Home / Romansa / Wanita Yang Menundukkan Pandangannya / Bab3. Memilih Dalam Berteman

Share

Bab3. Memilih Dalam Berteman

Author: Hada_tm
last update Last Updated: 2022-01-22 13:03:02

Sore ini seperti biasa, Salwa sedang duduk di bangku depan butiknya menunggu Adam datang menjemputnya.

Salwa yang sedang menunggu kedatangan Adam, tiba-tiba disapa seorang wanita yang tengah menggandeng laki-laki.

Merasa disapa, Salwa lalu mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Ternyata yang menyapanya adalah Fuji teman sekolahnya dulu.

Walaupun mereka tidak akrab, tetapi mereka juga pernah terlibat beberapa kali mengerjakan tugas bersama.

Salwa lalu mengalihkan pandangannya, karena dia melihat Fuji yang tengah menggandeng laki-laki, mungkin pacarnya.

Fuji yang memang sudah mengetahui sikap Salwa, hanya maklum saja. Berbeda dengan pacar Fuji. Dia merasa terhina karena Salwa langsung membuang mukanya begitu melihatnya.

Adi, pacar Fuji menarik pelan tangannya yang sedang digandeng Fuji.

"Kamu apa kabar, W*?" tanya Fuji basa-basi.

"Alhamdulillah baik. Kamu apa kabar?" jawab Salwa yang masih menunduk.

"Kenapa sih nih cewek. Kayak orang jijik gitu melihatku," ucap Adi dalam hati.

Adi merasa dia tidaklah jelek. Dia juga orangnya bersih, selalu berpakaian modis, dan pastinya selalu wangi. Tapi kenapa wanita di depannya ini malah membuang muka saat melihatnya.

"Aku juga baik kok!" jawab Fuji.

Salwa tadinya ingin mengucapkan salam, tapi mengingat bagaimana dulu kelakuan Fuji, membuatnya mengurungkan niatnya.

Salwa juga tidak tahu, laki-laki yang digandeng Fuji seorang muslim atau bukan. Karena dulu pas mereka masih sekolah, Fuji pernah berpacaran dengan laki-laki kristen.

Dalam hati Salwa meminta ampun kepada Allah karena tidak mengucapkan salam kepada saudari sesama muslimnya.

"Kamu lagi ngapain duduk disini sendirian?"

"Aku lagi nunggu Mas Adam jemput aku." Salwa selalu berbicara kepada siapapun itu dengan suara pelan dan lembut.

Itu diajarkan oleh orang tuanya. "Jika kamu berbicara kepada orang lain, hendaklah kamu bertutur kata dengan lembut dan sopan. Tapi jangan melupakan tentang kebenaran. Jika kamu tahu dia salah, maka kamu bisa meluruskannya, jika kamu mengetahui." Itu adalah apa yang Abah ajarkan kepadanya dan juga kepada kedua kakaknya.

"Kamu masih diantar jemput kemana-mana?" Dari nada suaranya Fuji, terdengar ada ejekan di dalamnya.

Salwa menjawab, "Ya!" Sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak sakit hati saat mendengar nada cibiran dalam kata-kata Fuji. Bagaimanapun memang benar, jika dia ingin pergi kemanapun, Salwa selalu ditemani oleh salah satu keluarganya.

"Kamu memangnya tidak mau pergi sendirian gitu. Masa udah segede ini masih mau saja dikontrol sih?" ucap Fuji.

Adi yang berdiri di samping Fuji juga heran mendengar wanita yang memakai jilbab besar itu, jika pergi kemanapun selalu ditemani.

"Masa iya sudah sebesar ini pergi kemana-mana masih harus diantar," pikir Adi.

"Tidak apa-apa! Lagipula aku juga tidak suka bepergian jika tidak dengan keluargaku," jawab Salwa kalem.

Fuji lalu duduk di samping Salwa. "Kamu nggak ingin seperti yang lain? Kemana-mana sendiri, tidak terus diawasi?" Meskipun Fuji sudah mengenal Salwa sejak SMA dan dia juga tahu jika Salwa selalu saja menunduk dan tidak pernah bepergian sendiri. Tapi jujur saja, Fuji masih tidak bisa memahami jalan pikiran Salwa yang menurutnya sangat kuno itu.

Ini sudah zaman modern lho. Banyak wanita diluar sana yang memilih memakai baju seksi daripada baju seperti yang dipakai Salwa sekarang.

Salwa hanya tersenyum saja mendengar kata-kata Fuji.

Sedangkan Adi yang masih berdiri di hadapan Salwa dan juga Fuji, merasa jika Salwa ini sangat menyebalkan.

Salwa sama sekali tidak memandangnya sekalipun. Hanya sebentar tadi, Adi melihat wajah Salwa, belum puas dia menilai wajahnya, Salwa sudah terlebih dahulu memalingkan wajahnya.

"Dek!" panggil Adam menghampiri Salwa.

Salwa yang mendengar Adam memanggilnya langsung berdiri. "Mas Adam!."

Adam merasa risih, karena dari mobilnya tadi dia bisa melihat, laki-laki di depannya ini menatap Salwa dengan intens. Bahkan Adam sampai lupa mengucapkan salam.

Adam melambaikan tangannya, meminta Salwa mendekat padanya. "Siapa mereka?" tanya Adam.

"Teman sekolah dulu."

Fuji yang melihat Adam kembali, menjadi terpesona. Dulu saat dia masih SMA, dia sering melihat Adam atau kakak Salwa yang satunya lagi menjemput Salwa di sekolah.

Diantara kedua kakak Salwa, paras mereka memang enak di pandang. Tapi menurut Fuji, wajah Adam jauh lebih mempesona.

"Hallo Mas! Aku Fuji, teman sekolahnya Salwa pas SMA." Fuji mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Adam menangkupkan tangannya di depan dada. Adam tidak melihat Fuji, dia menjawab Fuji dengan menunduk. Sama seperti apa yang dilakukan Salwa kepada Adi tadi.

Adi mengernyit heran. "Ada apa dengan dua kakak beradik ini," pikirnya.

Fuji merasa malu karena Adam tidak membalas uluran tangannya. Fuji kemudian menarik kembali tangannya dengan canggung.

Fuji lalu berdiri di samping Adi dan kembali merangkul lengannya.

Adam dan Salwa kompak membuang muka mereka ke samping, begitu Fuji menggandeng lengan Adi.

Mereka menunduk bukan berarti mereka tidak tahu apa yang dilakukan kedua sejoli itu.

"Ayo pulang sekarang Dek. Keburu maghrib." Adam mengajak Salwa untuk segera pulang.

Mendengar Adam mengajak Salwa untuk segera pulang, Fuji langsung berkata, "W*! Aku pergi duluan ya."

Tanpa menunggu balasan dari Salwa, Fuji langsung berbalik pergi dari sana dengan sedikit menyeret Adi.

"Kenapa kamu bisa temenan sama dia Dek?" Jujur saja Adam tidak suka jika Salwa berteman dengan Fuji yang kelakuannya seperti itu.

Bukannya mau menghakimi orang lain dengan caranya berpakaian. Tapi penampilan itu juga mempengaruhi pandangan orang.

Adam juga bukannya merasa dia orang yang paling benar. Tapi paling tidak, Adam berusaha menjadi lebih baik dari hari ini.

Tidak apa-apa Salwa berteman dengan Amira yang centil itu. Setidaknya, Amira menutup auratnya, dan dia tidak membawa pengaruh buruk kepada Salwa.

Meskipun Adam yakin Salwa tidak akan mudah terpengaruh begitu saja. Tapi yang namanya syaitan itu selalu berusaha menggoda manusia dari sisi depan, belakang dan samping. Syaitan akan memanfaatkan celah sekecil apapun itu untuk menjerumuskan manusia.

"Dia teman SMA Salwa, Mas. Salwa juga nggak tahu, tiba-tiba dia datang menyapa Salwa," jawab Salwa.

Salwa sangat mengerti dengan kekhawatiran yang dirasakan Adam. Dia juga akan memilih dalam berteman.

"Pakaiannya itu lho Dek, Astaghfirullah. Apalagi dari tadi laki-laki itu menatapmu terus." Adam tidak berniat melihat bagaimana penampilan Fuji tadi. Dia hanya sekilas melihatnya.

Itu pun tidak di sengaja. Karena saat tadi dia sampai di butik Salwa, dia melihat Salwa tengah duduk dengan seorang wanita. Mau tidak mau, Adam melihatnya walau sekilas.

"Ayo pulang!" Adam berjalan menuju ke mobil dengan diikuti Salwa di belakangnya.

"Kenapa Amira tidak menemanimu tadi?" tanya Adam. Tidak biasanya Amira membiarkan Salwa menunggu jemputan seorang diri, meskipun itu di butik milik Salwa sendiri.

Adam memang tidak tertarik dengan Amira. Tapi dia juga tidak membencinya.

Adam hanya menganggap Amira sebagai teman Salwa, tidak lebih.

"Tadi Amira bilang keluarganya mau kondangan, jadi Amira balik duluan, Mas," terang Salwa.

*

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   39. Tujuan

    Berbulan-bulan telah berlalu. Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya.Andhika yang masih belum bisa menghapus rasa sukanya pada Salwa. Dan juga masih sering curhat dengan Dara.Sedangkan Khalid, semakin sering dia berkunjung ke rumah Adam. Tentu saja dengan alasan menyambung tali persaudaraan yang sudah lama terputus.Padahal alasan utama sebenarnya Khalid sering berkunjung ke rumah Adam, adalah untuk mencari celah bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan restu dari kedua Kakak Salwa itu.Niat Khalid yang ingin mempersunting Salwa sudah bulat. Namun sebelum dia melamar Salwa secara resmi, Khalid harus terlebih dahulu mendapatkan restu dari Adam dan Husein.Sesuai dengan tebakan Khalid sebelumnya, sangat sulit mendapatkan restu dari Adam maupun Husein.Kedua laki-laki tersebut sangat protektif terhadap Salwa. Dari kesekian kali kunjungan Ridwan ke rumah Adam, hanya sekilas Khalid bisa bertatap muka dengan Salwa, yaitu ketika Salwa mengantarkan minuman untuknya. Selebihnya, Sal

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   38. Sakit Sendirian

    "Nggak semudah itu aku kembali lagi ke Bandung! Aku baru aja lho di Solo. Kontrak untuk kerja disini masih panjang. Nggak profesional banget kesannya kalau aku tiba-tiba mengajukan pindah lagi ke Bandung!" balas Andhika. "Apalagi ini karena urusan pribadiku!" lanjutnya."Ya udah! Kalau gitu gimana senyamanya kamu aja! Aku juga cuma kasih saran!" balas Dara."Aku tahu! Btw, makasih ya, Dar! Udah mau dengerin curhatanku selama ini. Kamu memang yang terbaik! Aku tutup dulu ya! Mau istirahat! Bye!""Bye!"Setelah sambungan telepon terputus, lagi-lagi Dara merasa jika dirinya adalah wanita yang sangat bodoh. Lebih tepatnya bodoh karena cinta.Sudah tahu pasti akan terluka, masih saja mau mendengar curhatan Andhika tentang wanita lain, padahal dia sendiri juga menyukai Andhika."Kalau dipikir-pikir, ternyata aku kuat juga ya jadi wanita. Jadi tempat curhatan gebetan selama ini. Kenapa hidupku nyesek banget sih!" monolog Dara yang tanpa sadar, air matanya kembali menetes untuk yang kesekian k

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   37. Curhat

    Semakin hari, perasaan galau Andhika semakin menjadi. Rasa sukanya kepada Salwa bukannya hilang tapi malah semakin bertambah.Saat ini Andhika sedang berbaring santai di kamar kost nya.Andhika kembali mengenang saat-saat awal dia bertemu dengan Salwa.Wanita yang menunjukkan sikap yang sangat berbeda dengan wanita lain, sangat berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah Andhika jumpai.Berawal dari rasa kagum, menjadi rasa suka. Bahkan mungkin sekarang bisa dikatakan rasa sukanya sudah berubah menjadi rasa cinta."Tuhan! Begini amat perjalanan cintaku!" ucap Andhika sembari mengusap wajahnya.Mau memperjuangkan tapi sudah kalah duluan."Curhat sama Dara aja deh!" Putus Andhika.Lalu Andhika mencari ponselnya untuk menghubungi Dara."Hallo!" sapa Dara di seberang sana. "Kenapa? Ada masalahkah? Atau kamu butuh bantuan?" lanjutnya.Andhika terdiam sejenak. "Aku mau curhat!" ucap Andhika."Masalah Salwa lagi? Kali ini kenapa lagi?" tanya Dara. Karena ini memang bukanlah pertama kali And

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   36. Ziarah 2

    Andhika menahan diri, yang rasanya ingin sekali untuk segera bertanya tentang rasa penasarannya itu.Dia hanya diam melihat ke empat orang yang sedang sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.Banyak sekali yang ingin Andhika tanyakan kepada Husein atau kepada Adam.Mengapa makam orang tua mereka hanya diberikan batu diatasnya, bahkan juga tidak ada nama di batu tersebut.Sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini diketahuinya, dan tidak seperti makam-makam yang ada disekelilingnya. Ada banyak yang di kijing. Bahkan ada yang diberi bangunan seperti rumah diatasnya. Semakin heran saja Andhika melihatnya.Memang ini bukan pertama kalinya dia melihat bangunan rumah di makam. Tapi yang menjadi pertanyaan Andhika adalah. Mereka kan sama-sama beragama Islam, mengapa perbedaan makam di antara mereka begitu besar.Dalam pikiran Andhika, bukankah mereka satu keyakinan, bukankah seharusnya mereka sama dalam perkara makam. Sama seperti ketika orang Islam sama-sama shala

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   35. Ziarah 1

    Pagi hari sekitar jam delapan, Salwa beserta Adam sudah sampai di pemakaman umum, dimana tempat Abah dan Umi dimakamkan.Mereka berdua di luar makam menunggu kedatangan Husein, Andhika dan Amira untuk ziarah bersama-sama.Tidak tahu bagaimana ceritanya, Andhika tiba-tiba saja ingin ikut ziarah ke makam Abah dan Umi, jadi Husein sekarang sedang menjemputnya di kost an.Sedangkan Amira, kemungkinan dia masih berada di jalan."Amira sudah berangkat kan, Dek?" tanya Adam memecah keheningan."Sudah kok, Mas! Mungkin sekitar lima menitan lagi dia sampai!"Adam menganggukkan kepalanya. Dalam hati Adam merasa bersyukur jika masih banyak orang yang mengingat kedua orang tuanya.Mengingat kembali pada hari kepergian Abah dan umi. Mereka terpaksa harus segera menguburkan Abah dan Umi malam itu juga. Padahal saat sudah lewat jam satu malam.Bukan tanpa alasan. Kebetulan esok hari itu akan ada acara walimahan tetangga mereka. Meskipun bukan tetangga dekat, tapi masih satu komplek. Dan di komplek me

  • Wanita Yang Menundukkan Pandangannya   34. Tidak Ada Yang Sempurna

    Siang ini di butik, Salwa dan Amira tengah beristirahat setelah selesai sholat Dzuhur dan selesai makan siang.Mumpung belum ada pembeli, Amira bertanya-tanya kepada Salwa tentang laki-laki yang beberapa hari lalu datang ke butik bersama Husein.Amira yang memang menyukai keindahan langsung terpana melihat ketampanan wajah Andhika.Dalam hati Amira berpikir, jika tidak berjodoh dengan Adam, laki-laki yang datang ke butik bersama Husein boleh juga."Ayo dong, Wa! Aku penasaran banget nih sama cowok yang datang kemarin sama Mas Husein!" Amira dengan penuh semangat merecoki Sawla yang sebenarnya sangat enggan membicarakan tentang Andhika.Sebenarnya Amira sudah ingin menanyakannya dari kemarin-kemarin, setelah Husein datang bersama Andhika. Tapi baru kali ini ada kesempatan yang pas untuk menanyakannya."Memangnya kalau kamu sudah tahu dia siapa, kamu mau apa?" tanya Salwa heran."Ya mau di ajak kenalan dong! Siapa tahu jodoh kan? Daripada nunggu kepastian dari Mas Adam yang belum juga ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status