Lahat ng Kabanata ng My Spring (Indonesia): Kabanata 11 - Kabanata 20
44 Kabanata
Sepuluh: Tumbang
Cuaca di akhir pekan sangat cerah, membuat orang-orang tetap semangat untuk produktif. Terutama Jo. Seorang Jolanka yang paling tidak bisa diam saat ada waktu senggang. Baginya, waktu senggang adalah waktu untuk melakukan hal-hal yang lebih menyenangkan dari sekedar rebahan dan bermalas-malasan.Kebetulan, Hazell sedang libur dari pekerjaannya. Sementara Oliver harus ke sekolah, dan akan terus berlangsung seperti itu setiap dua minggu sekali di hari Sabtu selama satu semester ini untuk kelas tambahan persiapan Ujian Nasional. Usai sarapan, Jo mengajak Hazell untuk menemaninya bermain basket di lapangan basket klaster mereka. Lapangan itu jarang dipakai, karena penghuni klaster ini rata-rata adalah orang dewasa dan suami-istri yang baru menikah, anak-anak pun lebih banyak pergi ke taman bermain. Sementara, para orang dewasa lebih senang bersantai di rumah.Hazell dan Oliv
Magbasa pa
Sebelas: Ayah
Hazell menutup pintu mobilnya dengan kuat, lebih seperti membantingnya. Jika tidak mengukur tenaga dan mengontrol emosinya, mungkin kaca mobilnya bisa pecah. Tapi, ia bukan orang bodoh yang tidak bisa mengontrol amarahnya. Baginya, lebih sulit mengontrol perasaan cemas dan rasa bersalah ketimbang amarah. Usai menghubungi Rendyka, ia pergi meninggalkan rumah sakit. Ia tak mau terlalu lama berpisah dengan adiknya yang kini masih setia dalam pejam lelahnya. Namun, ia harus segera menyelesaikan permasalahan ini. Ia tak mau dihantui rasa bersalah karena belum berhasil memberikan kebahagiaan pada adik tirinya. Namun, besar perasaan bersalahnya saat ini tertutupi oleh kekecewaan pada sang ayah. Seperti takdir. Hari itu, Rendyka melakukan perjalanan bisnis ke Jakarta, menghadiri sebuah pertemuan pebisnis di Hotel Shangri-La, Jakarta. Langsung saja Hazell memaksa sang ayah untuk bertemu dengannya. Sebagai anak sulung yang membanggakan, Rendyka tentu
Magbasa pa
Duabelas: Diagnosis
Hazell dan Oliver duduk bersebelahan. Sudah lebih dari 30 menit mereka dalam keheningan, setia pada pikiran masing-masing. Hazell menunduk menatap lantai, sementara Oliver mendangak menatap langit-langit. Hanya satu yang sama pada mereka, perasaan kacau, tatapan kosong penuh kesedihan, dan perasaan yang tak tentu.  Menghela napas adalah satu-satunya cara mereka untuk menghapus keheningan yang tercipta. Namun tetap tak ada yang mau membuka mulut untuk berbicara. Mereka masih mencoba mencerna penjelasan Aisyah beberapa saat sebelumnya. Bahkan, saat Aisyah menyuruh mereka untuk memindahkan Jo ke rumah sakit yang lebih baik pun mereka hanya menurut. "Glioma Brainstem. Tumor ganas di batang otak yang tidak bisa disembuhkan, bahkan dengan operasi. Meski kemo dan radiasi dilakukan, umur Jo mungkin tak akan bertahan lebih dari 6 bulan lagi." Hazell menghela napas kasar dan mengacak rambutnya dengan frustasi. Ucapannya pada
Magbasa pa
Tigabelas: Jendra
Akhir pekan, terutama hari Minggu, adalah hari bagi Jendra untuk menjadi bagian dari Tim Rebahan. Meski ia tetap bangun subuh untuk salat, setelahnya ia kembali membenamkan diri di kasur nyamannya, membungkus badannya bak lemper dengan selimut tebalnya, dan kembali menjelajahi alam bawah sadarnya.Ia terbangun karena mendengar suara dua perempuan di luar kamarnya. Ia tinggal di apartemen yang tidak begitu luas, sehingga ia bisa mendengar dengan cukup jelas bahwa ada tamu di ruang tengah yang berada tepat di samping kamarnya. Ia meraih ponselnya di atas nakas, ternyata masih jam 08.11. Siapa tamu yang datang ke apartemennya pagi-pagi seperti ini? Ia tak tahu. Pasalnya, jarang sekali sang tante menerima tamu di apartemen mereka sebelum jam 9 pagi. Karena, ia tahu betul bahwa sang tante sangat benci ketika hari liburnya dipakai untuk menemui tamu.Perutnya bergemuruh. Ia lapar. Memang biasanya ia sarapan jam 6, tapi ini sudah dua jam ia melewatkan sara
Magbasa pa
Empatbelas: Bahagia
Berat bagi Jendra untuk melangkah kembali ke rumah sakit yang pertama kali mendiagnosis ayahnya menderita tumor otak. Kali ini, ia pun harus kembali ditampar oleh kenyataan bahwa gadis pujaannya menderita penyakit yang sama. Bedanya, penyakit sang gadis pujaan benar-benar tidak punya harapan untuk sembuh. Sulit baginya menerima kenyataan pahit untuk kedua kalinya. Jo bukan sekedar teman baru. Meski baru ia kenal dua minggu, tapi ia sudah yakin dengan perasaannya. Rasa sukanya semakin kuat seiring berjalannya waktu. Bahkan, ia bisa saja menggila karena chat yang dibalas cepat, berbicara di telepon pada malam hari, bahkan ia bisa gila karena tidak bertemu dengan Jo diakhir pekan. Jika hari ini ia tidak datang ke rumah sakit, ia takut tidak akan pernah bisa melihat Jo lagi. Saat ia dan Aisyah tiba, jam menunjukkan pukul 10 pagi. Memang belum jam besuk, tapi mereka dapat masuk berkat bantuan dari Fiona. Apalagi, Jendra cukup dikenal di rumah sak
Magbasa pa
Limabelas: Bucin
Untuk pertama kalinya dalam hidup hampir 15 tahun ini Jo merasakan yang namanya jantung berdebar-debar oleh jatuh cinta. Sebab, keesokan harinya, tepat jam 4 sore, Jendra datang dan menuntut jawaban dari Jo. Semalaman Jo sampai kurang tidur karena memikirkan jawaban untuk Jendra. Dan sore itu, Jo pun menjawab tanpa ragu, di depan Oliver. Oliver memberikan reaksi yang tentu saja sudah diperkirakan oleh Jo. Oliver mengamuk habis-habisan, mengajak Jendra ribut hingga menarik perhatian perawat-perawat yang berada di nurse station tepat bersebelahan dengan kamar rawat Jo. Malam itu, Oliver bersikap begitu dingin pada Jo. Jo paham alasan Oliver, namun tetap ia merasa tak enak hati dan sedikit takut pada Oliver. Namun, saat pagi, suasana Oliver sudah kembali semula. Meski sikap Oliver pada Jendra masih sama, masih terlihat bahwa Oliver tidak suka pada Jendra. Tentu saja satu kelas langsung mengetahui status hubungan Jo dan Jendra, tanpa ada seorang
Magbasa pa
Enambelas: Precious (1)
Jendra tidak tahu tempat yang dituju oleh Jo. Ia benar-benar hanya mengikuti arahan dari Jo. Jika Jo memintanya berbelok, ia akan melakukannya. Jika Jo memintanya berhenti, ia akan melakukannya. Bahkan, ketika Jo meminta untuk berhenti di sebuah toko kue, ia pun menurut saja. Ia bahkan tak diperbolehkan untuk ikut turun, dan ketika Jo kembali, ternyata kekasihnya membeli dua kotak macaroon warna-warni. Satu kotak mereka buka sebagai camilan perjalanan, satu lainnya Jo simpan dan Jendra tidak mempertanyakannya.Hingga akhirnya pertanyaan Jendra sejak sejam sebelumnya pun terjawab. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Tak perlu bertanya lebih jelas, ia pun tahu alasan Jo mengajaknya kencan ke tempat ini. Jendra akui bahwa kekasihnya itu unik dan memiliki cara sendiri untuk membuatnya menerima Jo apa adanya. Dan, tampaknya, ia akan diperkenalkan oleh Jo pada sang ayah yang tengah mendekam di lapas itu beberapa tahun ini.
Magbasa pa
Tujuhbelas: Precious (2)
Adianto berjongkok di sudut ruangan, menghadap dinding yang hampa bagaikan hati yang ia rasakan saat ini. Tetes demi tetes air mata terus membasahi lantai di bawahnya. Macaroon yang diberikan oleh Jo telah hancur oleh benturan, sebagian tampak meleleh oleh air matanya. Penyesalan terbesar dalam hidupnya dan kebodohan yang telah ia lakukan kini ia rasakan. Memang benar jika pepatah mengatakan bahwa penyesalan selalu datang di akhir.  "Hai, Papa. Anka harap Papa selalu sehat.Surat ini adalah surat terakhir dari Anka untuk Papa. Anka seneng kalau Papa mau baca surat Anka. Bahkan, Anka nggak tahu selama ini Papa baca surat Anka atau nggak. Tapi, surat Anka yang terakhir ini nggak akan buat Papa nyesel! ^^ "Anka nggak tahu apa bisa hidup lebih lama lagi atau nggak. Jadi, Anka udah siapin rekening tabungannya Anka untuk Papa. Uangnya cuma bisa Papa ambil kalau Papa udah keluar dari penjara. Nanti, Anka minta ke Jendra buat bantu
Magbasa pa
Delapanbelas: Panti
Restoran Jepang yang dipilih Jendra atas dasar makanan favorit kekasihnya ternyata adalah pilihan tepat. Perjalanan dari pemakaman ke restoran tersebut membutuhkan waktu satu jam akibat kemacetan jalan raya karena kecelakaan. Sepanjang perjalanan itu, Jo tertidur lelap di bangku tengah dengan posisi berbaring miring dan meringkuk seperti anak kecil, membuat Jendra selalu curi-curi pandang untuk menatap wajah lelap kekasihnya. Seperti ponsel yang telah diisi dayanya. Jo terlihat lebih segar dan bersemangat, tampak jelas rona merah muda di pipinya, sekalipun kantung mata hitam itu tak luput darinya. Bahkan, ketika Jo meminta Jendra untuk menunggu selagi ia merapikan riasan untuk menutupi wajah sakitnya, Jendra melarang dan menyuruh Jo menjadi apa adanya. Tak ada bantahan, Jo menurut saja. Ia senang jika Jendra menerimanya apa adanya seperti ini. Tujuan terakhir sebelum acara kencan mereka berakhir adalah panti sosial anak tempat Jo pernah mera
Magbasa pa
Sembilanbelas: Sahabat
Sejak berpacaran dengan Jendra, Jo merasakan adanya kejanggalan dalam hidupnya. Bukan masalah penyakit mematikan yang kini ia derita. Bukan pula tentang wish list yang belum terpenuhi, sementara waktu yang ia punya kini hanya dua bulan lebih seminggu dari waktu tiga bulan yang diperkirakan Dokter Fiona. Sesuatu yang membuat Jo merasa sedikit kesepian, lebih dari biasanya.Hari ini, Jendra kembali menjemput Jo untuk berangkat bersama dengan sepeda motornya. Meski Hazell dan Oliver tidak mengizinkan Jo untuk terpapar banyak angin dan polusi, tapi berangkat dengan Oliver pun akan sama, sementara Hazell belakangan ini sibuk dengan kasus yang tak kalah merepotkan dari kasus-kasus sebelumnya. Jadilah, Jo pun diperbolehkan berangkat sekolah bersama Jendra. Yah, walaupun alasan Oliver melarang bukan karena 'sepeda motor', tapi lebih pada rasa tak terima adiknya sudah berpacaran dengan murid baru.Memang sejak pagi tadi
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status