Share

Tugas • 06

"Eh, itu bukannya si anak magang?"

Bimbim melihat salah satu gadis di sana, dan ia yakin tidak sedang salah lihat.

"Yang di Protokol, kan?" tanya Zain.

"Iya, siapa itu nama temennya Kiran?" Raki berganti bertanya.

"Jani."

Bimbim menoleh ke arah Dipta. "Iya, Jani namanya. Inget aja lo, Dip."

"Ngapain dia ke sini, apa jangan-jangan mau dugem?" Bian menebak-nebak dengan penasaran.

"Ya kali orang mau dugem bajunya kek gitu."

Mereka mengangguk, membenarkan ucapan Dipta. Melihat pakaian yang dipakai Jani sangat tertutup --sweater dan jeans-- sangat tidak cocok jika digunakan untuk masuk ke Badside.

"Kalo mau dugem gak masalah juga kali. Dia udah legal gitu," celetuk Bian yang menyesap kopi regalnya.

"Tapi kayaknya gak mungkin, deh, apalagi kalo gue perhatiin sifat dia. Menurut gue, dia tuh apa ya? Lebih minim, paham gak, sih?"

Keempat pria itu sontak menggeleng. Apanya yang harus dipahami jika ucapan Bimbim tidak jelas arah tujuannya.

"Apanya yang minim? Tinggi badannya?" tanya Raki.

Bimbim menggeleng.

"Dia kan keliatan agak cuek gitu. Tapi menurut gue dia tuh minim aja. Kayak minim ngomong, minim ekspresi, gitulah. Coba liat ke sana." Bimbim menyuruh mereka untuk melihat ke arah Jani.

"Liat, dia bisa ketawa lepas gitu, sedangkan kalo biasanya di ruangan dia sekedar ketawa buat formalitas aja. Dia keliatan asyik juga kalo ketemu temen yang pas. Tapi, coba kalo di kantor, dia kayak sengaja menutup diri gitu. Ngerasa gak kalian?"

Dipta yang sejak tadi memperhatikan Jani yang belum sadar sedang diperhatikan dan terus bercerita dengan teman-temannya. Kalau diperhatikan meja gadis itu lah yang terlihat paling gaduh, entah mereka sedang membicarakan apa hingga tertawa seperti itu.

Dipta beralih pada Bimbim yang sebelumnya mengeluarkan pendapatnya tentang pribadi Jani tanpa diminta. "Kok lo tau banget. Lo sering perhatiin Jani?"

Bimbim terkekeh. "C'mon, Man. Kalian aja yang terlalu fokus sama Kiran."

Dipta mendengus kesal. Ia meminum ekspresonya yang tersisa setengah dengan sekali tegukan sembari melihat ke meja Jani yang bertepatan dengan Jani yang juga sedang melihat ke arahnya. Dipta sontak tersedak cairan pahit itu.

*****

Dipta baru tertidur selama 3 jam lebih. Ia baru pulang dari Badside saat jam menunjukkan pukul dua dini hari.

Saat ini, ingin sekali Dipta tenggelam dalam kasur saat Rabel seenak jidat masuk ke kamar dan membangunkannya dengan rusuh.

"Mas! Bangun, ih!"

"Mas Dipta!"

"Mas, lo budek banget, sih! Ayo bangun!"

Dipta mengambil bantal dan menaruhnya di atas wajahnya, mencoba meredam suara rengekan Rabel.

Rabel sendiri masih belum menyerah, ia mencoba membuang bantal yang berada di wajah kakaknya, tetapi sangat susah karena tenaga Dipta yang menahan. Ia berganti menarik lengan Dipta untuk bangun.

Dipta berdecak dan membuang bantalnya dengan kesal. "Apaan sih, Bel?"

Rabel bisa melihat raut wajah Dipta yang begitu kusut, perpaduan antara raut kesal dan mengantuk sekaligus. "Temenin gue, Mas."

"Iya, nanti gue temenin. Sekarang awas! Biarin gue tidur." Dipta kembali mengusir adiknya yang masih tidak bergeser sedikit pun.

"Sekarang temeninnya."

Dipta menggaruk lehernya sambil melirik jam yang menunjukkan pukul setengah enam. "Masih pagi, mau ke mana sih, lo?"

"Car free day. Ayo temenin gue."

"Lo udah gak punya temen? Pada ke mana temen lo? Udah deh jangan ganggu gue."

"Banyak cewek nanti di sana."

"Bodo amat. Gue ngantuk."

Rabel masih menggoyang-goyangkan lengan Dipta dalam diam. Dipta yang tadinya sudah memejamkan mata, kembali membukanya.

"Sejak kapan lo jadi demen olahraga?" tanya Dipta heran. Ia bahkan tak pernah melihat adiknya ini berolahraga.

"Siapa bilang gue mau olahraga."

"Car free day itu buat orang yang mau olahraga pagi. Ya terus lo mau ngapain ke sana kalo nggak olahraga, Sayangku?" tanya Dipta geram.

Rabel tersenyum. "Ada event Kpop nanti, makanya kita harus ke sana."

Dipta menghela napasnya lelah. Rabel dan kpop tak akan pernah terpisah.

"Dateng sendiri kan bisa." Dipta berucap lebih lembut.

"Temenin," pintanya manja. Menjadi anak terakhir membuat Rabel selalu bergantung pada Dipta atau anggota keluarga lainnya.

Entah di sadari Dipta atau tidak, pria itu selalu menuruti semua tingkah manja dan kekanakan adiknya itu.

"Temenin aku, ya, Mas."

Dipta tidak mempunyai pilihan lain selain memberikan anggukan kepada gadis itu.

"Yeay!" Setelah mengecup pipi Dipta Rabel segera bersiap dan menyuruh Dipta untuk cepat bersiap juga.

*****

"Untung aja gak telat. Gara-gara Mas Dipta, nih. Bangunin aja butuh waktu setengah jam lebih."

Rabel terus mengomel yang hanya dibalas decakan malas oleh Dipta. Ia berjalan di belakang adiknya yang terus berjalan menuju ke arah kerumunan para gadis-gadis remaja yang Dipta tebak memiliki kegemaran yang sama dengan Rabel.

Karena datang di jam mepet seperti ini, mereka berada di bagian belakang dan dengan tidak tahu malunya, Rabel menarik tangan Dipta dan menerobos kerumunan itu.

Banyak cacian yang ditujukan. pada Rabel karena menerobos dan mendorong dengan paksa beberapa orang, sebagai gantinya Diptalah yang meringis meminta maaf kepada orang-orang itu. Hingga akhirnya mereka berdiri di bagian paling depan.

"Acara apaan sih ini?" tanya Dipta saat melihat ada kamera dan gadis-gadis yang memakai pakaian serba hitam.

"Ini cover dance kpop in public. Terus nanti bakal ada random dance kpopnya juga kalo gak salah," jelas Rabel.

Dipta berdecak. "Lo bangunin gue pagi-pagi cuma buat ngeliat orang joget-joget gak jelas gini?"

"Eh, ini tuh namanya ngedance. Yang joget-joget gak jelas itu kan kesukaan lo kalo lagi di club."

"Anjir."

Tak lama kemudian lima gadis dengan pakaian hitam bersiap di tengah, kata Rabel mereka akan mengcover dance Mafia In The Morning dari Itzy. Dipta tidak tahu siapa Itzy yang penting ia mengangguk saja.

Kelima gadis itu sudah bersiap di posisinya dan di depannya sudah ada seorang wanita memakai masker dengan rambut dicepol yang sepertinya bagian kameramen.

Wanita itu membuka maskernya dan berjalan mendekat ke arah kelima gadis yang bersiap tadi untuk mendiskusikan sesuatu.

"Jani," gumam Dipta.

"Apa?" tanya Rabel saat mendengar kakaknya menggumamkan sesuatu.

Dipta menggelengkan kepala ke arah Rabel. "Gak papa."

Dipta tidak mungkin tidak mengenali gadis yang semalam baru ia lihat di kafenya. Keyakinan Dipta semakin kuat saat salah satu dari mereka menyebutkan nama Jani.

Dipta semakin merasa tertarik dengan acara ini saat mengetahui Jani terlibat juga di dalamnya.

Acara dimulai, Jani melakukan tugasnya dengan sangat baik. Dipta bahkan terkagum melihat bagaimana Jani melakukan tugasnya, walaupun sebenarnya tidak ada yang spesial.

Padahal yang seharusnya menjadi perhatian Dipta adalah  kelima gadis yang sedang menari itu, tetapi mata Dipta memilih untuk mengikuti setiap gerak tubuh Jani yang melangkah maju dan mundur menyesuaikan gerakan para penari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status