Semua Bab Infinity Love (Bahasa Indonesia) : Bab 11 - Bab 20
40 Bab
11.
Perlahan mata cantik itu mengerjap-ngerjap, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke retina. Meski masih sedikit buram dan berbayang, tapi Neira mampu melihat ke sekitarnya. Hanya ada tirai-tirai putih yang mengelilingi tempat tidurnya, serta bau obat yang menyeruak masuk ke penciuman gadis itu.Kepalanya masih terasa sangat berat, tapi ia mencoba untuk bangun. Ranjang itu berderit karena tubuh Neira bergerak. Tak lama berselang, seorang perempuan berjas putih datang menyibak tirai di hadapannya."Sudah sadar?" tanya wanita itu lembut. Lalu mendekat ke arah Neira. "Masih pusing? Rebahan dulu ya, biar saya periksa lagi."Neira hanya menuruti apa yang dikatakan dokter perempuan itu."Saya di mana ya, Dok?""Di unit kesehatan kampus. Tadi kamu pingsan, jadi mahasiswa bawa kamu ke sini," ja
Baca selengkapnya
12.
[Flashback sudah selesai. Part ini kembali di masa Neira sekarang *lihat kembali part 03*]Panas terik menyinari Jakarta siang ini, berkombinasi dengan macet dan polusi, membuat orang-orang menjadi cepat emosi dan tidak sabaran.Neira mengusap dahinya yang berkeringat dingin. Sebenarnya, tubuhnya sudah agak limbung, tapi wanita itu masih berusaha untuk bisa mengerjakan tugasnya."Lagi ramai, Nei. Tolong kerjanya lebih cepat ya!" seru salah satu rekan kerjanya yang lebih senior."Iya, Mbak." Hanya dua patah kata itu yang sanggup terlontar dari bibir tipisnya.Warung padang ini adalah tempat kerjanya yang ke sepuluh. Mulai dari menjadi jaga toko sepatu, penjaga warteg, dan bermacam-macam jenis pekerjaan yang lain, tak ada yang bertahan lebih dari satu hari. Kondisinya yang morning
Baca selengkapnya
13.
Seseorang yang hidup sebatang kara seperti Neira, tidak punya tempat untuk tinggal, tidak punya keluarga untuk berbagi beban, bukanlah suatu yang mudah dijalani oleh semua orang. Jadi, jika saat ini ada satu keluarga yang bersedia menampung dirinya dengan penuh kehangatan, bolehkah Neira sebut mereka sebagai 'Rumah'? Dua bulan berada di rumah ini, membuat Neira merasa menemukan kembali hidupnya. Dia seolah bisa melihat harapan di depan sana, bahwa dia masih pantas untuk menikmati bahagia. Di saung belakang rumah inilah biasanya Neira menghabiskan waktunya bercengkrama dengan mak Oni. Wanita berusia lebih dari setengah abad, yang sudah mengabdi selama dua puluh tahun kepada keluarga Bagaskara. Dari mak Oni juga lah Neira tahu, bahwa Ratih adalah istri kedua Bagaskara, setelah istri pertamanya____Paramita____meninggal dunia. "Siang-siang lagi ng
Baca selengkapnya
14.
Malam telah larut, tapi Neira masih asik menikmati setumpuk buku tentang teori kesehatan. Duduk berdiam, fokus membaca lembar demi lembar buku-buku itu di meja makan keluarga. Mungkin cita-citanya untuk menjadi Dokter tidak bisa ia wujudkan saat ini, tapi bukan berarti dia menyerah menggali ilmu kesehatan. Bagi dirinya bertemu dengan Ratih adalah anugerah terbesar dalam kondisinya saat ini. Mendapat keluarga, tempat tinggal, dan segudang buku kesehatan milik Ratih yang notabene adalah seorang perawat. "Sudah pukul sebelas, kamu enggak istirahat aja?" Ratih datang tiba-tiba dari ruang tamu, menepuk pundak Neira agar wanita hamil itu sadar akan kehadirannya. "Dikit lagi selesai babnya, tanggung." Ratih menarik kursi di samping Neira. Duduk dan meraih buku di hadapannya. Melakukan hal yang sama seperti yang Neira l
Baca selengkapnya
15.
Senandung yang tidak begitu merdu itu terdengar dari saung belakang rumah.Mendaki gunung, lewati lembah ....Sungai mengalir indah ke samudera .... Bersama teman bertualang .... 🎶🎶🎶Agra tergelak dari balik handuk yang membelit separuh wajahnya._____ Wanita dewasa macam apa yang lebih memilih menyanyikan lagu Ninja Hatori, dibandingkan lagu cinta? Jarak antara dirinya dan Neira tidak terlalu jauh. Agra yang berdiri mematung, mengamati Neira dari bawah pohon mangga. Sedangkan Neira, wanita itu sibuk memisahkan baju yang akan disetrika mak Oni sesuai jenis bahan.Agra melangkahkan kakinya mendekat. Sejenak pria itu ragu, apa yang harus dia lakukan? Menyapa tanpa alasan? Meminta baju atau celana yang belum disetrika?____ Hai! Celana dan bajunya menumpuk satu lemari di kamar. Agra me
Baca selengkapnya
16.
Satu minggu berlalu, tanpa seorang pun di rumah ini yang tahu bahwa sedang ada perang dingin antara Neira dan Agra. Dua manusia itu bagai kucing dan tikus yang sedang bermain petak umpet. Di mana ada Neira, di situlah Agra memainkan intimidasinya. Dan di sudut manapun Agra berada di rumah ini, sudut itulah yang paling dihindari oleh Neira. Rasanya, Tom and Jerry jauh lebih akur dibandingkan dua manusia beda jenis kelamin ini. Seperti malam ini, saat semua keluarga sedang berkumpul di ruang tengah. Layaknya hari lain setelah makan malam. Mak Oni menonton televisi bersama Ratih, lalu di sofa ada Bagaskara membaca majalah bisnis dan sejenisnya, yang sesekali menimpali obrolan istrinya dan mak Oni membahas tentang gosip ataupun sinetron yang mereka tonton. Neira akan selalu duduk di sofa tunggal berbentuk tangan di sudut ruangan, sibuk membaca buku-buku materi kesehatan yang membosankan bagi banyak orang. Agra, biasanya tidak tertarik u
Baca selengkapnya
17.
Sejak peristiwa malam itu, Agra menghindari Neira. Jika pun keduanya bertemu, Agra memilih untuk diam dibandingkan mengintimidasi seperti biasanya. Tapi itu justru membuat Neira semakin ngeri dan bertanya-tanya, apa yang sebenarnya Agra rencanakan. Agra lebih sering memilih keluar rumah jika tidak harus berangkat ke kantor, bahkan beberapa kali tidak pulang. Neira tidak peduli pria itu pergi ke mana, hanya saja Neira tidak ingin itu semua tersangkut-paut dengan dirinya. Neira bisa melihat Agra adalah orang yang baik, tapi tidak bagi Neira. Berkutat dengan lamunan membuat Neira tanpa sadar kehilangan jejak Ratih. Saat ini dirinya memang sedang menemani Ratih berbelanja bulanan di swalayan. Neira menepuk jidatnya, swalayan yang sebesar ini dengan pengunjung yang begitu berjubel, bagaimana dia harus mencari jejak Ratih? Sungguh menyusahkan diri sendiri. N
Baca selengkapnya
18.
"Aku ... Mau kita berakhir." Petir itu datang di pagi buta untuk Agra. What the hell! Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah mereka sedang merayakan hari jadi? Agra terdiam. Wajah bingung itu tidak bisa Agra sembunyikan. Hubungan mereka baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran sebulan ini, bahkan semalam mereka masih beradu kehangatan di atas ranjang, dan sekarang wanita di hadapannya ini mengunginkan____ PUTUS? Setelahnya, Agra tertawa keras seperti orang gila. "Ya ampun, Sayang. Becanda kamu itu enggak lucu. Sumpah deh, enggak kayak gini kalau mau ngerjain aku." Agra berkata masih dengan sisa-sisa tawanya. "Aku mau menikah, Gra," lirih suara Larasati yang hampir ia telan sendiri. Tawa Agra terhenti. Menatap lurus ke arah Larasati. 
Baca selengkapnya
19.
Aroma petrichor menambah suasana sendu sore itu, mengiringi hati dua orang yang kini sedang berhadapan dengan wajah yang sama murung. Agra dan Neira. Duduk berhadapan dibatasi oleh meja kayu jati panjang di teras belakang. Neira menunduk, matanya kosong menatap secangkir teh dalam genggamannya. Lelaki itu, tiba-tiba saja mengajaknya berbicara empat mata. Neira tahu, ke arah mana pembicaraan mereka akan bermuara. Tak akan jauh dari pengusiran Agra atas kehadirannya di rumah ini. "Saya akan menikah. Tentunya bukan dengan kamu, melainkan dengan seseorang yang sudah lama saya cintai. Saya harap kamu cukup tahu diri dan tahu apa yang harusnya kamu lakukan. Saya tidak mau semua jadi rumit hanya karena kamu ada dalam keluarga ini." Kalimat yang terdengar sangat terhormat. Namun, mencabik Neira bagai sampah menjijikkan
Baca selengkapnya
20.
Bau cat menyeruak menusuk hidung, ketika Agra memasuki ruang apartemen. Sejenak, ia menatap lengang ruangan ini. Ruang demi ruang yang ia pugar untuk menyambut kedatangan Larasati kembali dalam hidupnya. Dulu, apartemen ini begitu monoton. Hanya ada warna brown, abu, hitam, dan putih. Begitu monokrom dan maskulin. Tapi kini, Agra sengaja merenovasinya agar sedikit lebih manis. Menambah beberapa interior yang sedikit feminim dan juga sentuhan warna-warna cerah. Perlahan, jemarinya menelusuri bantal sofa berbulu warna baby pink. Larasati sendiri yang memilihnya minggu lalu. Agra beranjak, berdiri tertegun di depan bufet besar warna putih tempat home teaternya diletakkan. Berjajar cantik frame foto mereka berdua. Matanya menjelajah pada vas bunga transparan di atas meja berisi setangkai mawar putih kesukaan Larasati, lalu pada hordeng mewah paduan warna putih,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status