Semua Bab Black Finger (Indonesia): Bab 11 - Bab 20
48 Bab
Chapter 11: Perasaan yang Tak Terkatakan
Tiga kali ketukan yang terdengar oleh Isabel di pintu kamarnya, tidak membuatnya terkejut. Ada suara hentakan kaki menyentuh telinga dari mulut tangga koridor lantai tiga hingga hampir ke kamar. Isabel kenal bagaimana Rin berjalan, langkah kakinya yang cepat dan menghentak. Gadis enerjik. Suka bicara, tapi otaknya tak kosong.  Dia masuk dalam kategori jenius. Jarang yang melihatnya belajar, dia lebih banyak menghabiskan waktunya berada di tengah banyak orang. Di kelas teater, dia bisa mengekspresikan dirinya begitu lepas, berteriak sesuka hati dan bergerak ke sana kemari. Tidak banyak yang tahu, “buku” adalah satu-satunya benda yang bisa menenangkan batinnya saat tidak ada siapa-siapa di dekatnya.
Baca selengkapnya
Chapter 12: Kunci Penyegel
 Malam itu, Isabel memberanikan dirinya berdiri di balkon kamar. Sesuatu yang tak lagi dilakukannya hampir dua bulan ini. Angin dingin segera membalut tubuhnya, dengan kejam meremas tulangnya hingga terasa ngilu. Tapi, ia tetap ingin berada di sana. Hanya malam yang mampu membuatnya melihat jelas tentang apa yang terjadi. Malam pula yang bisa mengantarnya pada seseorang yang mulai dirindukannya sejak pertama kali bertemu. Tapi, dari sana yang bisa dilihatnya hanyalah kabut tebal yang menyelimuti
Baca selengkapnya
Chapter 13: Cahaya Perak
Asrama laki-laki Slavidion, pukul empat siang. Isabel harus memastikan tidak ada satu pun yang melihatnya masuk ke asrama laki-laki. Aroma agak berbeda segera tercium di sana, diam di antara lorong-lorong yang tak terjamah wanita. Sudah diperhitungkan kalau sore itu tidak banyak yang ada di asrama. Senior sibuk mengurusi   para junior yang akan melaksanakan ujian penentuan apakah mereka lulus orientasi atau tidak. Jika tidak lulus, mereka harus mengulang tahun depan dan tentu saja kehilangan kesempatan jadi senior selama tahun itu. Slavidion telah dibagi menjadi beberapa pos. Masing-masing dijaga oleh para senior. Junior wajib melewati itu semua jika ingin lulus, yang berarti mereka harus mengelilingi sel
Baca selengkapnya
Chapter 14: Yellow Eyes
'Apa yang kamu dengar, aku tak perlu mendengarnya dan apa yang terucap dari mulutmu, aku juga tak perlu tahu itu. Tapi, apa yang kamu lihat. Aku juga ingin melihatnya. Tahu semua yang mempengaruhi pikiranmu. Matamu telah  bicara segalanya. Begitulah caraku bisa memahamimu.'           &nb
Baca selengkapnya
Chapter 15: Pilihan
 Cinta, mengubah seseorang menjadi setia. Tapi, Isabel tak mengerti kesetiaannya untuk siapa. Ingatannya terbelah antara kenyataan dan fantasi malamnya. Ada perasaan gugup yang mendera setiap kali bangun pagi, setelah bermimpi tentang orang yang berdiri di tengah lapangan Slavidion menghadap menara. Kali ini, perasaan gugup itu semakin menekan batinnya. Membuatnya enggan beranjak dari tempat tidur pagi itu.             
Baca selengkapnya
Chapter 16: Sang Serigala
Rin, sejak setengah jam lalu ketenangan hilang. “Bagaimana mungkin aku bisa lupa soal Isabel?” gumamnya sambil gigit jari. Sudah berkali-kali Rin mengatakan pada Isabel camp malam yang menjadi tradisi Slavidion, akan dilakukan di Istana Houston.  Tapi, Isabel tak terlihat di antara kerumunan yang hadir. Dia berlari ke sana kemari, bertanya sana sini dan tak ada seorang pun tahu perihal Isabel. “Kupernya itu sungguh keterlaluan,”desah Rin lagi.                                &n
Baca selengkapnya
Chapter 17: Antara Isabel dan Putri Elisa
“Apa kita hanya bisa berdiam di sini?” Isabel bersuara dari teras balkon. Saat itu baru pukul delapan malam. Namun, pekatnya malam tak menyisakan tempat untuk bernapas. Bau amis terbawa angin dan setiap sudut selalu saja ada sorot mata mengerikan mengarah padanya.                      William berbaring saja di atas sofa. Dia sudah tak berdaya untuk sekadar menegakkan badannya. Orang itu tak mau didekati. &ldquo
Baca selengkapnya
Chapter 18: Kunci yang Hilang
Musim dingin telah datang saat langit yang mestinya biru, terlihat berkabut. Isabel mendekap dirinya sendiri yang hanya mengenakan seragam berlapis sweater tipis.  “Harus mulai dari mana?” pertanyaan pertama terlintas di benak Isabel. Masih satu kilometer untuk mencapai halte bus dari mulut gerbang Slavidion. Bukan kali pertama ia harus berjalan mencari pemberhentian bus. Setiap kali libur dimulai, saat anak-anak diizinkan kembali ke rumah mereka masing-masing, Isabel tahu tidak ada orang tuanya
Baca selengkapnya
Chapter 19: Darah Seorang Denova
Diran terganggu oleh suara-suara itu. Teriakan memilukan yang bohong jika tak membuatnya merinding dan waspada. Jika wujudnya sekarang adalah seekor serigala, maka telinga Diran akan terbuka lebar dan bulu-bulu putihnya menegang. Diran memperhatikan sekelilingnya, kepakan jendela tak tertutup memperlihatkan langit yang hitam. Diran heran sendiri, tak menyadari kapan dirinya tertidur. Baru saja ia ingin bangun, terasa berat di dadanya. Rin, ia mendekap Diran dan tertidur di posisi itu. Hampir Diran mengira pertemuannya pada Rin hanyalah mimpi. Dan tak mengerti harus
Baca selengkapnya
Chapter 20: Kematian Aragon
“Biarkan aku ikut!” lirih Isabel hampir tak sanggup menegakkan tubuhnya. Efek kehilangan banyak darah, walau tak akan membuatnya mati.Diran dan William diam saja. William, sepertinya itu yang ia inginkan. Tak ingin melibatkan siapa pun dalam perjalanannya menemukan kunci spiral Denova. Kunci itu, Rin yang membawanya ke Slavidion dan ia tak sengaja menjatuhkannya. “Aku tak menyangka benar benda itu yang kalian cari,”ucapnya ketika Diran bertanya soal kunci. “Rick Albert, kupikir dia tahu soal kunci spiral Denova. Dia juga tahu soal kembarannya France Albert mendatangi Diana u
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status