All Chapters of Pernikahan Nona Smith: Chapter 111 - Chapter 120
186 Chapters
Bab 111_ Gara-gara Nyamuk
"Smith mengapa kau memukulku sepagi ini?" protes Janu yang berusaha untuk membuka matanya. Kepalanya terasa sedikit pening karena bangun bersama kejut. Namun, yang lebih membuatnya pusing adalah ketika memikirkan mengapa Smith memukulnya. Janu bahkan merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Tapi sebuah pukulan mendarat di jidatnya tanpa alasan. Apakah itu bagian dari efek kehamilan? Yang benar saja! Tidak lucu sama sekali model mengidam seperti itu. "Aku tidak memukulmu! Aku memukul nyamuk yang hinggap di dahimu," jawab Smith dengan intonasi dimarah-marahkan. Sebenarnya ia baru sadar jika pukulannya tadi terlalu kuat. Sudah barang tentu Janu tidak percaya begitu saja. Alasan Smith terdengar mengada-ada. Jika memang ada nyamuk yang menggigitnya, tentu rasanya tidak sebanding dengan rasa sakit dari pukulan Smith. Namun Smith memang berkata jujur. Ia memang bermaksud untuk menepuk nyamuk di kening Janu
Read more
Bab 112_ Pagi yang Panas
Sendok yang dipegang Sisil terjatuh di atas piring saat matanya menangkap sosok Janu berjalan beriringan dengan Smith menuju ruang makan. Keduanya tampak sangat mesra dengan tangan Smith yang melingkar di lengan Janu, menggenggamnya dengan erat seolah takut kalau ada perempuan lain yang hendak mencuri suaminya. Bukankah ada pelakor dan anaknya yang sedang menumpang di rumah mewah itu? Tetiba saja Sisil menjadi kenyang. Padahal makanan di piringnya baru di lahap beberapa sendok saja. Di saat yang sama mata Sinta langsung melihat tajam ke arah anak tirinya beserta sang suami yang kembali ke rumah dan merusak suasana hatinya sepagi ini. Jika saja saat ini ada senapan di tangannya, sudah pasti ia akan membidik Smith. Sekalian juga menembak Janu. Untuk apa? Supaya dua manusia brengs*k itu mamp*s! Bagi Sinta sekarang, kebahagiaan adalah saat ia dan keluarganya hidup tanpa Smith ataupun Janu. Sudah itu saja! Sinta menoleh sesaat ke arah Sisil. Tamp
Read more
Bab 113_ Mendadak Ahli Gizi
Smith tidak ingin mengakhiri dramanya begitu saja. Setidaknya ia harus melihat Sisil menangis dulu, baru paginya akan terasa ceria dan menyenangkan. Tidak hal yang lebih membahagiakan selain melihat saudara sambungnya itu mewek dan mamanya tirinya uring-uringan. "Wah, iya Ayah. Tumis kangkung Bibi Ipah memang yang terbaik. Selain enak, kangkung juga sangat baik untuk kesehatan. Kangkung mengandung banyak mineral, vitamin A dan vitamin C, juga serat yang cukup. Selain itu, mengandung sedikit kalori," kata Janu sembari mengisi piringnya dengan tumis kangkung. Ia tidak mengerti mengapa ia malah memberikan kuliah umum tentang kangkung seolah dirinya adalah ahli gizi keluarga Hendry Sasongko. Padahal Janu tidak begitu suka dengan kangkung karena trauma dengan masa kecilnya yang selalu makan kangkung setiap hari. Entah bagaimana saat remaja Janu menjadi enggan makan kangkung. Memakan kangkung bisa membuatnya merasa mual. Namun Janu tidak memiliki
Read more
Bab 114_ Ceramah Janu
Smith menderita kecewa berat atas ucapan suaminya. Bisa-bisanya lelaki itu meminta maaf setelah Smith berpidato panjang lebar di depan orang-orang. Sinta, Sisil, dan Hendry bahkan sudah tidak berkutik mendengar ceramah Smith. Kenapa si Janu malah minta maaf? Benar-benar antiklimaks yang payah. Akan tetapi Janu belum selesai bicara. Ia sengaja tidak lekas melanjutkan perkataannya, menunggu Sinta tersenyum dulu. Ia benar-benar mengamati perangai para penghuni rumah sejak tinggal di kediaman Hendry Sasongko. Dan Janu mulai mengerti, orang seperti apakah ibu tiri dari istrinya itu. Benar, beberapa detik kemudian, Sinta tersenyum. Mengira bahwa Janu berada di pihaknya dan justru menyalahkan Smith atas kekacauan kemarin. Ia pun sangat bersemangat untuk mendengar ucapan Janu berikutnya yang mungkin akan memojokkan Smith. Pasti akan terdengar sangat merdu di telinganya. "Tidak masalah. Walau bagaimanapun Smith adalah putri dari
Read more
Bab 115_ Setan dan Malaikat
"Aku ke kamar mandi dulu," ucap Janu setelah pintu kamar tertutup. Membuat Smith mengangguk pelan tanpa membuka mulutnya sedikit pun. Smith masih tidak percaya pada apa yang dilakukan Janu. Ia merasa kaget, senang, kagum, takut, sekaligus merasa bersalah. Perasaan campur aduk yang sulit dikalimatkan. Jika Smith tidak melihat dengan kepalanya sendiri bagaimana cara Janu menyumpal mulut Sinta dan Sisil dengan ceramah yang mengagumkan, juga membuat sang ayah terpaku hingga kehabisan stok kata, ia pasti tidak akan pernah percaya jika Janu bisa menjadi demikian tegasnya. Selama ini yang dilakukan Janu padanya hanyalah protes dengan wajah sedikit masam dan yang paling sering adalah nyengir kuda seolah memiliki gigi paling indah sejagat raya. Klek! Smith buru-buru menyibukkan dirinya dengan berlagak sedang menyiapkan buku kuliah. Padahal ia hanya sedang bingung karena belum siap berhada
Read more
Bab 116_ Ngidam Mie Instan
Matahari sudah mulai memudar keperkasaannya. Sinarnya sudah tidak begitu ganas, membuat hari terlihat lebih redup. Smith menyingkirkan rambutnya yang berterbangan disapa angin sore yang intens datang. Rambutnya yang bergoyang-goyang di depan wajah, sungguh menganggu penglihatan. Kalau saja ibunya yang memintanya untuk membuatkan rambutnya panjang, sudah pasti Smith memangkasnya menjadi pendek sekali sejak dulu. Bahkan kalau perlu sampai botak. Rambutnya yang ogah dijinakkan dan lebih memilih mengikuti gerakan angin, pada akhirnya membuat Smith yang sudah kesal menjadi semakin kesal. Smith bahkan terus mengoceh dan turut menghujat angin yang sepertinya memang sengaja ingin mengganggu dirinya.  Gadis Singa Jantan itu masih tidak terima karena teman-temannya menilai Janu terlalu baik. Padahal Janu bukanlah orang yang polos, melainkan bodoh. Sehingga tidak tahu apa-apa, tidak pernah berprasangka macam-macam, dan selalu mengangguk saja setia
Read more
Bab 117_ Anak Ileran? It's Okay!
Smith tersenyum lebar. Ia tahu kalau kemenangan memang menjadi miliknya. Dan ia akan segera mendapatkan hadiahnya, yakni mie instan soto spesial favoritnya. "Tidak, Bibi Ipah," sanggah Janu membuat Bibi Ipah meletakkan kembali panci yang hendak ia gunakan untuk merebus air. "Itu hanya mitos. Tidak ada hubungan antara tidak dituruti keinginan ibu hamil dengan anak yang ileran. Kalau ada bayi yang sering keluar air liurnya, ya wajar. Namanya juga bayi. Tapi meski air liur, tetep wangi baunya kan? Soalnya masih suci, belum ada dosanya. Besok kalau anakku ileran, ya tidak apa-apa. Akan aku lap sampai bersih hehe." "Maafkan Bibi ya Non, tapi sepertinya kali ini Nona tidak bisa makan mie instan karena suami Nona tidak mengizinkan. Memang benar kok Non, ibu hamil tidak baik makan mie instan. Ditahan dulu ya Non sampai lahiran," kata Bibi Ipah yang kemudian meringis seperti Janu. "Apa? Yaaah, masih lama dong
Read more
Bab 118_ Pembantu Pengganti?
"Kau! Apa yang kau lakukan di sini? Mana Bibi Ipah?" ujar Sinta masih dengan nada tinggi. "Bibi Ipah sedang sakit. Beliau tidak kuat bangun karena punggungnya terasa nyeri," jawab Janu menyampaikan hasil simpulannya berdasar pengamatannya beberapa hari ini. "Apa? Dasar perempuan tidak berguna! Tidak seharusnya suamiku mempekerjakan nenek-nenek seperti dia. Sia-sia! Hanya buang-buang uang saja!" gerutu Sinta yang berjalan masuk melewati Janu. Perempuan itu sewot setengah mati. Bagaimana bisa seorang pembantu membiarkan majikannya menunggu lama di depan pintu hingga harus berteriak? Sebenarnya siapa yang menjadi majikan di rumah ini? Orang sudah tua bukannya mati saja, malah menyusahkan majikannya dengan penyakit tua yang memuakkan! Sudah tua masih ngeyel kerja jadi pembantu, mengurus rumah semegah itu? Yang benar saja? Tidak tahu diri! Begitulah yang sedang ada di pikiran Sinta sekarang. Sejujurnya Si
Read more
Bab 119_ Istri Konyol
Masih dengan tangan yang melekat erat  di mulut Smith, Janu berjalan mengajak istrinya untuk sedikit menjauh dari depan pintu kamar Bibi Ipah."Smith aku tidak peduli kalau kau akan marah atau memukuliku setelah ini. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membuatmu diam. Jika kau tidak mau diam, kau tidak akan mendengar suaraku. Akan aku jelaskan padamu."Janu menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. Sebenarnya ia merasa sangat tidak enak karena harus membungkam mulut Smith seperti itu. Apalagi jika mengingat Smith sedang hamil. Rasa tidak enak Janu langsung menggunung. Tapi apa boleh buat. Mulut istrinya tidak akan pernah tertutup setelah ia mengambil tangannya."Sudah dua atau tiga hari ini aku mengamati Bibi Ipah. Saat Bibi Ipah sendiri, beliau sering memegangi punggungnya dan berjalan dengan sedikit terbungkuk. Wajahnya menunjukkan kalau beliau sedang menahan sakit. Sedangkan ketika ada kau, beliau selalu berusaha menegakkan punggungnya
Read more
Bab 120_ Sebungkus Nasi Pengantar Mual
Saat jam makan malam, semua orang telah berada di rumah. Kini keluarga Hendry Sasongko sedang berkumpul di ruang makan. Tampak jelas jika Sinta menatap tajam ke arah meja yang masih kosong. Hanya ada kantong kresek besar berwarna putih dengan beberapa bungkus nasi di dalamnya. "Apa-apaan ini?" kata Sinta sambil menggertakkan giginya. Ia sudah cukup kesal dengan peristiwa sore tadi saat dirinya memencet bel dan menggedor-gedor pintu, tapi Bibi Ipah tidak lekas membukakan pintu untuknya. Dan ia semakin kesal karena malah Janu yang membuka pintu dan sang pembantu sedang bermalas-malasan di kamarnya dengan alibi sakit. Dan sekarang apa? Pembantunya masih berbaring santai di kamarnya? Sinta bisa gila kalau memikirkan tingkah Bibi Ipah hari ini yang sudah seperti majikan saja. Sinta sudah hendak mengadukan Bibi Ipah pada Hendry. Tapi tampaknya itu tidak perlu lagi, sebab Hendry telah melihat sendiri betapa
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status