London, Kediaman Utama Wysteria.
Lucian tampak sedang berjalan menuju ke sebuah rumah kaca yang terletak tidak jauh dari gedung utama kediaman Keluarga Wysteria yang berada di Durham. Pria berkacamata itu tampak sedang mencari-cari seseorang dan kemudian memutuskan untuk mencarinya di rumah kaca tersebut.
“Ashen!” suara Lucian terdengar lantang ketika pintu rumah kaca terbuka, menampilkan sesosok pria bersurai hitam kelam yang tengah sibuk mengurusi tanaman bunga mawar merah, “Ternyata kamu di sini.”
“Saya lupa untuk menyirami bunga-bunga di sini,” sahut Ashen kembali melanjutkan kegiatan berkebunnya tersebut. Membiar Lucian mendekati dirinya dan fokus memotongi daun-daun yang telah mengering dari tanaman bunga mawar tersebut.
“Bunga yang indah,” puji Lucian merasa tenang melihat bunga mawar di hadapannya bermekaran dengan indah, “Kakak pasti senang melihatnya.”
“Say
“Kereta kuda itu akan datang pagi ini. Kita harus bergerak secepat mungkin agar tidak kehilangan jejak. Kita semua akan bergerak dalam misi ini. Dan kalian berdua segera untuk bersiap.”Ashen dan Reynox mengangguk mengerti kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Lumiere untuk bersiap-siap. Keduanya kemudian bertemu dengan Lucian di depan pintu kamar sang gadis. Menyadari tatapan penuh arti dari Lucian, Reynox memberikan kode untuk Ashen pergi terlebih dahulu.“Aku akan bersiap duluan,” pamit Ashen seraya melangkah menuruni anak tangga menuju ke suatu tempat.“Oke,” balas Reynox singkat, padat, dan jelas. Kemudian ia membiarkan Lucian mendekati dirinya untuk mengatakan sesuatu.“Rencana baru ya?”Reynox mengangguk ringan, “Iya, kamu harus bergerak sebelum fajar.”Ada jeda keheningan di antara mereka selama beberapa saat.“Sepertinya Ashen merasa jauh
BRAK!“KAKAK!” teriakan Lucian menggema, bersamaan dengan jembatan rapuh tersebut rusak. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan jika pria berkacamata tersebut mengkhawatirkan kakaknya yang sedang menyebrangi jembatan yang telah rusak itu.Namun beruntungnya, Lumiere dengan gesit melompat ke tanah di seberangnya. Pergerakannya cukup lincah walaupun ia adalah seorang wanita. Helaan napas terdengar dari Lumiere yang telah menginjakkan kakinya di tanah.“Dasar, bikin keringat dingin saja,” gerutu Reynox dengan kekhawatiran yang tidak berguna karena Lumiere yang berhasil selamat dari jembatan patah tersebut.Lumiere menghadap ke arah teman-temannya yang berada di seberang sana, “Kita serang tiap lokasi sendiri-sendiri. Aku akan pergi ke benteng yang paling besar.” Lumiere mulai memasangkan tudung jubah yang ia kenakan saat ini, menutupi surai cokelat madu serta sebagian dari wajahnya, “Kalian pergi ke d
Reynox yang sedang menggendong Daniel lantas menoleh ketika terdengar suara letusan senjata api yang memekakkan telinga, hingga membuat burung-burung yang bersembunyi dibalik rimbunnya pepohonan beterbangan.Pria bertubuh tinggi itu lantas menyeringai, merasa puas dengan keberhasilan Ashen menghabisi bangsawan yang sedang mereka buru tersebut, “Beres tuh.”Lucian menghentikan langkah kakinya ketika ia berhasil menemukan dua benteng yang menjadi tujuan mereka selanjutnya, “Archenar, itu ... bentengnya sudah terlihat.”Reynox memalingkan wajahnya seraya menghampiri Lucian yang tampak fokus memperhatikan benteng di sebelah kiri. Pria bertubuh tinggi itu pun ikut memperhatikan bentuk benteng tersebut, berusaha mencari-cari kejanggalan jika memang ada.“Tampak seperti benteng pada umumnya,” celetuk Reynox seraya melangkah menuju ke benteng di sebelah kanan, “Lucian, kau urus benteng di sebelah kiri.&rd
Lucius mendongakkan wajah, mengalihkan sejenak perhatiannya dari sebuah buku yang sedang ia baca, ketika telinganya mendengar suara ketukan di pintu masuk ruangan ini. Dengan gerakan santai, pria berwajah tampan ini beranjak dari duduk setelah meletakkan buku tersebut ke meja.“Selamat malam, Direktur,” sapa Lucius hangat ketika ia membukakan pintu dan mendapati Oscar Compbell Spade yang bertamu di malam hari seperti sekarang. Lucius tersenyum ramah namun mengandung makna yang misterius, “Anda sampai datang kemari di tengah malam begini ... pasti ada hal yang sang mendesak, ya?”Oscar hanya menyeringai miring seraya merapikan long coat yang tidak ia pakai, “Tidak perlu mengkhawatirkannya secara berlebihan. Sebuah urusan yang cukup genting sampai aku menggedor pintumu malam-malam begini.”“Wah, maaf,” ujar Lucius menyingkir dari pintu masuk, memberikan jalan untuk direkturnya tersebut agar
Rowling Street Nomor 5.Peter memandang lesu sebuah amplop surat yang berada dalam genggaman tangannya. Matanya terlihat lelah, mencirikan jika pria bersurai perak itu tidak mengistirahatkan tubuhnya semalam. Entah karena sengaja bergadang atau memang tidak bisa tidur karena iai kepalanya berisik, menyerukan banyak dugaan-dugaan perihal misteri-misteri yang belum terpecahkan hingga sekarang. Tidak, hanya ada satu misteri yang sukar dipecahkan olehnya.Identitas asli Bangsawan Kriminal.Peter benar-benar memikirkannya sedalam itu hanya untuk menemukan titik terang dari misteri tersebut. Siapa Bangsawan Kriminal, tujuannya melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Profesor James Moriarty ribuan tahun silam. Kenapa ia berniat memakai cara yang fenomenal tersebut untuk mengubah tatanan negara yang kembali bobrok ini.Peter tidak munafik. Ia juga membenci negara ini.Pria itu lebih membenci pada sistem negara ini
Peter dengan gerakan yang sangat santai mematikan puntung rokok yang sebelumnya ia hisap tersebut ke asbak. “Ayo pergi ke tempat si Wendy Manionz itu,” ajak Peter seraya melangkah keluar untuk pergi menuju ke alamat yang tertera pada secarik kertas yang baru saja ia ambil dari saku jas. Sebastian menatap terkejut pada Peter, “Ini sudah jam sepuluh lho?” “Ya terus?” “Memangnya wajar ya mengunjungi wanita yang tidak dikenal selarut ini?” tanya Sebastian menatap jengkel pada Peter yang terlihat acuh dengan tata krama tersebut. “Ah masa?” Kan ... Peter bahkan terlihat tidak memedulikannya, “Tapi kalau lelet, bisa-bisa dia keburu pindah dari tempat yang sudah ditemukan oleh Yang Mulia lho.” Peter tersenyum culas, “Dan jangan, lupa kita sudah dibayar 2000 pound sterling di muka.” “Ugh ... baiklah, kali ini pengecualian! Tapi kita akan pergi kalau dia menolak,” ujar Sebastian dengan sangat terpaksa menuruti ucapan Peter terse
“Ini ruang keluarga.” Peter mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Memperhatikan desain interior ruang keluarga tersebut yang terlihat sederhana tersebut. Cocok untuk sebuah rumah yang hanya ditinggali oleh seorang wanita yang hidup sendirian. “Silakan duduk,” ujar Wendy seraya melangkahkan kakinya menuju ke meja yang terdapat beberapa botol minuman beralkohol, “Adna ingin minum? Scotch? Atau anggur?” “Tidak, terima kasih,” tolak Peter sesopan mungkin, “Saya harus mulai memeriksa.” Mendengar hal tersebut membuat Wendy membalikkan badannya karena terkeju, “Sayang sekali!” “Maaf, saya sedang diburu waktu,” ujar Peter penuh penyesalan. Peter kembali terkesiap terkejut ketika Wendy mengikiskan jarak di antara wajah mereka, hingga Peter dapat merasakan embusan napas hangat yang terasa menggelitik di wajahnya. Bahkan karena saking terkejutnya, Peter melangkah mundur sebanyak dua kali hanya untuk menghi
Rowling Street.Ashen terus memandangi sebuah rumah sewa yang ditempati oleh Peter dan Sebastian dari sebuah jendela bangunan berlantai dua, yang terletak di seberang jalan rumah tersebut. Pria itu sejak semalam berada di sana, mengawasi pergerakan Peter entah apa tujuannya.Dia hanya diperintahkan oleh Lucius untuk mengawasi pergerakan Peter selama beberapa hari ke depan. Lucius juga memintanya untuk mencari wanita yang beridentitas sebagai Wendy Manionz.Mata jernihnya kemudian menatap pada sebuah selembat foto yang ia selipkan pada kusen jendela. Ditelitinya wajah cantik dari wanita dalam foto tersebut. Memang terlihat cantik, dengan rambut ungu pastel yang jarang sekali dimiliki oleh masyarakat London. Matanya bulat, memancarkan aura kepolosan seolah-olah ia adalah seorang gadis remaja.“Tuan Muda Spade pada akhirnya tidak pulang semalaman,” gumam Ashen seraya kembali memandangi rumah sewa Peter dan Sebastian tersebut.