Synopsis #sci-fic For years, humans lived in this world peacefully. No harm was done after series of improving the world with technology as an addition. Many things was discovered and so was created. From overcoming different plague and viruses. But what if, a new virus was discovered. Can their technology find its cure? Or they'll live with the virus itself.
View MorePart 1
“Aku talak kamu Bola ... maksudnya, aku talak kamu Viola Anastasya. Mulai hari ini, kau bukan lagi istriku!”Aku memejam dengan kuat, sesaat setelah dua kalimat itu meluncur dari mulut Arman. Laki-laki yang seminggu lalu menikahiku dengan penuh keterpaksaan.“Sekarang pergilah, Bola! Tidak ada alasan lagi untukmu tetap di sini. Sejak awal aku tidak suka melihatmu berkeliaran di rumahku. Kau pasti tahu itu, bukan?” lanjutnya dengan hanya melirikku tak lebih dari tiga detik.“Segala sesuatu yang menyangkut urusan perceraian kita, aku akan segera mengurusnya. Nanti kukirim akta cerainya ke rumahmu, kalau semua sudah selesai.” Itu kalimat terakhirnya, sebelum laki-laki yang tak pernah mau sekadar melirikku itu pergi dari hadapan.Aku menatap punggung tegap yang semakin menjauh itu dengan hati perih. Sungguh, walaupun tahu ini akan terjadi, tetapi saat kata talak itu benar-benar terucap, tak ayal hatiku sakit tak berbentuk.Seminggu saja. Ya, tujuh hari saja aku menyandang status sebagai seorang istri. Hari ini, tepat seminggu setelah statusku berubah dari gadis menjadi istri seseorang, aku pun menjadi seorang janda.Seminggu saja aku menjadi Istri Arman Gunawan. Istri yang tak diinginkan tentu saja, karena pernikahan ini pun terjadi karena sebuah keterpaksaan.Dia Arman Gunawan, sejak awal tak pernah sudi bahkan sekadar menatap wanita yang secara hukum negara dan agama sebenarnya sudah sah sebagai istrinya ini. Jangankan merayu, mencumbu, atau bermesraan seperti layaknya pengantin baru, dia bahkan selalu bergidik jijik bila kami tak sengaja berpapasan.Aku membuang napas kasar sebelum berbalik. Mengemasi baju adalah tujuanku saat ini. Bukankah laki-laki itu sudah menjatuhkan talak dan mengusirku? Apalagi yang kuharapkan?“Kenapa masih berdiri di sana, Gendut? Bukankah anakku sudah menceraikan kamu? Apa lagi yang kau tunggu?”Aku menoleh saat suara sinis terdengar dari samping. Di sana, berdiri wanita paruh baya sedang melipat tangannya di dada. Rambut bersanggul tinggi dan perhiasan emas yang memenuhi beberapa bagian tubuh, menjadi ciri khas wanita itu. Julukan toko mas berjalan sangat cocok disematkan kepadanya. Tatapan jijik wanita itu terhujam tepat di mataku.“Kau memang tidak tahu diri. Seharusnya sejak awal kau menolak saja pernikahan ini. Siapa yang sudi memperistri dan mengangkat menantu buntalan tak berguna sepertimu? Aku bahkan hampir tidak punya muka kalau saja tidak segera menyembunyikan dirimu di kamar saat hajatan kemarin.”Aku memejam sebentar. Sungguh, walaupun cacian dan hinaan sudah jadi santapan setiap saat semenjak memasuki rumah ini, tak urung hati ini selalu merasa teriris setiap wanita yang bergelar mertua itu menghinaku.Tak ada yang menginginkanku baik di rumah ini atau di mana pun. Aku gegas berlalu dari hadapan Bu Astri. Ibu mertua, oh bukan, mantan ibu mertua karena anaknya baru saja menceraikanku.Tidak perlu lagi sopan santun, bukan? Toh keberadaanku seminggu di sini tak pernah dihargai sedikit pun. Bu Astri malah sengaja menyuruh ART-nya cuti semenjak aku masuk ke rumah ini. Untuk menghemat pengeluaran katanya, dan ... semua pekerjaan rumah tugas ART pun, aku yang harus mengerjakan.Ya, aku hanya jadi babu selama seminggu tinggal bersama keluarga Arman. Tidak lebih. Bu Astri akan mencolek semua permukaan meja dan perabot lainnya di rumah ini setiap hari untuk mengecek pekerjaanku. Padahal rumah mereka cukup besar dan memiliki dua lantai. Bayangkan, aku harus membersihkan semua sendiri. Belum lagi baju-baju kotor seluruh anggota keluarga yang harus dicuci dan gosok setiap hari.Itu saja? Tentu tidak. Hidangan keluarga untuk sarapan, makan siang dan makan malam pun masih aku yang harus mengerjakan. Dan apa kalian tahu ada berapa jumlah anggota keluarga ini?Arman, ayahnya, ibunya, kedua adik wanitanya. Belum lagi satu kakak laki-laki yang sudah menikah dan mempunyai dua anak. Terbayang bukan, piring, sendok, dan perlahan makan lainnya yang kotor dan harus kucuci bila mereka selesai makan?Maka, saat talak itu akhirnya terucap, sebenarnya antara sakit dan senang. Setidaknya statusku bukan lagi pembantu.**Aku mengemasi baju yang tidak seberapa ke dalam ransel kecil. Tidak banyak yang kubawa ke sini saat Arman dan ibunya dengan terpaksa menjemputku seminggu lalu.Kuamati ruangan kecil yang menjadi kamar tidur selama di sini. Hanya ada kasur tipis yang digelar di lantai, dan lemari kayu dengan cermin panjang dan usang terpasang di pintunya.Kamar tidur ini jarang kugunakan. Pekerjaan rumah yang menumpuk membuat waktu tidurku sangat pendek. Tengah malam aku baru tidur, dan sudah harus terbangun jam empat sebelum azan Subuh.Kutatap bayangan diri di cermin yang sudah buram itu. Di mana hanya tampak sesosok besar yang bahkan Bu Astri menyebutnya ‘buntalan'. Tidak ada wajah cantik dan glowing, hanya ada wajah lebar dengan jerawat memenuhi pipi. Padahal hidungku termasuk bangir walau kecil. Rambut sebahu diikat asal, lalu yang mencolok adalah, tubuh yang sebesar drum air.Ya, aku memang memiliki berat badan berlebih. 150 kg. Itu terakhir menimbang. Mungkin berat itu seminggu ini sedikit menyusut karena aktivitas fisik yang banyak. Pinggang rok yang kupakai sedikit ada ruang di sisi kanan dan kiri saat dipakai. Blus lusuh ini juga tidak begitu terasa sesak. Namun, tetap saja aku ini ‘Si Gendut' yang buruk rupa. Arman bahkan memanggilku dengan sebutan bola. Panggilan menyakitkan seorang suami kepada istrinya.“Heh, Buntalan! Apa yang masih kau lakukan di dalam? Bukankah Arman sudah menceraikan dan mengusirmu? Apa kau masih betah di sini? Cepat pergi sebelum calon istri Arman dan keluarganya datang! Aku tak ingin mereka masih melihatmu di sini!”Suara teriakan dan gedoran keras di pintu menarikmu ke alam nyata. Aku melamun. Sebegitu bencinya Bu Astri kepadaku hingga ingin melihat mantan menantu yang tidak diinginkannya ini cepat pergi. Mungkin ia membuntuti sejak tadi, dan menunggu di depan pintu. Lalu menggedor saat aku tak kunjung keluar.Meraih ransel di atas kasur lepek, disampirkan ke pundak, kemudian aku berjalan keluar kamar. Wanita yang wajahnya selalu masam itu, sedang bertolak pinggang. Matanya memindai wajahku.“Jangan bilang kau menangis dulu di dalam karena tidak mau Arman ceraikan!” ujarnya dengan salah satu ujung bibir terangkat sinis.Aku mendecih. Rasanya ingin tertawa mendengar tuduhannya yang lucu. Menangis? Aku bahkan lupa kapan terakhir kali menjatuhkan air mata. Saking terlalu akrab dengan penderitaan.“Jangan membuatku tertawa, Bu!” Akhirnya kalimat itu keluar dari mulutku.“Sudah aku bilang jangan panggil aku ibu! Panggil aku nyonya! Aku bukan ibumu!” Dia berteriak di depanku.“Jangan membuatku tertawa, Nyonya! Aku bahkan ingin berguling-guling karena senang akhirnya bisa bebas dari manusia-manusia yang tak pantas disebut manusia seperti kalian!” Aku balas memaki. Tidak guna terus sopan kepada mereka yang bahkan tidak pernah menganggapku manusia, bukan?Bola mata wanita itu melebar sempurna. Mungkin tidak menyangka aku yang selama seminggu ini hanya diam saat mereka perlakukan semena-mena, berani menjawab.“Semoga salah satu anak gadismu tidak ada yang kelak bernasib sepertiku, Nyonya. Tapi kalau ada, semoga Anda berumur panjang dan dapat menyaksikannya!” Entah keberanian dari mana kalimat itu meluncur dari mulutku.Aku langsung berlalu begitu saja dari hadapan wanita yang wajahnya merah padam dan memegangi dadanya.He came in front. "Ako na maghahatid sa kanila papuntang safe zone." Pag bubulantaryo pa nito.Tumango naman si Rye. At humarap ulit sa mga taong nandoon. "Now, since our car is only a small van, it can only fit up to 10 to 12 people inside. We'll make sure to prioritize the kids and the senior citizens.""We'll also search for cars, and also spot some nearby people that is also camping here. Baka kailangan din nila ng tulong." Pagpapaliwanag pa niya. "Marj?" Tawag nito kay Marj. Tumango lang si Marj na parang alam na ang gustong ipagawa ni Rye sa kanya.Tumayo si Marj at isa isang pinalapit sa kanya ang mga bata. There were a total of 4 kids, including the wounded one. Then there are 17 senior citizens in the crowd. So a total of 21 will be prioritized. Since sampo lang ang magkakasya, pinauna na nila ang mga bata bago sinunod ang nga senior citizen na may mga kapansanan na, like those seniors na hindi na nakakakita at nakakalakad."Hey." Tawag pansin sa
He's Jed, together with a child?!Dali dali akong tumayo upang tulungan sila, sugatan ang bata na kasama niya, buhat-buhat niya ito at nilapag agad sa nakalatag na kumot pagkarating niya sa amin."What happened?" Kalmadong tanong ni Rye ng mailapag na ni Jed ang sugatang bata.Tumingala ito sa'min bago dahan dahang tumayo at pinagsalikop ang mga palad. "We're attacked by some stranger, they're looked like zombies, they're even acting like one." pagpapaliwanag nito.Kumunot ang aking noo sa narinig. Zombies? That's impossible."What do you mean?" Biglang sabad ni Ace.Kinakabahang tumingin si Jed kay Ace. Maybe he still haven't gotten over with the fact that Ace almost broke his arm. I chuckled inside my mind."T-They're acting weird, Ace. They're attacking us mindlessly. They seemed controlled by something or perhaps... someone?" Pag aalangan pa niya.Napatingin naman kami kay Rye ng bigla itong kinwelyuhan si Jed.
It's the 3rd day of being home quarantined because of the said virus.As we ate our breakfast silently, Rye suddenly spoke. "I got a call from Dr. Fierro. According to him, there's a location that evacuates the remaining citizens here." He looked at Ace. "And we have to help out. He sent me the location last night through email. I'm not familiar with the place but we'll use gps to lead us there. As for now, we'll not be evacuated, we'll just help out the evacuees to move out. As per Sab and Max, we'll send then away and make sure to be the first to be evacuated. Us adults will be left behind and help out." He explained.Marj shrugged her shoulder, "As long as the kids were safe, then I'm willing to help out." She said and ate a spoon full of food. She's a heavy eater, yep.After eating we cleaned everything up. Ace readied everything, from the suit to the things we need for travelling. Foods, beverages and other necessities like health care and girly stuff
"Belle! Belle wake up!" Nagising ako sa nakakarinding sigaw ni Marj.Hinilamos ko ang aking palad sa aking mukha. "What's the fuss?""You need to see this, get up Belle. Now!" She said in a hurry.I abruptly got up and she hold my hand and drag me near the window.I was terrified of what I was looking at right now. Ang daming tao na nakahiga. Para lang silang nahimatay. I almost cringe at the sight.Before I can touch the window to open it, Ace immediately close the curtains in order to block the view."Stay away. Don't go out. The Virus may not airborne but it was still infectious. If you don't want to be infected, then stay still and never go out. Well, you can go out but you need to cover up. From the tip of your hair to the bottom of you feet." She said then walked out of the room. "And oh, one more thing. Be careful."Napaupo ako sa sahig pagkalabas n
THE sun was bright, hitting my skin with its shiny light."Ate Belle, gising." Pag gising sakin ni Sabrina.I slightly opened my eyes. "Sobrang aga pa Sab, inaantok pa ako." Reklamo ko sabay takip ng kumot sa aking mukha.Naglikot siya sa hinihigaan namin patuloy parin sa pagsasalita. "Pero ate, pupunta pa tayo kay Ate Ace diba?" Pagpapaalala niya.I groaned before opening my eyes. "Alis nga dyan, babangon na ako." I said grumpily.I finally stood up and went to my room to take a shower. After some time I was finally done and currently walking down the stairs."Wala ka ba pasok ngayon Sab?" Pagtatanong ni Marj.I walked towards them and grab one sandwich, Marj probably made it. I shrugged and took a bite. "She's home schooled since the last accident." I replied.Marj look at me. "Accident? What accident? I mean, how, when and where?"Marj asked frantically."Calm down Marj, that was ages ago. It wa
"Belle, OMG girl!" The petite girl named Marj called the blonde-hair Belle."Ace, Marj, how long have you been here in the Philippines?" Asked Belle, welcoming the two with a hug."Kanina lang, dumiretso agad kami dito sa inyo para makapag-bonding tayo. Ghad! It's been years since we last saw each other." Sabi naman ni Ace habang pinapaypayan sarili gamit ang kamay."HAHA, yeah right. Oh by the way. How's state?" Belle asked again.This time Marj was the one to answer her. "Same old, same old. State is still boring as ever."The three bond at Belle's house for hours. They just cope up things that they didn't experience together. Talking and enjoying the food Ace Dawn ordered on their way to Belle's house."Marj, belle. I need to go. See you tomorrow if I'm not busy. I still have to check my schedule, you know doctor's stuff." Ace bid her goodbye to the two while shrugging."We'll definitely see you tomorrow. How about you
Comments