She thought she'd seen him first, fallen for him first noticed him first. Little did Mariana know, her destiny had been set and arranged by the people she viewed as family and loved the most. Attraction strikes where betrayal stands.. Where deceit is born, passion is inginited. Derrick johnson can do nothing to convince himself he feels nothing for the beautiful young girl, well except fulfil the ubsurd traditions of his mafia clan inorder to rise into power. He'd decieved her by deceiving himself ,offered her to the enemy on a silver platter. But perhaps, Derrick Johnson was just but a victim of the poison of both mafia clans. Will peace prevail, especially when grave secrets are spilled and traditions demand to be fulfiled. When mazes are biult against the two, the only thing that seems to make them unbreakable is the bond of love they developed. But can an angel ever love the devil? Perhaps they can, but first, you'd have to live in hell.
View MoreDi kamar yang sunyi dan remang, kehangatan malam terasa menekan, membungkus mereka dalam suasana yang berat dan penuh ketegangan. Aroma parfum lembut bercampur dengan keringat, menciptakan hawa yang hampir menyesakkan. Tirai setengah terbuka membiarkan sinar bulan samar menerobos masuk, menyoroti seprai yang kusut di atas tempat tidur, yang kini menjadi saksi pergulatan fisik dan emosional di antara mereka.
Tubuh Anya bergetar halus di bawah Valdi, mengikuti irama yang telah berlangsung terlalu lama. Matanya terpejam rapat, dan air mata mulai menggenang di sudut matanya, meskipun bibirnya terkatup rapat. Setiap gerakan Valdi terasa seperti beban yang semakin berat, mendorongnya ke titik di mana ia tak sanggup lagi bertahan. Anya mulai menggelengkan kepalanya perlahan, seolah menolak kenyataan yang tak bisa ia hindari.
"Cukup, Valdi... cukup..." bisiknya, suaranya terdengar serak dan penuh dengan keputusasaan.
Valdi yang berada di ambang puncak kenikmatan, hampir tidak mendengar bisikan Anya di tengah-tengah derasnya sensasi yang meluap dalam dirinya. Namun, gerakan kepala Anya yang menggeleng perlahan menarik perhatiannya. Dia melihat Anya dengan pipi yang sudah basah oleh air mata, kepalanya masih bergerak, seolah memohon agar semuanya berhenti.
Anya menggigit bibirnya untuk menahan isakan yang tak bisa lagi dia bendung. Kedua tangannya mengangkat sedikit, seolah ingin mendorong Valdi menjauh, namun kekuatan itu dengan cepat memudar dalam kelelahan yang mendalam.
"Tolong... cukup," suaranya kini lebih jelas, namun masih diwarnai isak yang tertahan.
Namun, Valdi terlalu tenggelam dalam hasratnya untuk sepenuhnya menyadari kehancuran yang dia sebabkan. Detik-detik terakhir itu terasa seperti keabadian bagi Anya, yang hanya bisa menunggu, dengan perasaan pasrah, sampai semua ini berakhir.
Setelah dua jam bercinta, Valdi mencapai puncaknya dengan erangan yang menggema di seluruh ruangan. Tubuhnya menggigil dalam kenikmatan yang meluap, sementara di bawahnya, Anya terbaring dengan tubuh yang lelah, bergerak tanpa semangat mengikuti irama yang telah terlalu lama menuntutnya. Air mata jatuh perlahan dari sudut matanya, membasahi pipinya yang dingin.
Setiap sentuhan Valdi terasa seperti beban yang tak tertanggungkan, dan setiap desahan adalah pengingat akan jarak yang semakin lebar di antara mereka. Anya berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri, namun hatinya menjerit dalam diam, terperangkap dalam lingkaran yang tak kunjung usai. Tangisnya tak bersuara, hanya air mata yang membasahi bantal, menciptakan pola keputusasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang merasa terjebak.
Setelahnya, Valdi merebahkan diri di samping Anya, menghela napas panjang saat tubuhnya mulai rileks di atas kasur. Tapi Anya, dengan hati yang berat, segera berguling menjauh, memunggungi Valdi, membiarkan air matanya jatuh tanpa henti.
"Aku nggak bisa lagi, Valdi," suaranya pecah dalam keheningan, menyuarakan beban yang lebih berat daripada sekadar kata-kata.
Valdi menoleh, meski dalam hatinya dia sudah tahu.
"Maksudmu...?" tanyanya dengan suara yang lebih lelah daripada bingung.
Anya menghela napas panjang, suaranya terdengar getir dan penuh kelelahan.
"Ini bukan pertama kalinya kita bicara soal ini. Aku sudah coba, Valdi. Aku benar-benar sudah berusaha. Tapi aku nggak bisa lagi. Setiap malam rasanya seperti siksaan, bukan cinta."
Dia menoleh, menatap Valdi dengan mata yang sembap dan penuh luka.
"Aku udah capek. Bukan cuma tubuhku yang nggak sanggup lagi, tapi juga hatiku. Aku mau cerai."
Valdi terdiam, kata-kata Anya menembus sisa-sisa pertahanannya yang sudah lemah. Dia tahu keinginannya yang tinggi sering kali tak bisa dikendalikan, dan Anya selalu mengeluh tak mampu mengimbanginya. Tapi dia tak pernah membayangkan bahwa itu akan menghancurkan pernikahan mereka.
"Maaf, Anya. Aku tahu ini berat... Aku tahu aku minta terlalu banyak..."
Anya menutup matanya, menahan lebih banyak air mata yang ingin tumpah.
"Aku butuh keluar dari ini, Valdi. Aku nggak bisa terus merasa seperti ini, terjebak dalam sesuatu yang nggak lagi membuatku bahagia. Ini harus berakhir."
Valdi terdiam, rasa sakit mengiris hatinya saat menyadari bahwa ia mungkin akan kehilangan wanita yang pernah menjadi cinta sejatinya. Di tengah keheningan yang mencekam, Valdi menyadari bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.
****
Valdi duduk di kursi tunggu rumah sakit, tangannya memijit pelipis yang berdenyut. Pikiran dan perasaannya masih berkecamuk, dibayangi proses perceraian yang baru saja berakhir. Valdi tidak menyangka di usianya yang baru menginjak 32 tahun dirinya sudah menjadi seorang duda.
Sejak Anya meninggalkannya, rumah terasa kosong, dan kenangan yang pernah manis kini menjadi pahit. Namun, hari ini, pikirannya harus terfokus pada Ibu Retno—pembantu yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama lebih dari dua puluh tahun.
Ibu Retno, yang selalu setia melayani keluarga Valdi, kini terbaring di rumah sakit, kondisinya semakin memburuk akibat COVID-19. Valdi merasa ada beban tambahan di hatinya, seolah-olah kehilangan orang yang setia mendampinginya hampir sepanjang hidup. Pikirannya masih terpecah antara rasa bersalah dan kesepian yang menggerogoti sejak perceraian, ketika sosok yang tak terduga menarik perhatiannya.
Langkah-langkah ringan mendekat, dan Valdi menoleh, melihat seorang wanita paruh baya yang tampaknya kerabat Ibu Retno, diikuti oleh seorang gadis muda. Saat pandangannya bertemu dengan gadis itu, jantung Valdi seolah berhenti sejenak. Gadis itu adalah Mayang, anak Ibu Retno, yang sekarang sudah berusia 18 tahun.
Valdi teringat saat pertama kali bertemu Mayang, seorang gadis kecil berusia 12 tahun yang pemalu dan pendiam. Tapi kini, di depannya berdiri seorang wanita muda yang telah tumbuh menjadi sangat menawan. Wajah Mayang cantik, dengan mata besar yang berkilauan, dan tubuhnya telah berkembang menjadi bentuk yang menggoda. Namun, yang paling mencolok adalah kesan lugunya yang luar biasa. Meski penampilannya telah matang, kepolosan itu masih terpancar jelas dari cara dia menunduk malu-malu dan senyum tipis yang muncul di bibirnya.
"Selamat sore, Om Valdi," sapanya dengan suara lembut, nyaris berbisik. Senyum yang dulu terkesan kekanak-kanakan kini lebih halus, namun tetap menyimpan kehangatan dan kepolosan yang sama.
Valdi menatap Mayang, senyum manis dan polosnya seolah-olah tak menyadari badai yang sedang berkecamuk dalam diri Valdi. Dalam pikirannya, Valdi merasakan pergulatan yang semakin intens—dorongan liar yang tak bisa dia redam, hasrat yang semakin sulit untuk dikendalikan.
Dia begitu dekat... begitu polos... pikir Valdi, merasakan adrenalin memacu lebih cepat dalam nadinya. Aku tahu ini salah, tapi kenapa aku tidak bisa berhenti membayangkannya?
Valdi menelan ludah, matanya tak bisa lepas dari sosok Mayang. Setiap gerakan gadis itu, setiap senyum kecil yang dia berikan, seolah-olah menarik Valdi lebih dalam ke dalam jurang keinginan yang tidak seharusnya.
Dia adalah milikku, dia harus menjadi milikku... pikirnya, hampir tak percaya dengan dorongan yang kini mendominasi pikirannya.
Bagaimana caranya? benaknya terus berputar, mencari cara,
Bagaimana aku bisa mendapatkan dia tanpa dia menyadari niatku?
Looking into my hidden binoculars set aside on my balcony window..something wasn't right.. A lot wasn't right. About derrick , even though I'd perfectly stalked him, figured out the endeavours of all the girls and females he sleeps with, there was something about his personal life that was always off.. His silence.. The way he talked less to people, and the fact that 90% of his weekends were spent in another city, away from home. I'd also figured out that any records of his family or background were wiped around. I'd also been snooping around the principals office a couple of times...checking for his files.. I mean there must be atleast details of the guardians who brought him in this school.. But across the file name of derrick Johnson. Which of course wasn't mixed up with the others. Was a big 9 letter word on top of the page..ma
Adjusting my thoughts to the mere fact that everything i fantasized about was happening right nowAnd the simple reality that right now, all my braincells had been paralyzed by a single kiss.It was him, the guy of my dreams, no matter how cliche this seems, it exactly how it felt..It was in kissing Derrick Johnson that I understood one statement I'd often heard my pervert brother lie to his girls about.."When I kissed you seconds ago, I realized those were the lips I wanted to be kissing for the rest of my life." Stupid huh..!!! Well, that's exactly how it felt.It didn't take long before his hand slithered around my waist and pulled me closer, way closer that I was if possible..And we were practically glued to each other..The purple lengthy skirt I'd worn that day seeming to slide up and rest just below my but.
Making way into the empty classroom, I watched as he locked the door behind and pulled me onto a seat..Up to now, derrick and I have said nothing to each other.. Only walked side by side into an empty classroom, ignoring the stares that followed us from the conference room, to this class..When he loosened his grip on me, I groaned unintentionally... Missing the feeling g of home that came from having my hand in his..He stared at me for long..as though to figure me out...I wanst going to talk, only feel the air choke me slowly as he made slow steps towards me..I made the hasty move to quickly climb on the teachers table and start up a different conversation..Trying to kill the sexual tension that reeked between us...I decided to put down my ego and speak firstWendy did it...it could only be her.." I blurted out...running out of air as he came to a sudden halt before me..His manly cologne invaded my nostrils, making me ge
was the stares..The non consistent stares I kept receiving all through the hallway...The glimpses people kept stealing from me...Then there came the rumours...The stories untold..Or the stories untrue..The flippant murmurs everyone kept sharing about us...My mind embarked on a self destructive measure...To block out all the insults about us..All the tales that were forked from one simple act yesterday..I wish they were true,I wish they were fucking true..I'm no princess... And neither I'm I a saint...But everything they said, makes me crave...The way they speak about us...About who ?? You may wonder..Well, its all about I and derrick Johnson...Boy those rumours are crazy..First...it started with everyone saying it wasn't the first time I'd grinded on him.. That it was a routine..that derrick and I were more acquainted to each other than we seemed..
Slowly tying my ginger brown hair into a slight messy burn, my eyes fell on my opponent's,determination reigning on them.Derrick JohnsonI was more than excited to show I could win a dare even Wendy wonker couldn't win..I sashayed my way towards him, as he uncomfortably leaned against the chair, seeming more than enthusiastic to welcome my devious movesHis eyes never left mine, and I was sure to wink a little Just to show him I meant business.Standing in front of him, I made sure to adjust the waist band of the baggy grey sweatpants I wore, slightly exposing my skin to his eyes.A brown set of lust flushed through his eyes, before he immediately clenched his teeth and acted as though nothing had happened. It was simple moves like this that prepped a man up even before you touched them.I took the grazing chance to slowly sit on his lap, both my legs sl
"You wana know who I am. " I began as I slowly made my way to an almost drunk Ashton being dragged out of the crowd by his handsome best friend... They both stopped, as derrick turned to me, eyes wide at the sudden outburst.. "Shut the fuck up bitch, you got nothing to say.." Ashton declared.. Well that's it , this ain't bipolar, this is revenge.. And if you want to play boy, I can fucking play.. "No you shut up you fucking whipped up little shit...you can't even give you girl a proper orgasm.. All she does is fake moan at your little member to give you comfort. Get your head in the game Ashton white." I declared as the crowd went wild, most of the boys, teasing Ashton.. I didn't try looking at derrick, else I'd loose focus of my well rehearsed insults... Ashton had been quiet.. "Yeah, bro, I fucking talk to your girl, why ain't sh
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments