Semua Bab My Spring (Indonesia): Bab 31 - Bab 40
44 Bab
Tigapuluh: Hazell-Aisyah
Kabar bahwa Hazell akan melamar Aisyah telah sampai di telinga Jo. Hal itu tentu saja membuat Jo semakin membaik. Bahkan, dalam dua hari ia telah diperbolehkan pulang. Rencana Hazell dan Aisyah ternyata membuahkan hasil yang tepat untuk mengembalikan cahaya pada netra Jo yang sempat terlihat redup. Seminggu setelah kabar baik itulah, tepatnya sekarang, hari Sabtu, mereka akan bertunangan dengan acara yang sangat sederhana. Hanya mengundang keluarga besar dua pihak, acara pun dilaksanakan di rumah orang tua Aisyah, dan makan siang bersama. Tak terduga, ternyata mereka telah menyiapkan tanggal pernikahan, yaitu sebulan dari hari pertunangan mereka. Cepat? Tentu saja. Mereka harus melakukannya sebelum waktu Jo habis.Hari ini, Jo memakai kain batik berwarna putih dengan motif bunga dan tumbuhan yang didominasi warna pastel, kemudian dipadukan dengan baju kurung berwarna cokelat susu yang sewarna dan senada, begitu pula dengan kerudung yang ia ken
Baca selengkapnya
Tigapuluhsatu: Sosok Ayah
Dan, disinilah Hazell, June, dan Diana. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Mereka telah membuat janji untuk menjenguk seseorang yang amat sangat penting untuk Jo. Adianto, ayah angkat Jo yang hidupnya rusak akibat Rendyka dan berakhir di tempat ini oleh kasus penganiayaan anak dan kekerasan dalam rumah tangga.Jam 9, mereka tiba di tempat itu. Mereka digiring ke ruang pemeriksaan, alias ruang interogasi. Ruangan 4 x 4 meter dengan sebuah meja di tengah dan dua kursi saling berhadapan. Bedua petugas datang dan memberi dua kursi tambahan di satu sisi, lalu mempersilahkan Hazell, June, dan Diana untuk duduk. Dan, tak lama, seorang petugas datang membawa Adianto dengan kedua tangan terborgol.Sosok Adianto yang dulu bertubuh gemuk, bermata dingin dan kejam layaknya psikopat, serta pembawaan yang memang menakutkan dan mengerikan. Kini, sosok itu lenyap, tergantikan oleh sosok lelaki bertubuh sedang, bermata merah dengan kantung mata tebal, bibir ke
Baca selengkapnya
Tigapuluhdua: Bahagia
Jo menatap kosong pada langit-langit kamar. Mungkin sudah 10 menit ia melakukannya setelah semua orang keluar meninggalkannya usai menjelaskan duduk permasalahan. Meski selama 15 menit ia mendengarkan semua penjelasan dalam tenang, namun itu membuatnya kini merasa sangat bersalah.Lagi-lagi karena aku... keluarga Ibu dan Kakak akan hancur... Karena aku, tiga keluarga hancur: Papa, Ayah, dan Ibu Jully. Aku memang nggak seharusnya dilahirkan.Ia meminta mereka untuk memberinya waktu selama 15 menit agar ia bisa merenung. Ingin menangis, tapi saat ini ia tak bisa melakukannya. Ia menyesal sekali telah lahir dan hidup. Semua perjuangannya untuk bahagia sampai saat ini sudah terhapuskan oleh penyesalan. Tidak ada lagi alasan untuk hidup, untuk bahagia, bahkan tak ada alasan untuk tersenyum. Ia merasa bertanggung jawab atas semua ketidakbahagiaan orang-orang. Ia merasa tak berhak untuk bahagia.Kalian boleh menyebutnya naif. Tapi, inilah
Baca selengkapnya
Tigapuluhtiga: Belajar Ikhlas
Akhir pekan itu, Jo pergi bersama Jendra, Ezra, dan Eva untuk mengunjungi Adianto. Tentu saja ini atas ajakan Jo. Sebenarnya, Jo juga mengajak Oliver, tapi ia tidak bisa karena urusan sekolah - meski itu hari Sabtu atau Minggu sekalipun, ia tetap sibuk mengurus pendidikannya yang berada di jenjang akhir SMA. Mereka pergi dengan mobil nilik Eva, tapi yang mengemudikannya adalah Ezra. Ada Jendra yang duduk di kursi depan, menemani Ezra. Sedangkan Jo dan Eva duduk di kursi tengah. Mereka berangkat dari rumah Jo sekitar jam 9 pagi, dan kini mereka telah tiba di Lapas Cipinang Kelas I jam 10 lebih. Mereka segera dibimbing ke ruang besuk, ruangan yang luas dengan meja-meja yang dikelilingi beberapa kursi. Di salah satu meja, telah duduk Adianto dengan penampilan rapi dan bersih, serta pembawaan yang tenang.Sebuah senyum lebar terulas di wajah Jo ketika ia melangkah masuk ke dalam ruangan mendahului yang lainnya. Ia berlari melesat cepat menghampiri
Baca selengkapnya
Tigapuluhempat: Jully
Wajah itu tak berbeda dengan ibu tak sedarah yang saat ini tulus menyayanginya. Namun, hati dan pikirannya tak sama. Satu tanda yang membuat sosok mereka berbeda adalah tatapan dingin yang wanita itu berikan pada Jo yang duduk di hadapannya dalam tenang. Jauh dari meja mereka duduk, Jendra, Eva, dan Ezra menunggu dan mengawasi dari kejauhan, tanpa ada niat untuk ikut campur dan memberi waktu untuk Jo bicara dengan wanita yang telah melahirkannya, sekaligus wanita yang tak mau mengakuinya.Senujurnya, Jo tahu bahwa Jully tak mau menemuinya. Setelah mencoba menghubungi Jully berkali-kali, ditolak berkali-kali, akhirnya hari itu tersampaikan, dan itu hari ini. Jo tahu bahwa dirinya mungkin akan sakit hati, tapi ia telah siap dengan resiko itu. Toh, selama ini ia telah sakit hati, bukan? Ia tak berharap Jully menerimanya sebagai anak kandung, tak berharap juga bahwa dirinya sekedar diterima sebagai 'manusia'. Ia tak mau berharap lebih, karena tahu bahwa jatuh dari ketin
Baca selengkapnya
Tigapuluhlima: Sidang
Keberadaan Ferdy tidak bisa dijangkau oleh Jo, sehingga Jo hanya mengirimkan sebuah amplop berisikan dua lembar surat yang ia tulis dengan tangannya yang mulai sering mengalami kelumpuhan sementara. Bersyukur Ferdy tidak merahasiakan kepindahannya ke daerah Jawa Timur. Meski sudah dua hari Jo mengirimkan surat itu, ia tak berharap Ferdy membalas suratnya. Asalkan suratnya sudah diterima, selanjutnya akan menjadi keputusan Ferdy untuk membacanya atau membuangnya.Tepat sehari setelah Jo menemui Jully, tiga polisi datang dengan membawa surat panggilan untuk Jully. Tanpa penolakan, Jully menerima panggilan itu. Dan, di sinilah Jully, seminggu kemudian, duduk di tengah-tengah ruang sidang, didampingi pengacara yang menawarkan diri untuk membantunya. Bukan membantu untuk memenangkan persidangan, melainkan membantunya untuk melewati persidangan dan mendapatkan hukuman yang adil untuk semua tindakannya.Jika kalian berpikir Jo tidak datang, itu salah. Jo s
Baca selengkapnya
Tigapuluhenam: Permintaan Terakhir
Malam itu, kondisi Jo menurun secara mendadak dan tiba-tiba. Malam di hari persidangan pertama. Sikap aneh Jo saat sidang hingga saat mereka pergi makan bersama, tak dianggap serius oleh yang lain. Mereka hanya berpikir bahwa sikap Jo yang kekanakkan itu adalah hal biasa pada gejala penyakit mematikannya. Mereka tak sampai berpikir bahwa senyum yang Jo tunjukkan seharian itu adalah pengingat bahwa waktu Jo memang tidak banyak lagi.Sudah dua bulan berlalu semenjak Jo didiagnosis menderita Glioma Brainstem. Sejak saat itu, memang tak sering Jo mengeluh, bahkan hampir tidak pernah. Jo bersikap biasa, seakan ia baik-baik saja, seakan ia tidak sakit. Tapi, nyatanya, ia benar-benar menderita tanpa ingin membuat orang-orang disekitarnya khawatir.Malam itu, saat ia baru saja pulang setelah bersenang-senang dan makan-makan, begitu kakinya menyentuh teras rumah, tubuhnya jatuh seakan tak bertulang. Debuman keras benturan tubuh dan kepalanya pada lantai tera
Baca selengkapnya
Tigapuluhtunuh: Rendyka
Kondisi Jo tidak mengalami peningkatan. Alih-alih June dan Hazell mengizinkannya menemui Rendyka, Jo berkali-kali mengalami mimisan, muntah, demam, hingga kejang. Sudah seminggu, namun tak ada perkembangan yang 'sedikit' membaik. Bahkan, meski Jo terus meminta June dan Hazell untuk mengizinkannya bertemu Rendyka, tapi janji tetap tak bisa Jo penuhi.Semakin Jo berusaha untuk membaik secepatnya, semakin ia tak yakin bahwa kondisinya akan membaik sebelum persidangan kedua dilangsunkan, yaitu dua minggu setelah persidangan pertama. Nyatanya, waktu Jo hanya tersisa tiga minggu dari prediksi. Ia semakin yakin bahwa ia memang tak punya kesempatan untuk berdamai dengan Rendyka, seperti yang ia lakukan pada Jully. Semalam, Jo mengalami kejang dan mimisan. Hingga pagi ini, suhu tubuh Jo masih berada di angka 39⁰C, belum menunjukkan tanda-tanda akan turun meski sudah diberi obat menurunkan demamnya. Tubuhnya semakin kurus, semakin terlihat lemah, semaki
Baca selengkapnya
Tigapuluhdelapan: Hampa
Waktu bagi Jo seakan telah berhenti. Mata itu tidak pernah terbuka selama 5 hari ini. Entahlah. Tuhan mungkin sudah memberi kode, tapi umat-Nya mencoba untuk mempertahankan Jo hingga saat ini. Meski bertahan hidup dengan alat ventilator yang memberinya kesan mengenaskan, namun Jo seakan paham bahwa orang-orang disekitarnya menginginkannya untuk bertahan lebih lama, meski ia harus beristirahat cukup lama kali ini.Sementara itu, kehidupan terus berjalan seakan tak terpengaruh oleh ketidakhadiran Jo. Tidak, itu hanya untuk mereka yang tak menaruh banyak porsi keberadaan Jo di hati mereka. Bagi Jendra, Ezra, dan Eva, keberadaan Jo sudah melebihi setengah luas hati mereka. Hal tersebut pun begitu terasa di kelas. Teman-teman sekelas seakan bisa merasakan kekosongan dan kehampaan Jendra, Ezra, dan Eva. Mereka tahu bagaimana dekatnya hubungan mereka dengan Jo.Awalnya, pihak sekolah memang merahasiakan perihal kondisi Jo. Namun, June, Hazell, dan Oliver p
Baca selengkapnya
Tigapuluhsembilan: Kembali
Jendra sedang duduk di kursi sebelah brangkar sambil mengupas jeruk yang dibawa teman-teman sekelasnya. Ia ingat Jo suka sekali dengan jeruk, terutama aromanya. Selama ia menemani Jo di kamar rawat ini, ia selalu memakan sebuah jeruk di sebelah Jo. Ia berharap itu bisa merangsang Jo untuk sadar. Meski sudah 10 hari ia mencoba dan Jo tak kunjung sadar, ia tetap mencoba. Ia tahu babwa kekasihnya itu akan bangun. Masih terlalu cepat bagi Jo untuk pergi selamanya.Beberapa menit lalu, teman-teman sekelasnya berpamitan untuk pulang. Hari masih cukup sore, masih jam 5. Seharusnya Oliver sudah datang, tapi entah di mana dan tak ada kabar. Sementara, June dan Hazell masih mengurus persidangan ketiga. Sidang kedua beberapa hari lalu tak bisa berlangsung sempurna, karena Rendyka belum bisa ditemukan. Waktu untuk menemani Jo pun berkurang, namun hal ini menjadi keuntungan bagi Jendra untuk berada di samping Jo lebih lama lagi."Bunda..."Jendr
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status