Aku berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah dengan langkah ringan. Aku berbau seperti sesuatu yang gosong dan deodoran sandalwood. Mempertimbangkan kalau aku belum mandi selama dua hari setelah aksiku yang mencoba mencari simpanan rokokku yang tidak berhasil dan aku menyibukkan diri dengan berbagai eksperimen termasuk menghitung berapa lama koagulasi air liur post-mortem, jadi aku harus menyimpan kepala manusia di lemari pendingin di dapur karena aku tidak punya tempat lain dan belum ada yang ke dapur sampai hari ini, aku yakin tidak ada yang akan keberatan dengan keberadaan kepala manusia di dalam sana. Setidaknya kuharap begitu. Lalu, aku masih menghitung banyak jenis abu rokok. Setidaknya aku bisa menghirup sedikit aroma tembakau agar aku tidak mulai kehilangan otakku. Kadang sangat sulit untuk tidak merokok di Amerika. Lalu, setelah banyak laporan dan dokumen yang harus aku kerjakan, aku sekarang lebih tenang. Terutama ketika hal yang ku tunggu-t
"Ugh," Aku mengerang dengan protes ketika aku berguling dan memukul alarm hingga diam karena suaranya mengganggu yang dia buat sebelum melempar bantal dari kepalaku dan menggosok mataku. Ini tepat pukul empat pagi dan aku menarik diriku sendiri keluar dari kasur menuju kamar mandi. Beberapa menit lagi Lance akan menggedor pintu kamarku tidak peduli apakah aku siap atau tidak dengan Andrevich yang siap menjejaliku dengan jus hijaunya. Menurutnya dan guru kesehatan barunya, aku harus meminum semua campuran jusnya sebelum aku ditempatkan di olahraga harianku. Satu-satunya hal baik saat aku melakukan ini adalah aku tidak perlu meminum obat yang diresepkan dokterku, aku tidak menyukai obat itu karena efeknya yang membuatku lamban dan mudah lelah, makanya aku menggunakan alternatif lain daripada menekan emosiku aku akan menyalurkannya ke sesuatu yang lain yang tidak memerlukanku untuk menelan obat penenang, basically. Syukur pada Tuhan selama aku rutin m
"Aku tidak ingat kapan aku menaruh nomermu ke hpku," Kata seseorang dengan suara yang berat dan rendah di telingaku. Dia terdengar aneh, tapi aku tahu kalau itu adalah dia."Cassandra," Kataku. "Sangat menyenangkan kau masih punya keinginan untuk menghubungiku. Kau terdengar -""Mabuk? Teler? Sedang tinggi?" Dia memotong perkataan, tertawa kecil. "Aku minum beberapa gelas tequila. Kurasa itu membuatku merasa fan-f*cking-tastic! Kenapa aku tidak melakukannya sejak kemarin?"Aku dengan cepat sadar dari pikiran mabukku. "Dimana kau?" Suaraku tegang menunggu jawabannya namun yang ada hanya jeda yang panjang."Downtown," Dia membalas. "Ini klub langganan Vanya di LA. Sedikit terlalu melebihi kapasitas jika kau bertanya apa menurutku."Panah cemburu yang tajam seperti ditusukkan di dadaku. Klub berarti menari dan jika dia mabuk, pria mungkin akan mengambil
Setelah Lev mengangkat satu-satunya koper Dean ke kamar tamu, aku duduk di tepi kasur queen-size dan melihat Dean menaruhnya di sampaiku kemudian membukanya. Celana Levi's mungkin terlipat dengan rapi di tepiannya tapi di dalam benar-benar terlihat seperti medan perang."Apa?" Dean mengikuti pandangan melongoku ke tumpukan pakaian yang ada di dalam koper. "Aku sedikit terburu-buru."Aku berdiri dan membungkuk, mengambil kaus V-neck yang kumal dengan jijik. "Mereka semua membutuhkan sentuhan setrika, kecuali kalau kau mau terlihat seperti kau sudah tidur dengan semua pakaian ini."Dia tertawa, melemparkan lengannya di sekitar pinggangku dan menarikku ke bagian depannya yang keras. "Apakah aneh kalau aku menjadi bergairah karena kau membicarakan tentang menyetrika pakaianku?" Dia mengubu
Sial! Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.Dean sudah sampai di sini dan aku tidak bisa berhenti berlari untuk menemuinya, mengabaikan teriakan Charlotte, dan sahutan Kevin. Aku mengumpulkan rambutku di atas dan mengikatnya ketika aku sampai di ujung tangga.Sial!"Dean!" Aku tersenyum ketika sampai di depan pintu, lalu mulutku menetes ketika melihatnya masih dengan segala karismanya. Rambut gelap keritingnya agak basah karena keringat dan semua nya acak-acakan dengan caranya sendiri, dia memakai kemeja flannel milik ayahku dengan kaca mata yang menggantung di kerah bajunya, dan celananya dilipat di tungkainya.Yum.Mata hijaunya bersinar ketika dia tersenyum padaku. "Hi, can
Malam ini, burger bar di Chicago penuh dengan obrolan yang keras dan teriakan gembira anak kecil yang tidak berhenti. Pada hari yang baik, restoran akan penuh dengan pasangan yang mengobrol. Malam ini semuanya tentang keluarga.Sial."Maaf tentang ini," Aku memberitahu Dean, berusaha keras agar dia bisa mendengar ku di antara semua suara di udara.Senyum perlahan menyebar di sepanjang wajahnya. Dia berpindah dari bangkunya yang ada di depanku sampai kita duduk berdampingan di dalam booth kita, pahanya menyentuh pahaku."Kita tidak perlu saling meneriaki," Katanya ke telingaku, "kalau kita duduk berdekatan, kitten."Aku merinding. Udara dan atap yang tinggi di dalam tidak ada hubungannya dengan itu. "Kupikir kau mau menghormati keinginanku untuk innocent date?"Dean tertawa, rendah di tenggorokannya. "Aku memang melakukannya," Katanya, masih menempelkan
Hari berganti hari berganti minggu sejak aku meninggalkan Ełlona bersama paman ku dan ayahku yang begitu kejam tapi aku tampak selalu tidak bisa membencinya dan aku takut dengan apa yang mungkin akan dilakukan pamanku. Tino membantuku menetap di apartemennya, di Springfield, tempat firma hukumnya berada. Dia meninggalkan banyak dokumen dan klien hanya untuk menjemputku, juga pamanku secara pribadi, tapi aku tidak peduli, aku hanya lega aku sudah jauh dari rumah. Untuk sekarang. Tino membantuku mendapatkan pakaian dan hal-hal lain yang kubutuhkan dan aku sangat bersyukur padanya. Aku sudah menelepon pamanku berulang kali tapi selalu dialihkan ke kotak suara atau ditolak. Aku khawatir dengannya, pria itu - secara garis besarnya - sudah membesarkanku, dia yang mengajariku bersepeda dan merayu gadis yang kutaksir di sekolah menengah pertama. Ketika di pesawat dia benar-benar mabuk berat dan tertidur di sepanjang penerbangan menuju Chicago, tapi aku terus mendengar dia memanggil nama Cas
Akhir pekan akhirnya tiba setelah tiga hari jadwal sekolah yang padat dan walaupun begitu belajar tetap menjadi agendaku hari ini. Aku punya tugas yang harus dikumpulkan hari senin dan mengingat Tino sudah berkorban banyak untukku setidaknya aku bisa membantunya dalam urusan rumah. Aku mengambil sekolah medis di Chicago dan selama sekolahku dimulai Tino selalu mengantar dan menjemputku walaupun dia memiliki jadwal yang lebih padat dariku. Aku memiliki terlalu banyak hal lagi hingga aku tidak punya banyak waktu untuk mengadakan penelitian, jadi di sinilah aku dikepung buku catatan yang tersebar dimana dan laptopku.Aku menenggelamkan diriku sendiri di kesenangan mempelajari anatomi manusia. Aku mengeluarkan draf esai ku dan mulai menulis bagian akhirnya. Untuk beberapa jam yang bisa ku dengar di kamar adalah jariku sendiri menekan tombol laptop dan buku yang di bolak balik. Aku berada di
"OK, ya, aku akan senang sekali melihatnya." Kataku dengan sumringah menatap mentari pagi hendak naik dan telepon menempel di telingaku. "Grace, terima kasih. Kau luar biasa."Ini sudah hampir tiga minggu setelah Dean pertama kali muncul di rumahku dan sekarang dia masih berada di Chicago, menyewa satu unit apartemen di tengah kota hanya karena dia tidak ingin ayahku memergokinya 'memperawani' putrinya untuk kedua kali. Aku tidak keberatan dengan ide itu karena selama itu pula kami sudah seperti dua maniak seks. Dia pria yang menakjubkan dan aku merasa jatuh semakin dalam, aku tidak peduli jika dia belum mau membuka dirinya padaku, aku takut kalau hanya aku yang merasakan ini.Namun, aku ingin mengenyahkan perasaan itu sekarang karena aku sedang berada di langit ke tujuh. Hari-hariku semakin baik saja semenjak Dean datang menyusulku dan sekarang agenku menelepon kalau dia punya beberapa naskah yang sesuai untuk kumainkan dan dia ingin bert