Semua Bab Satu Atap: Bab 51 - Bab 60
80 Bab
51. Life Hard or Easy?
Sebelumnya Lisa pernah membayangkan bagaimana jika ia hidup susah, tetapi tidak menyangka akan benar-benar mengalaminya. Bayangkan saja. Ia terbiasa mencuci pakaian menggunakan mesin cuci, sekarang? Ia terbiasa dimasakkan Bi Inah dan mengerjakan pekerjaan rumah dibantu, sekarang?Yah, hidup itu berputar seperti roda yang sedang berjalan. Lisa sungguh tahu dirinya tidak akan selalu di posisi itu sepanjang hidup. Seperti saat ini, waktunya ia merasakan hidup yang lain. Hidup seperti orang susah.Tapi meskipun begitu, hidup semacam orang susah itu tidak sesusah itu. Hidup seperti orang kaya juga tidak semudah yang orang-orang pikirkan. Bisa lihat Lisa? Keluarganya nyaris hancur. Ayah Bunda dibunuh entah oleh siapa. Ia dan kakaknya dikejar seperti buronan yang telah melakukan kejahatan.Harta memang tidak bisa menjadi patokan kebahagiaan seseorang. Di luar sana, banyak yang hidup sederhana bahkan kekurangan tetapi merasa tenteram dan am
Baca selengkapnya
52. Want a Kiss?
Suasana hutan ricuh.Batu melayang terlihat dimana-mana. Teriakan beberapa orang terdengar, kebanyakan mengumpat. Keadaan menjadi tegang, memacu adrenalin siapa pun yang terlibat di dalamnya.Arvin bersembunyi di balik batu besar, menunggu waktu yang tepat untuk keluar. Di titik temu sana pasukan-Lisa menaruh handphone yang baru saja dibeli beberapa hari yang lalu di atas ranjang, menghela napas panjang. Cerita di aplikasi literasi yang barusan ia baca membosankan sekali. Ceritanya mirip seperti hidup Arvin yang suka tawuran. Lebih kerennya, nama tokohnya juga Arvin. Lisa jadi curiga dengan author yang menulis cerita daring itu. Teman Arvin? Atau pacarnya? Atau dirinya sendiri? Tetapi sejak kapan Arvin punya pacar?Mengambil handphone, Lisa kembali mengaktifkan lockscreen. Waktu menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit di layar. Ini hari Senin. Jika keadaannya baik-baik saja, Lisa pasti sedang sekolah dan berbaris
Baca selengkapnya
53. Get Mad
Tidak ada rutinitas yang lebih menyebalkan dari minum obat pereda nyeri saat datang bulan. Rasanya hidup Lisa seolah tergantung pada obat-obatan itu. Karena jika tidak diminum, nyeri yang ia rasakan jadi sangat mengganggu. Bahkan bisa membuatnya rebahan di kasur sepanjang hari. Beruntung hal itu tidak berlanjut lama. Hanya hari pertama dan hari kedua, lalu hilang dengan sendirinya.Ares tadi sudah membelikannya obat antinyeri, juga jamu kunir asem. Tetapi perutnya masih tidak enak, membuatnya malas melakukan apa-apa. Masalahnya ia sudah berencana makan malam dengan nasi goreng, jadi harus tetap memasak. Lagi pula anggapan jika nyeri haid harus istirahat total di atas tempat tidur itu salah. Justru yang paling bagus adalah bergerak. Bahkan dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan."Kamu mau ngapain, Sa?" Ares yang melihat Lisa keluar kamar segera bertanya dari kamarnya. Pemuda itu sedang rebahan kasur. Apa lagi jika bukan bermain game.
Baca selengkapnya
54. Hearts That Melt
Sinar matahari yang masuk lewat ventilasi menerangi kamar Lisa yang gelap. Lisa yang beberapa menit yang lalu bangun segera bangkit duduk, termenung sebentar. Ia menghela napas, teringat jika semalam ia habis marah-marah lalu menangis. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan hampir pukul tujuh. Tidak seperti biasanya ia bangun kesiangan. Mungkin karena efek tidur terlalu larut tadi malam.Lisa turun dari ranjang, mencari kaca kecil miliknya yang ia taruh di bawah tempat tidur. Ia menatap pantulan wajahnya di sana. Matanya jadi agak bengkak karena menangis semalam.Mendadak kejadian saat Lisa marah dan berkata tidak-tidak pada Ares tadi malam terngiang di otaknya. Ia duduk di lantai, menghembuskan napas, menyenderkan punggung ke tempat tidur di belakangnya. Emosinya kemarin tidak terkontrol. Ia syok, efek tidak pernah melihat Ares marah sungguhan padanya. Rasanya seperti tidak terima dimarahi pemuda itu. Padahal Lisa tahu dirinya yang salah. Alih-a
Baca selengkapnya
55. Rainy Night
Lisa sedang tidur nyenyak di tengah derasnya hujan di malam hari sebelum akhirnya terbangun karena merasakan air menetes deras membasahi wajahnya. Ia terbangun, baru menyadari jika kasur yang ia pakai telah basah, juga baju, celana, dan rambutnya. Ia buru-buru menyingkir ketika tahu air itu berasal dari atap kamarnya yang bocor. Tidak hanya di satu tempat, tetapi dua tempat. Pantas saja baju dan kasurnya langsung tergenang.Parahnya, kenapa Lisa baru bangun setelah tubuhnya basah kuyup?Tambah deras, ia segera mengambil 2 ember tempat biasa ia mencuci baju. Baru saja menaruh ke dua tempat yang bocor itu, Lisa baru menyadari di pojok kamarnya air hujan juga menetes dengan deras. Imbasnya, kali ini lantai kamar Lisa ikut tergenang air. Astaga, kenapa banyak sekali atap bocor di kamarnya?"Ares! Bangun, Res!" Hampir kedinginan dan mulai sedikit pening, akhirnya Lisa memutuskan mengetuk pintu kamar Ares.Beberapa kali m
Baca selengkapnya
56. Sick But Happy
Seperti dugaannya, pagi harinya, Lisa punya banyak pekerjaan. Selain membersihkan kamarnya yang seperti kolam renang, ia harus mencuci kembali pakaiannya yang terkena air hujan tadi malam. Belum tadi mengangkat dan mengeringkan kasur di luar. Kamarnya baru saja selesai diperbaiki beberapa menit yang lalu. Berbeda dengan kamar Ares yang atasnya masih ada rooftop, kamar Lisa langsung genting sehingga rawan bocor. Dan ya, kata Bu Tika, ada dua titik bocor di kamar Lisa yang disebabkan karena genting merosot. Katanya sih itu ulah kucing-kucing liar yang suka sekali melompat dan berlarian di atap. Lisa memang sering mendengar suara kucing mengeong di atas kamarnya.Menghela napas, Lisa akhirnya menyelesaikan kegiatan menjemurnya di rooftop. Waktu menunjukkan hampir pukul 10 pagi. Matahari di atas sana mulai terik dan itu membuat Lisa bersyukur: pakaian dan kasur yang ia jemur cepat kering.Dari atap kontrakan yang Lisa tinggali, ia
Baca selengkapnya
57. One Day It Will Stop
Mentari mulai menampakkan sinarnya.Ares berhenti berlari, membungkuk menormalkan detak jantungnya yang tidak teratur. Ia yang masih ngos-ngosan habis lari pagi melangkah mendekati toko kelontong tak jauh darinya. Toko yang merangkap rental motor itu toko tempat Ares biasa menyewa sepeda. Sebenarnya tidak ada rental sepeda, tapi karena waktu itu ada dua sepeda bertengger di depan toko, Ares berkata pada pemiliknya agar boleh menyewa sepeda itu juga.Ares memang bisa memakai motor, tapi harga sewanya pasti lebih mahal. Ia tidak ingin membuang uang. Lagi pula mengayuh sepeda lebih sehat mengingat ia jarang olahraga akhir-akhir ini. Hanya lari setiap pagi."Pak, saya sewa sepeda kayak biasa, ya.""Oh ya, ambil aja, Mas." Bapak-bapak pemilik toko berkata."Ini KTP-nya," ujarnya.Setelah memberi KTP dan uang, Ares langsung mengayuh sepedanya ke jalanan yang biasa ia lewati.
Baca selengkapnya
58. No Longer
"Ares!" Mama yang baru saja turun dari mobil langsung berlari memeluk anaknya. Beberapa detik setelahnya Mama melepaskan pelukan, gantian menatap Lisa lalu memeluknya erat. Wanita yang berstatus mertuanya itu berkata, "Lisa, kamu nggak papa kan? Kalian berdua nggak ada yang luka?"Lisa tersenyum, menggeleng. "Kita berdua baik-baik aja, Ma," jawabnya. Ia tahu selama ini Mama pasti sangat mengkhawatirkan mereka berdua. Pasalnya, tidak seperti Oma yang tahu keadaan mereka sebelum pergi, Mama sama sekali tidak tahu dan tidak dikabari. Hanya lewat Oma yang dititipi pesan oleh Ares sebelum pergi melarikan diri.Mama meregangkan pelukan, menatap Ares dan Lisa bergantian. Wanita di depan Lisa kini menitikkan air mata, lalu cepat-cepat mengusap air bening itu. Kini Lisa semakin tahu Mama khawatir sungguhan pada mereka. "Semua udah selesai. Kamu udah aman, Lisa. Kalian berdua nggak perlu pergi jauh lagi."Lisa mengangguk. Kejadian-kejadian be
Baca selengkapnya
59. Be Strong is Choice
Jam dua siang lebih, mobil yang Lisa tumpangi mulai memasuki pekarangan rumah. Bukan rumah Mama Papa, Oma, atau Ayah Bunda, tetapi rumahnya sendiri. Rumahnya bersama Ares.Saat itu juga sebuah panggilan masuk ke nomor Mama. Mama mengambil handphone di tasnya, berkata bahwa Arvin lah yang menelepon. Lisa langsung melebarkan mata, menatap antusias.Tadi Mama sudah bercerita bahwa Arvin sudah dikabari dua hari yang lalu. Awalnya nomornya tidak bisa dihubungi. Tetapi Papa Ares berinisiatif menghubungi kampus kakaknya, University of Sydney. Mungkin pihak kampus memberi kabar entah ke siapa dan akhirnya Arvin tahu sehingga menelepon balik Papa Ares. Lisa yang mendengarnya hanya bisa bernapas lega. Kakaknya baik-baik saja, masih hidup. Sesungguhnya hanya itu kabar paling penting yang Lisa butuhkan selama ini.Mama akan menjawab panggilan sebelum akhirnya melihat seseorang yang berdiri di depan pintu rumahnya.
Baca selengkapnya
60. When Destiny Goes
"Kakimu masih sakit?" tanya Arvin, membuat Lisa menghela napas karena sudah ditanyai hal itu berkali-kaki oleh orang yang berbeda—Mama, Ares, dan sekarang, Arvin."Udah enakan. Nggak sakit lagi. Sebelum balik ke sini udah ku kompres es batu di kontrakan," terangnya. Lisa sudah bercerita panjang lebar pada Arvin sejak yang terjadi malam itu sampai sekarang saat ia dan Ares sudah kembali ke rumah. Tinggal Arvin yang belum bercerita pengalamannya menjadi penyintas di negeri orang. Hal itu membuat Lisa buru-buru bertanya karena penasaran. "Ada satu orang yang bantuin aku di sana," jawab kakak Lisa itu."Ada satu orang yang bantuin? Siapa gitu?" tanya Lisa pada Arvin yang duduk di sebelahnya. Mereka—termasuk Ares—sedang beristirahat di ruang keluarga. Lisa sendiri bahkan belum sempat masuk ke kamarnya.Arvin mengangguk. "Temen, tapi beda kampus. Dia lagi belajar di Queensland University."
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status