All Chapters of Chemistrick: Chapter 51 - Chapter 60
113 Chapters
At your Side [4]
Esoknya, tampaknya semua orang membuka mata dengan energi yang langsung mengalir ke pembuluh darah. Minimal, itu ditunjukkan oleh reaksi teman sekamar Robin .“Selamat pagi, Bin,” sapa Rudi penuh semangat begitu membuka mata. Robin yang juga baru bangun, tertawa kecil.“Semangat betul kamu hari ini,” ucapnya.“Karena hari ini kita akan pulang, ninggalin tempat ini. Periode mendaki udah nyaris kelar. Tinggal perjalanan menurun. Walau kalau ingat kondisi di Chomrong, lututku langsung berteriak minta diselamatkan,” oceh Rudi. “Kamu mau mandi atau nggak? Dinginnya kayak begini. Kalau aku, cukup cuci muka dan sikat gigi aja.”“Aku tetap mandi. Kan ada air hangat,” balas Robin. “Kalau kamu, aku sih nggak heran. Di Jakarta pasti jarang mandi juga. Apalagi di sini, memang dingin banget. Jadi ada alasan untuk absen mandi,” ledeknya.Ketika hendak sarapan, Vivian sudah berada di ruang ma
Read more
At Your Side [5]
Meski tampaknya banyak yang tidak yakin dengan kata-kata Ben, akhirnya semua sepakat untuk tidak mendebat sang pemandu. Mereka memulai perjalanan pagi itu pukul delapan kurang seperempat karena harus menunggu David yang terlalu lama di toilet akibat sakit perut. Seperti ramalan Ben, perjalanan pulang lebih cepat dibanding pendakian ke atas. Sekitar dua jam kemudian, mereka sudah tiba di Deurali.“Namaste. Sampai jumpa lagi,” ucap salah satu pegawai tea house yang pernah mereka inapi saat mengenali rombongan itu, sembari melambai. Robin dan kawan-kawan pun membalas dengan antusiasme yang sama.“Ben ternyata bener,” kata Vivian yang berjalan di depan Robin, menoleh ke belakang lewat bahu kanannya. “Belum tengah hari dan kita udah sampai Deurali. Nggak nyangka.”“Yup! Nggak nyangka ya, Vi? Kalau kita ngebayangin gimana perjalanan dari Deurali ke Machapuchare Base Camp kemarin itu,” respons Robin.Ketik
Read more
At Your Side [6]
“Aku nggak nyangka kita bisa beneran sampai di Bamboo jam segini,” kata Carlo. “Jadi, kita nggak perlu nginep di ruang makan tea house di Dovan,” candanya.Seperti biasa, kamar-kamar di tea house selalu terisi penuh. Tamu-tamu dari berbagai bangsa dan negara datang ke tempat itu untuk merasakan sendiri pengalaman menakjubkan mendaki Annapurna Base Camp. Robin sendiri tidak mengira jika perjalanan kali ini begitu menakjubkan. Nepal ternyata salah satu tempat eksotis yang kemungkinan besar akan sulit dilupakannya. Siapa sangka?Niat Robin untuk segera beristirahat akhirnya tertunda karena cowok itu mencemaskan Vivian. Tampaknya, tidak ada yang menyadari absennya gadis itu saat makan malam. Orang-orang khawatir akan Denny yang masih harus keluar-masuk toilet entah berapa kali. Pemilik tea house bahkan sengaja membuatkan ramuan khusus untuk mengatasi masalah pencernaan yang diderita oleh Denny.Karena itu, Robin pun
Read more
Wake Up Call [1]
Sekitar sepuluh menit kemudian, Robin kembali lagi dengan makanan dan minuman untuk Vivian. Sekali lagi, gadis itu menggumamkan ucapan terima kasih hingga Robin merasa jengah. Dia tidak merasa sudah melakukan sesuatu yang hebat. Dia hanya memesan dan membawakan makan malam untuk gadis itu.Robin lebih banyak mengatupkan bibirnya saat Vivian menghabiskan mi instan yang beraroma menggoda itu. Gadis itu makan dengan lahap meski tetap hati-hati karena mi berkuah yang disantapnya masih mengepulkan asap.“Enak, ya?” Robin tak tahan menyimpan rasa penasarannya. Vivian mengangguk tanpa suara. “Seharusnya aku pesan dua porsi sekalian. Soalnya kamu kayaknya lapar banget. Ngeliat kamu makan, aku juga jadi pengin makan mi juga,” imbuh pria itu.Gadis itu malah tertawa mendengar gurauan Robin. Vivian menaruh mangkuknya yang sudah kosong di atas meja. Lalu, meraih gelas minumannya. “Makasih sekali lagi ya, Bin. Ini makanan paling enak yang pernah
Read more
Wake Up Call [2]
Itu berita yang mengejutkan bagi Robin. Tak hanya ahli bersikap kasar dengan kaum hawa, Eric ternyata juga seorang pengadu. “Seburuk itu yang namanya Eric, ya? Nggak nyangka banget.”“Nggak apa-apa,” kata Vivian menenangkan. “Semua memang ada hikmahnya. Paling nggak, sekarang ini aku bisa ada di Nepal dan ngobrol sama kamu. Kalau nggak dipecat, pasti aku lagi ngegantiin Cynthia di suatu acara sambil menahan lapar karena berat badanku nggak boleh nambah.”Mereka berdua tertawa geli. “Selalu ada hikmah dari satu peristiwa yang nggak ngenakin. Kata orang bijak, sih. Tapi memang bener, menurutku.” Robin bersuara setelah tawanya berhenti.“Tapi ingat lho, Bin. Ceritaku barusan itu rahasiantingkat tinggi. Kamu nggak boleh bocorin sama siapa pun,” pinta gadis itu sungguh-sungguh.“Pasti! Kalau aku bongkar rahasia ini, maka aku akan berubah jadi kodok.”Vivian tertawa geli. Saat itu, B
Read more
Wake Up Call [3]
Vivian bertepuk tangan. “Astaga, cuma kamu yang bisa paham. Aku sering dianggap aneh, bahkan sama sahabatku sendiri. Namanya Leona, dia keponakan Tante Debby, istri papaku. Dia bilang, aku ini aneh dan....”Vivian tak melanjutkan kata-katanya karena suara ribut dari sebelah kamarnya itu kian meningkat. Kini, pintu kamar malah terbuka dan sang istri berjalan keluar dengan cepat sembari menjeritkan sesuatu yang tak terdengar jelas. Tanpa pikir panjang, Robin melompat dari tempat duduknya.“Ada apa?” tanyanya dengan suara sesantai yang dia bisa. Perempuan itu nyaris melewati Robin sambil memegangi pipi kanannya.“Dia sudah gila. Dia kira aku akan diam saja di—"“Hei! Aku belum selesai bicara! Kamu nggak bisa seenaknya pergi,” si suami tahu-tahu sudah mencekal lengan istrinya. Sempat terjadi aksi saling tarik dan dorong yang cukup kasar. Robin berusaha menengahi tapi tubuhnya malah nyaris terjengkang ke belakang
Read more
Wake Up Call [4]
“Pria misterius itu kayak lagi ngawasin gerak-gerik Fida. Pokoknya, dia nggak pernah keluar dari unitnya sebelum Fida juga melakukan hal yang sama,” kata Robin pada teman-temannya. Dia memegang ponsel. Paman Fida baru saja memberi kabar tentang penyelidikan yang masih berjalan.“Berarti memang semuanya udah direncanakan,” sahut Adam.Jika cuma terjadi beberapa kali, mungkin bisa dianggap sebagai kebetulan. Akan tetapi ternyata hal itu terulang selama seminggu. Yang paling mencolok, saat Fida baru meninggalkan apartemennya menjelang tengah hari, lelaki itu melakukan hal yang sama. Karena merasa terusik, detektif mencari tahu siapa lelaki yang tinggal di depan unit yang dihuni Fida. Informasi yang didapat membuat polisi makin curiga. Si penghuni membayar tunai dengan menggunakan identitas curian. Pengurus apartemen pun mengaku tidak pernah melihat dengan jelas wajah si penyewa. Alasannya, lelaki itu sengaja menutupi wajahnya dengan masker karena m
Read more
If Love is Blind [1]
Vivian benar-benar lega saat akhirnya orang-orang melerai Robin dan lelaki dari Australia tersebut. Ada tiga pria yang menarik orang yang sudah memukul Robin itu. Sementara Ben, Alex, dan Rudi memegangi Robin agar tak merangsek maju.“Bin, udah!” tukas Ben dengan nada tegas. “Jangan diladeni lagi,” tambahnya. Saat itu, Robin berniat kembali maju karena si pria asal Australia itu masih memaki-maki sambil menendang-nendangkan kakinya ke arah Robin.Ada dua pria bule lain yang baru datang dan mengingatkan si Australia agar menahan diri dan tak membuat keributan. Salah satu guide yang bertugas menemani rombongan dari Italia menuju Annapurna Base Camp pun akhirnya maju dan bicara.“Kalau Anda terus membuat keributan di sini, mungkin kami akan meminta Anda menginap di tempat lain saja. Karena tingkah Anda sudah mengganggu para tamu.”Kata-kata itu yang membuat pria pemarah itu akhirnya menutup mulut. Pasangan pengant
Read more
If Love is Blind [2]
Vivian yang baru saja hendak duduk, berdiri mematung saking kagetnya. “Hah?”Tatapan Alex dialihkan ke arah gadis itu. “Urusan suami istri itu nggak ada gunanya dicampuri. Belum tentu istrinya berterima kasih sama Robin karena udah dibelain.” “Lho, kok gitu? Prinsip yang aneh menurutku. Si bule itu memang kelewatan, kok! Istrinya ditarik, dipaksa balik ke kamar. Pas istrinya nolak, dia malah mau mukul. Ditahan sama Robin, sampai akhirnya pipinya kena bogem.” Gadis itu menyipitkan mata ke arah Alex. “Kalau kamu ngeliat ada cewek mau dipukul, apa bakalan diam aja? Lebih suka pura-pura nggak tau? Kalau iya, prinsip itu beneran aneh.”Alex tampak serbasalah, tidak mengira kalimatnya akan mendapat respons cukup pedas dari Vivian. Namun sebelum cowok itu bereaksi, Robin sudah bersuara.“Aku nggak bermaksud ikut campur. Tapi aku juga nggak mungkin diam aja kalau ada cewek yang dipukul. Karena kalau cowo
Read more
If Love is Blind [3]
Robin menaikkan alisnya. “Eric itu suka mukul pacarnya, ya?” tanyanya kaget.“Nggak tau,” jawab Vivian jujur. “Cynthia nggak pernah bilang. Tapi setelah ngeliat apa yang dia lakuin sama aku, rasanya nggak bakalan kaget kalau dia suka main tangan, kan?”“He-eh,” Robin membenarkan. Cowok itu menurunkan handuk kecil itu dari wajahnya. Dengan sigap, Vivian meraih benda itu dari tangan Robin dan mencelupkannya ke dalam air dingin di dalam baskom. Jari-jarinya terasa nyaris membeku tiap kali menyentuh air dingin itu.“Cowok yang suka kasar, mulai dari omongan sampai berani mukul, sebaiknya buru-buru dijauhi. Kecil peluang untuk berubah. Yang ada, biasanya malah makin parah dari hari ke hari. Udah banyak kejadian kayak begitu.”Vivian menyerahkan handuk kecilnya ke tangan Robin lagi. “Aku sih nggak pernah ketemu cowok model kayak gitu kecuali Eric. Sebenarnya, itu bikin shock. Kok ada cow
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status