Arsyanendra yang duduk di ruang kerjanya sembari menatap langit malam yang dihiasi oleh sinar rembulan mendengar ketukan pintu ruangannya.
Tok. . . tok. . .
“Yang Mulia.”
Arsyanendra mengenali suara kepala pengawalnya. “Masuklah.”
“Nona Ravania sudah menunggu di ruang tunggu yang telah dipersiapkan, Yang Mulia.”
“Baiklah, aku akan segera ke sana. Lalu perintahkan pelayan istana untuk mengantarkan jamuan makan malam ke tempat pertemuanku dengan Ravania.”
“Saya mengerti, Yang Mulia.”
Surendra kemudian memberikan perintah kepada pelayan yang berjaga di dekat ruang kerja Arsyanendra sebelum akhirnya mengawal Arsyanendra ke ruangan di mana Ravania sedang menunggu kedatangannya.
Pintu ruang tunggu terbuka. Arsyanendra masuk dan langsung menyapa tamu yang sangat dinantikannya.
“Selamat malam, Nona Ravania.”&nb
Ravania yang baru bisa kembali seminggu kemudian setelah menemani Zia Pramanaya yang terluka, berharap bisa bertemu dengan Arsyanendra ketika kembali ke ibu kota. Namun bukan kebahagiaan yang didapatkan Ravania ketika kembali ke ibu kota.Ini tidak mungkin, pikir Ravania.Begitu tiba di ibukota, seluruh bendera hitam di pasang di sepanjang jalan. Bendera yang sama seperti bendera di mana Raja Pertama dan Raja Kedua dinyatakan meninggal.“Maafkan aku, Nona Zia. Aku harus segera ke istana. Yang Mulia, aku harus bertemu dengan Yang Mulia.”Ravania berlari lebih dulu menuju ke istana dengan harapan bahwa apa yang terlintas di dalam benaknya saat ini adalah salah. Ravania mengabaikan para penjaga gerbang istana yang menundukkan kepalanya ketika melihat Ravania tiba. Ravania terus berlari dan mengabaikan banyak pelayan istana dan pengawal istana yang menundukkan kepalanya kepada Ravania dan memberikan salamnya kepada Ravania.
Ravania bersama dengan Virya dan Narendra butuh waktu dua hari untuk memastikan seluruh pasukan bantuan datang, membaginya menjadi empat dan membawanya ke ibu kota. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan yang dikomandoi oleh Narendra masih harus melawan pasukan milik empat dewan penjaga perbatasan Hindinia yang akan berangkat ke ibu kota.Untuk melawan pasukan perbatasan yang dipimpin oleh empat kepala keluarga kaum aristokrat, Narendra dan pasukan tambahannya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjatuhkan semua pasukan perbatasan. Di hari terakhir, Narendra bersama dengan pasukan bantuannya berhasil menyelamatkan pasukan yang dipimpin oleh Zia Pramanaya yang ditawan oleh pasukan perbatasan milik empat kepala keluarga kaum aristokrat.“Nona Zia,” teriak Ravania.“Akhirnya kalian datang, meski sedikit terlambat. . .”“Jangan banyak bicara, Nona Zia. Luka – luka Nona bisa semakin parah karena Nona ber
Persediaan makanan yang semakin menipis, jumlah pasukan yang terluka yang semakin banyak serta suara ledakan dari perang di ibu kota terdengar oleh Arsyanendra bersama dengan Surendra yang terus menyusun pasukannya bersama dengan panglimanya.“Pasukan milik Nona Zia juga mengalami hal yang sama, Yang Mulia. Mereka tidak akan bertahan lebih dari tiga hari menahan pasukan perbatasan yang datang dari empat penjuru arah.”“Lalu bagaimana jika pasukan milik Zia berhasil ditembus, berapa lama lagi kita bisa menahan pasukan milik Arkatama dan pasukan milik perbatasan?”Arsyanendra memikirkan kemungkinan terburuk dalam peperangan yang akan terjadi beberapa hari ke depan.“Paling lama tiga hari setelah pasukan milik Nona Zia ditembus, Yang Mulia. Jumlah makanan yang semakin menipis, obat – obatan yang juga semakin banyak serta banyak menimbang jumlah pasukan yang tersisa bersama dengan jumlah granat dan p
Keesokan harinya, Ravania bersama dengan Ardizya, Virya dan Narendra Balakosa pergi keluar istana dengan menggunakan jalur rahasia yang tersembunyi di hutan istana.“Guru, apa benar jika kita meninggalkan Yang Mulia seorang diri?”“Ini perintah Yang Mulia. Apapun yang terjadi kita harus melaksanakan perintahnya. Terlebih lagi. . . aku dan Virya punya tugas khusus yang harus kami kerjakan ketika berhasil keluar dari Jako Arta.”“Tugas? Tugas apa itu?”“Membawa pasukan dari negara tetangga,” jawab Virya Balakosa.“Apa maksudnya dengan itu, Nona Virya??”“Selain kalah jumlah, pasukan milik Yang Mulia lebih banyak berisi kaum proletar yang tidak ahli dalam berperang. Jadi Yang Mulia sengaja mengirimku keluar untuk meminta bantuan kepada negara tetangga dan membuatku untuk bernegosiasi dengan mereka.”Mulut Ravania tertutup sembari m
“Bagaimana dengan pasukan kita, Surendra? Jika seandainya kita berperang dalam waktu dekat, apakah kita akan siap untuk melawan mereka?”Arsyanendra yang menyadari perang sudah dekat kemudian mulai menyusun strategi dengan keadaan pasukan miliknya.“Mereka siap, Yang Mulia. Meski pasukan kita mungkin hanya setengah dari jumlah pasukan milik kaum aristokrat, tapi pasukan di bawah pimpinan Yang Mulia sudah siap untuk berperang.”“Kalau begitu seperti taktik perang sebelumnya, masukkan semua pasukan kita melalui jalan rahasia yang terhubung dengan hutan istana dan biarkan mereka membangun tenda di hutan istana untuk persiapan perang. Lalu siapkan titahku untuk dibawa oleh Virya dan Ravania nantinya. Sebelum perang terjadi, kita harus sudah mengeluarkan Ravania dan Virya dari ibu kota jika kita ingin menang dalam perang ini.”“Saya mengerti, Yang Mulia.”Surendra hendak kelua
“Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men