The Larches (Pecundang Hati)

The Larches (Pecundang Hati)

last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-09
Oleh:  BeebooOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
13Bab
1.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

"Aku takut jatuh cinta karena aku takut patah hati." Jani tau Dipta menyukainya. Jani juga tau Dipta orang yang baik, tapi ia tidak tau apakah Dipta orang yang tepat untuknya atau bukan. Karena yang Jani cari bukan hanya pria yang baik tapi juga yang bisa membuat dirinya nyaman menjadi apa adanya tanpa harus terus berpura-pura. Karena motto Jani dalam mencari pasangan adalah 'Tak perlu tampan asal bisa buat nyaman'. Selama 5 tahun Dipta terjebak dalam kehidupan seorang PNS. Namun, kali ini ia mensyukuri takdirnya yang menjadi seorang Kasubbag Protokol di Kabupaten. Karena pekerjaannya itu, Dipta bisa bertemu dengan Jani. Gadis yang penuh dengan kejutan dan kerumitan. Dipta tidak tahu apa yang ada di otak gadis itu hingga Jani bisa mempunyai pikiran yang begitu rumit. Dan tentu saja Dipta tertantang memecahkan pemikiran rumit jani apalagi jika imbalan yang akan ia dapat nanti adalah hati gadis itu. "Mungkin selama 5 tahun takdir telah menjebakku di sini, dan sekarang sebagai gantinya aku akan menjebak Jani seumur hidupnya untukku sendiri ."

Lihat lebih banyak

Bab 1

Tugas • 01

Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, dan mobil berpelat nomor merah dengan stiker yang bertuliskan 'Protokol' tertempel di kaca belakang dengan perlahan memasuki area parkir kantor Pemda.

Seorang pria berseragam dinas berwarna khaki keluar dari mobil tersebut. Kakinya yang berbalut sepatu pantofel hitam mengkilap perlahan mulai berjalan menjauhi area parkir.

"Mas Dipta!"

Suara seruan itu membuat langkahnya terhenti.

“Wah! Yang abis pulang dinas mukanya cerah banget, nih.”

“Cerah apaan! Badan gue pegel semua ini,” balas Dipta saat mengetahui siapa yang bersuara tadi. Mereka kemudian bersalaman.

“Lah, lagian lo ngapain masuk sekarang? Anak Humas yang ikut dinas kemarin baru masuk lusa,” terang Nanang, salah satu staf senior di bagian Humas, sedangkan Dipta sendiri di bagian Protokol di mana kerjanya lebih banyak di luar ruang.

“Lagi ada yang diurus, Mas. Ntar kalo kosong gue balik rumah lagi. Lo mau ke mana, Mas?” Dipta bertanya saat melihat pria itu membawa beberapa map.

“Mau ke ruangan Bunda.”

Bunda sendiri adalah sebutan bagi Bu Asti, wanita paruh baya yang menjabat sebagai Kabag Humas dan Protokol. Sedangkan Dipta sendiri sekarang ini menduduki jabatan sebagai Kasubbag Protokol.

Kasubbag atau Kepala Sub Bagian Protokol mempunyai tugas melaksanakan tugas keprotokolan, mengkoordinasikan persiapan dan pelaksanaan tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan dalam kegiatan upacara, acara resmi dan acara kenegaraan, menghadiri rapat kedinasan dan pertemuan-pertemuan resmi serta acara-acara formal maupun informal yang dilaksanakan oleh Bupati, Wakil Bupati dan Pimpinan Daerah.

Usia Dipta baru menginjak 27 tahun dan terbilang sangat muda untuk menempati posisi tersebut, tetapi ia sangat berkualifikasi di jabatan tersebut.

"Ya udah, Mas Dip, gue duluan udah ditungguin sama Bunda," pamit Nanang.

"Iya, Mas."

Mungkin karena pangkat Dipta membuat semua orang menghormati dengan memanggilnya dengan sebutan 'Mas' entah orang itu lebih muda darinya atau bahkan yang lebih tua darinya, seperti Nanang tadi.

Kemudian Dipta kembali berjalan menuju ruangan Protokol yang sudah mulai terlihat. Saat memasuki ruangan, suara ceria Vista langsung menyambutnya.

"Selamat pagi, Mas Dipta!"

"Pagi!" Dipta melemparkan kunci mobilnya ke arah pria yang mejanya berada di sebelah Vista. "Bim, ambilin makanan di mobil."

Titahnya disambut dengan seruan riang oleh ketujuh orang yang berada di sana. Dipta yang sudah berdiri di depan mejanya berbalik badan dan menatap mereka bingung. "Kenapa?"

"Tadi waktu, Mas bilang mau ke sini anak-anak langsung nebak apa yang Mas Dipta bawa hari ini."

Penjelasan dari Vista membuat Dipta menggeleng pelan dan tersenyum. Memang sering kali Dipta membelikan makanan atau camilan untuk orang protokol.

"Udah buruan ambil, Bim. Ajak Raki juga buat bantuin bawanya."

Raki yang mejanya berada di belakang Bimbim langsung berdiri dengan semangat. "Weh! Gak kuat di bawa satu orang, saudara-saudara. Kira-kira apaan, nih?"

"Nasi tumpeng, nih."

"Pizza limo lah pasti." Suara mereka saling bersahutan.

"Mantep banget tuh, Mbak," celetuk Bimbim saat mendengar tebakan dari Mbak  Hima yang menyebutkan Pizza berukuran satu meter yang sedang viral.

"Gak usah ngarep yang aneh-aneh. kalo yang gue bawa pasir dari Bali, gimana coba? Udah buruan ambil keburu dingin nanti," tukas Dipta, mengingat kemarin ia baru saja pulang tugas dari Bali.

"Siap!" Bimbim dan Raki langsung beranjak dari ruangan.

"Mbak Hima, besok ada kegiatan apa?" Dipta bertanya saat sudah berhasil duduk dengan nyaman di mejanya.

"Sebentar Mas, tak tanyain dulu," balas wanita beranak satu itu.

Di sini memang Hima lah yang selalu mendapat jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Bupati.

"Besok ada acara di Ruang 45. Terus Bapak ada kegiatan peresmian jembatan darurat sama santunan korban bencana longsor," jelas Hima setelah melihat ponselnya.

Bapak sendiri sebutan untuk Bupati mereka yang biasa digunakan oleh orang-orang yang bekerja dekat dengan beliau.

"Rapatnya jam berapa, Mbak?" tanya Dipta.

"Jam sembilan, Mas."

"Okay. Kalau begitu besok yang ikut Bapak biar aku, Vista, Bimbim sama Raki. Terus Mas Angka, Mas Yogi, Mas Abi ngurus di Ruang 45 dan Mbak Hima nunggu ruangan aja."

"Mas, aku ajalah yang jaga ruangan besok," sela Vista.

"Jangan lah, Vis. Kemarin di Bali gue ketemu sama Mas Bayu. Katanya kalo bisa Mbak Hima jangan di kasih kerjaan yang berat-berat, biar cepet jadi proyek bikin adik buat Keno." Ucapan Dipta di balas decakan keras Hima yang terlihat memerah malu.

"Emang beneran pengen nambah anak, Mbak?" tanya Mas Angka yang tadinya menghadap komputer kini menoleh sekilas ke arah Hima yang duduk di belakangnya.

"Ya gitu. Dari kemarin-kemarin Mas Bayu ngomongin soal anak mulu."

"Ya gak papa sih, Mbak. Keno juga udah besar, udah waktunya dapet adek," tambah Vista.

"Mbak Him, jangan lupa minta doanya Gus Angka biar cepet jadi," celetuk Mas Yogi yang sedari tadi terlihat begitu fokus dengan komputernya.

Ucapannya itu membuat semua orang di sana tertawa.

"Yang penting tiap malam berusaha terus ngadon anak mbak ya," tambah Dipta.

"Ih, kenapa malah bahas aku sih. Mas Dipta juga ngapain tadi pake ngungkit-ngungkit hamil segala!" protes Hima dengan wajah tertutup hijab yang sudah memerah.

"Ngapain malu sih, Mbak. Produknya udah jadi satu itu."

"Beda lagi kalo yang ngadon bayi itu Mas Dipta. Bahaya kalo itu." Ucapan Vista bertepatan dengan kedatangan Bimbim dan Raki yang membawa satu kresek merah kota sterofom dan satu tandan pisang.

"Pisang dari mana tuh, Mas?" tanya Mas Abi.

"Dikasih nyokap, Mas. Itu pisangnya di gantung aja bisa gak?" tanya Dipta yang dibalas acungan jempol oleh Bimbim.

"Siapa yang ngadon bayi, Vis?" tanya Raki kembali mengungkit pembahasan tadi. Dengan lagunya Vista menunjuk ke arah Dipta.

"Parah sih, Mas Dipta. Cari istri dulu Mas, baru ngadon bayi."

"Astaga, Vista lo bikin orang salah paham mulu," gerutu Dipta.

"Makanya Mas Dip, buruan nyari istri biar bisa ngadon bayi. Masak lo kalah sama Mbak Hima, sih. Dia tiap malem ngadon bayi loh."

"Plis, deh. Ini bahasanya harus banget ngadon bayi?" tanya Hima tak habis pikir. Tak ada yang membalas ucapan Hima, namun semuanya tertawa terbahak.

"Tenang aja, Mas Yog. Gue tiap malem berusaha nyari, kok," balas Dipta.

"Nyari istri kok malem-malem. Situ nyari istri apa lagi nyari jangkrik?"

"Apalagi nyarinya di club, situ lagi nyari istri atau ...?" Raki yang menirukan kalimat Bimbim sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Kalian pengen gak gajian bulan ini?" ancam Dipta membuat semuanya kicep.

"Dah yok, kita nyabu dulu yok!" ucap Bimbim mengalihkan toping dan membagikan kotak sterofom yang berisi bubur ayam itu kepada rekan-rekannya dan tentu saja pada pak Kasubbag jomblo mereka juga.

Dipta menganggap ketujuh orang di ruangan ini sebagai keluarganya sendiri, karena itu mereka selalu bersikap seperti ini. Hampir setiap hari mereka dan mereka terus yang selalu di temui Dipta.

Yang pada akhirnya membuat Dipta betah dan nyaman pada pekerjaannya saat ini yang dulu sempat ia benci.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Beeboo
Yuk yabg baca cerita ini jangan lupa komentar dan vote ya...
2021-09-16 09:38:10
1
user avatar
Beeboo
makasih buat yang udah vote dan baca, aku bakal update lagi bulan depan deh kayaknya, semoga bisa konsisten ya
2021-08-14 14:05:23
1
13 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status