kamarku, menggedor pintu dengan sedikit keras.Setelah secepat kilat aku meraih jeans hitam di lemari, aku kembali keluar kamar, berdiri di pintu yang tidak akan kubiarkan dimasuki olehnya.“Maaf, ada apa, Ed?”“Apa terjadi sesuatu? Kenapa kau sepanik itu?” Adorjan bertanya dengan penuh kecurigaan.Heran, aku tidak pernah merasa Adorjan serumit ini sebelumnya. Dia terdengar seperti Orie, cerewet.“Tidak ada apa-apa. Hanya ... aku terbangun terlalu cepat pagi ini, lalu berjalan ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa kucicipi. Tapi ada apa, Ed? Kau mencariku?”“Kau lupa pada janjimu?”“Janji ...” Memiringkan kepal
Ide buruk? Awalnya kupikir begitu. Tapi setelah sebelas menit berlalu dengan posisiku menunggu di kamar Rhys dan dia kembali dengan kening sedikit berkeringat, aku terpesona dalam sekali pandang.Pilihan untuk menuruti keinginan hasratku dan mengabaikan perintah otakku, menghasilkan hal yang menggelikan seperti ini. Aku menjebak diriku sendiri di kandang ular berbisa.“Janji tetap janji, Rhys. Beritahu aku apa yang terjadi.” Sebelum Rhys coba menyentuh wajahku, aku menahan tangannya, menggigit satu jarinya.“Itu tidak sakit sama sekali, ZeeZee. Di mana kau belajar menggigit jari seseorang?” Rhys balas menggigit jariku, bukan satu, tapi kelima jariku, satu persatu.Aku bergidik, hanya gigitan lembut di setiap jemariku, berhasil membuatku merasakan kenikmatan. Rhys berbeda, atau aku yang terlalu awam pada perasaan seperti ini?Dia bukan Kakakku! Benar, tak apa. Aku yakin sekarang bahwa dia bukan Kakak kandungku. Aku haru