Share

Tugas • 05

Sebagai seorang lajang, hidup Dipta tidak terlalu mengenaskan. Ia tidak terlalu peduli dengan statusnya karena dengan statusnya seperti ini ia merasa bebas tak terbatas.

Namun, beda lagi kalau sudah lajang dan masih tinggal bersama orang tua. Teror menikah setiap hari berdatangan. Bukannya Dipta tak mampu tinggal sendiri, tetapi Yang Mulia Ratu sudah mewanti-wanti Dipta untuk tidak meninggal rumah ini sebelum menikah.

Bahkan setelah menikah sang Mami berharap agar Dipta tetap tinggal di sini bersama istrinya kelak.

Ia tadi sudah terbangun saat Mami membangunkannya untuk salat Subuh dan setelah Dipta lanjut tidur hingga pukul delapan pagi.

Kegiatannya setiap pagi entah weekday ataupun weekand adalah mengecek apakah Bapak ada jadwal kegiatan atau tidak.

Bekerja di Protokol membuat Dipta seakan menjadi bayangan Bupati, di mana ada Bupati di situ ada Dipta. Apalagi pekerjaan Bupati kadang tidak mengenal hari, yang menyebabkan Dipta dan yang lainnya harus  rela melepas jatah liburnya.

Dipta menghela napas lega saat melihat tidak ada satu pun jadwal Bupati hari ini. Kemudian ia beralih membuka beberapa pesan yang masuk pada aplikasi chattingnya.

Setelah membalas pesan-pesan yang menurutnya harus dibalas dan mengabaikan beberapa pesan lainnya yang malas ia baca, perhatian Dipta beralih pada grup chat yang berisi dirinya, Bimbim, Raki, Bian dan Zain yang belum dibuka sejak semalam.

Dipta tidak tahu sejak kapan nama grupnya berubah menjadi alay seperti ini.

Bahagiakan Para Kacung, Mas Dipdip!

Bimbim:

malem minggu kmn nih?

Zain:

Kencan lah💪

Bian:

Maaf buat para jomblo, Bian yg gk jomblo lagi udah punya janji, dong😎

Raki:

Lah bukannya kemaren lo jomblo, Yan?"

Bian:

Lima menit lalu gw baru jadian

Gw lagi makan bubur di taman bareng doi

Skrng doi lagi di kamar mandi

Zain:

Anak mana lagi, nih?"

Bian:

Anaknya mama Anna sama papa Jaya

Bimbim:

Njing!

Bian:

Kok ngamok!

Raki:

Sori, gw gk iri boy.

Gk kencan gk pp yang penting dibayarin badside sama pak bos

Zain:

Lah emng iya @Dipta

Bimbim:

Asik nih🔥

Zain:

Gw rela cancel kencan, kalo beneran ditraktir

Raki:

Kencan bareng guling aja sok²an cancel

Zain:

Dih, lo blom liat cewek baru gw

@Bian kasih tau sana

Bian:

Owh, yg mantan gw lima bulan lalu?

Zain:

Syalan lo!

Bukan yg itu, bgst!

Bimbim:

Njir!! Bekasnya Bian lo embat juga

Raki:

Kayak gk ada cewek lain aja, cong

Bimbim:

Si anak magang tuh mayan

Raki:

Kiran udh gw tandain dulu

Bian:

Apaan main tanda-tandain, lo pikir kissmark

Siapa cepat, dia dapat dong

Zain:

Heh! Inget cewek lo yang lagi beser di wc tuh

Raki:

Ngakak, goblog!

Btw, ini mas Dipta kmn?

Bimbim:

Biasa bujang lapuk

Jam segini pasti masih ngorok

Dipta:

Gw udh bangun ya

Bian:

Tegang pasti mas ya?

Dipta:

Iya dong

Punya gw kan mantep banget💪

Zain:

Sialan, otak gw traveling dong

Pusing kgk mas?

Bimbim:

Dipdip dateng² bikin resah

Dipta:

Aman @Zain

Gw salah apa sih Bim?

Raki:

Gw ganteng, gk ngerti apa²😯

Mas Dipta gk salah, krn itu ntar malem traktir badside

Dipta:

ogah

Raki:

Ntar kita jemput lo dirumah gk ada penolakan

Udh gk ush pada ngechat lagi.

Wifi di rumah gw lagi ngelag

Hanya admin yang dapat mengirimkan pesan

****

Sore hari, Dipta bersantai dengan tidur tengkurap di karpet depan televisi yang menayangkan serial kartun bocah kembar asal Malaysia.

Hingga ia merasa punggungnya terasa berat. Apa Dipta sedang ketempelan setan? Mengingat hanya ada dirinya saja di rumah ini, orang tuanya sedang pergi keluar.

"Kaku banget, kek batu sih lo, Mas." Suara itu sekaligus tepukan keras dipunggungnya membuat Dipta menoleh ke belakang.

"Setan, lo!" umpat Dipta.

Sedangkan Rabel adik Dipta yang dengan santai duduk di punggung Dipta hanya mengangkat bahunya tak peduli.

"Gak inget umur? Berat lo berapa, sih, kok berat banget?" gerutu tak henti. Mencoba membuat adiknya yang sudah menginjak usia kepala dua itu untuk segera turun dari punggungnya.

"Lo nya aja yang udah tua. Segini aja udah keberatan. Mendingan lo buruan nikah deh, Mas. Sebelum lo gak kuat nanti. Kan kasian istri lo," julid Rabel. Ia turun dari punggung kakaknya dan berubah menjadi duduk di samping punggung Dipta.

"Lama-lama lo kayak, Mami. Ceriwis."

"Mami ke mana? Kok sepi banget?" Rabel bertanya sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah.

"Lagi kondangan ke acara nikahan anaknya temen papi. Lo dari mana aja, udah ngeluyur aja dari pagi," cerca Dipta, menunjukkan sisi protektifnya pada sang adik.

"Apa, sih. Gue tuh habis belajar kelompok. Pernah belajar kelompok gak sih, lo?" Rabel bangkit hendak pergi ke kamarnya sebelum Dipta kembali menceramahinya.

"Belajar kelompok macam gimana dari pagi sampai sore begini."

"Bodo amat," balas Rabel.

Namun, saat mengingat sesuatu ia segera berbalik dan kembali menghampiri Dipta yang kini sudah duduk bersandar pada kaki sofa. Rabel berjongkok di samping Dipta menyamakan tinggi mereka. Sedangkan Dipta menatap bingung serta ngeri ke arah adiknya.

"Mas Dipta, isiin Shopeepay aku, ya."

Cup!

Sebagai sentuhan terakhir sekaligus jurus jitunya, Rabel mengecup pipi Dipta dan segera lari ke kamarnya.

Dipta sendiri sudah mencak-mencak di tempatnya. Ia menghapus bekas kecupan Rabel di pipinya.

"Kalo ada maunya baru aku-aku, lo!" seru Dipta keras. Dipta merutuki adiknya dalam hati.

*****

Mengingat jam masih menunjukkan pukul sembilan malam, maka Dipta dan yang lain memutuskan untuk mampir dulu ke kafe yang berada di samping Badside.

"Serius lo traktir kan, Mas?"

Dipta melirik Zain yang mengenakan jaket kulit hitam. "Bayar sendiri-sendiri."

Walaupun begitu mereka sudah tahu ucapan Dipta hanya gurauan, jika tidak, pasti pria itu memilih untuk tidak datang. Tadi saja, Dipta yang malah datang duluan menjemput Bimbim.

"Pinter banget otak bisnis lo, Dip," komentar Bimbim. Usia Bimbim dan Dipta itu sama, mereka berdua berteman sejak kecil bahkan sekarang mereka masih tinggal di kompleks yang sama. Karena itu, jika di luar kantor atau di luar jam kerja, Bimbim memanggil Dipta langsung tanpa embel-embel Mas.

Awalnya sangat susah membiasakan diri menyebut Dipta yang notabennya teman sepergilaannya dengan sebutan, Mas. Hingga akhirnya setengah tahun awal bekerja Bimbim mulai bisa beradaptasi dengan keadaan.

Sedangkan ucapan Bimbim tadi merujuk pada kafe yang sedang mereka kunjungi yang tak lain adalah milik Dipta. Dipta seakan bisa melihat peluang pada tempat ini sehingga dulu ia memutuskan dengan yakin untuk membangun sebuah kafe di sini.

"Mas Dipta kalo soal cuan mah kagak pernah salah instingnya."

Dipta memerhatikan kafenya yang memiliki dua nuansa, di mana nuansa depan seperti retro sedangkan di belakang Dipta memilih konsep gacoan seperti di Jogja.

Kemudian pandangan Dipta berhenti pada meja yang berisikan empat orang gadis yang sedang terbahak entah menertawakan apa. Posisi gadis-gadis itu hanya terhalang satu meja di samping tempat Dipta.

Mata Dipta terfokus pada seorang gadis yang tengah tersenyum lebar, yang membuat Dipta tanpa sadar ikut tersenyum.

"Nyari mangsa baru, Mas?" tanya Raki saat melihat Dipta sedari tadi tidak fokus dengan pembicaraan mereka dan malah melihat ke arah lain.

Bian, Zain dan Bimbim mulai mengikuti arah pandang Dipta. Bimbim menyipitkan mata saat mengenali salah satu gadis itu.

"Eh, itu bukannya si anak magang?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status