All Chapters of Sang Penakluk: Chapter 21 - Chapter 30
217 Chapters
Drama Abad Milenia
Siwi mencoba menahan tawa saat dokter Toni, teman Alden, memeriksa dengan seksama. Widari dan Sandi terbaring di kamar tamu yang memiliki dua tempat tidur dengan wajah memerah. Hati mereka penuh umpatan dan mendongkol. "Saya harus memasang infus untuk membantu meredakan syaraf mereka yang menegang. Untuk serangan jantung mereka, saya akan memberi surat pengantar ke rumah sakit. Supaya ada tindakan lanjutan," ucap Toni dengan wajah masih serius dan melepas stetoskop dari kupingnya. "Jika ada saran pemasangan ring, saya sarankan ke Penang. Mereka bisa membantu cara alternatif yang lebih efektif," lanjut Toni. "Jangan ke rumah sakit. Dokter keluarga kami tahu cara menangani, kok!" cegah Sandi dengan wajah panik. "Ibu Siwi sudah menggantikan dengan saya, Pak. Dokter Dedi sepertinya bercanda dengan kasus jantung kalian. Bisa-bisanya serangan jantung berulang kali kok tidak ada rekomendasi ke rumah sakit," tukas dokter Toni dengan wajah pura
Read more
Berpacu Dalam Asa
"Kupikir pakde dan eyang adalah pemain utama. Ternyata ular beludak ini sumbernya," desis Siwi terdengar geram ketika membaca semua bukti yang Shana dan Alden kumpulkan. "Sorry ya, Wi. Aku udah nggak sabar pengen libas itu bule keparat. Aku balik Jakarta, kamu running sini sambil kumpulin bukti. Gimana?" tawar Shana. Siwi mengangguk setuju. "Itu rencana paling ok saat ini. Mungkin aku memang gampang terkecoh, nggak semudah kamu," renung Siwi dengan sesal. "Hei! Jangan loyo gitu dong! Udah anggap aja aku yang doing dirty job, kamu yang terima beres, ok??" hibur Shana. Siwi tersenyum kecut. "Kenyataannya aku masih terlalu dangkal memahami dunia bisnis yang kotor," aku Siwi dengan jujur. "Kamu selalu terdepan, aku percaya itu," puji Siwi pada sahabatnya Shana. Wanita itu mengibaskan tangannya. "Nggak ada yang ngalahin insting bisnismu,  kita saling melengkapi." "Makasih, ya. Selalu mendukung aku."&
Read more
Duka Petualang Cinta
Shana mencoba melarikan diri dari jerat perasaan pesona Alden. Tidak dia duga bahwa percintaan yang ia tegaskan pada Keenan untuk tidak melibatkan perasaan, kini berbalik pada dirinya sendiri. Ini merupakan hari kedua Shana menjauh dan tidak bersama dengan Alden. Hatinya jengkel. karena tidak sedikit pun ada perhatian untuknya. Bahkan sekedar pertanyaan sederhana mengenai kabar ataupun perkembangan pekerjaan mereka. Keenan jauh lebih baik, karena sempat menelepon dirinya untuk menanyakan kabar sekilas. Tapi Alden? Hilang dari radarnya.Apa yang membuat pikirannya menjadi gila dan mengejar kenikmatan juga perhatian dari pemuda itu? Alden hanya menyentuhnya jika ingin. Tidak mengumbar setiap hari seperti Keenan yang akan selalu siap sedia kapan pun Shana mau. Dengan kesal, Shana menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Malam ini ia memiliki janji dengan Greg, pemilik Mercure, untuk membicarakan tentang rencana peluncuran desain berikutnya.***Kee
Read more
Ijinkan Aku Mencintainya
Sore itu Indira mencai-cari Alden. Tidak nampak batang hidungnya sedari tadi. Rasa bersalah karena telah menggodanya memenuhi pikiran Indira. Benarkah tadi pagi Alden serius? Rasanya tidak mungkin pemuda setampan dia memiliki hati untuknya. Indira sendiri belum siap menyukai pria mana pun. Perasaan untuk Alden hanya sekedar sahabat, tidak lebih. "Indi, jangan lupa utuk mengirimkan hasil scan karyamu ke Jakarta, ya?!" seru Siwi mengingatkan. "Ya, Mbak. Nanti malam saya kirim," sahut Indira dengan sigap. Siwi berlalu dengan Laras dan meninggalkan Indira sendiri di depan ruang kantornya. Alden tidak bersama dengan mereka. Dengan gontai, Indira melangkah keluar dan pulang menuju rumah sakit.***Alden memilih pergi dari kantor dengan alasan ingin mengunjungi Solo untuk menyelidiki pabrik batik yang ia curigai sebagai pusat pembuatan pabrik yang akan menyuplai Mercure Asia. Namun jauh dalam lubuk hatinya, Alden berusaha me
Read more
Ujian Hidup
Salatiga selalu akrab dengan hujan. Bulan Mei yang harusnya mulai panas, ternyata masih menguyurkan hujan gerimis sore itu. Langit Salatiga terlihat mendung dan berawan gelap. Indira masih menunggu suster perawat mengganti perban kakeknya dan memilih menunggu di luar. Ponselnya bergetar dan dua pesan masuk. Indira melihat pengirim, Keenan. Mengabarkan jika sedang bersama dengan Siwi, untuk menyampaikan pesan bahwa dirinya berangkat ke Jakarta pagi tadi. Indira membalas singkat dan menyimpan kembali ponselnya. "Mbak Indi, bisa ketemu dengan dokter Willy sebentar?!" seru suster Ani. Ini bergegas mendekatinya. "Ada apa ya, Sus?" "Kurang tau, Mbak. Coba ditemui aja, kita jaga kakung di sini," jawab suster tersebut dengan senyum ramah. Indira mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Sepanjang koridor menuju ruang praktek dokter Willy, Indira merasakan instingnya menerka sesuatu yang buruk. Namun ketegaran
Read more
Terkecoh
Lega hati Indira ketika mereka tiba di rumah siang itu. Pramono tidak henti-hentinya tersenyum dan memamerkan giginya yang masih utuh. Ketampanan masih jelas terukir pada wajah keriputnya. "Kita pulang ...," bisik Indira mesra pada kakeknya. Pramono tertawa. "Ini yang paling kakung tunggu!" seru Pramono dengan suara dipaksa keras. Indira tersenyum bahagia. Dengan lembut ia membetulkan selimut kakeknya dan sekilas melihat kulit Pramono di tangan juga leher mulai menghitam. Inikah efek dari penderita diabetes, atau kanker itu mulai mengerogoti dengan ganas? Indira tidak mengerti. Namun Pramono terlihat sehat dan ceria. "Pakde Pram!" seru Siwi yang muncul dengan sekeranjang hamper buah di tangan. "Lho Mbak Siwi ...?" sambut Pramono terkejut sekaligus senang karena mendapat kunjungan. Siwi mencium tangan pria yang ia kenal dari kecil. "Banyak yang tanya sama Siwi lho, Pakde. Teman-teman di Solo mau nengokin ..
Read more
Mengejar Cinta Yang Salah
Indira masuk agak terlambat pagi ini. Ban motornya sempat bocor dan ia harus menambal di bengkel terlebih dahulu. Dengan baju setengah basah karena keringat, Indira masuk ke ruangannya dengan lega. Udara dingin ac ruangannya memberi sedikit kesejukan dan menghilangkan rasa gerah.Tidak banyak karyawan yang mereka rekrut saat ini. Tia bagian HRD, Laras memegang Business Development, kemudian Kuncoro sebagai Finance and Cost Control juga merangkap Merchandising. Indira sebagai desainer utama, Dian adalah Marketing Manager dan beberapa bagian staf biasa yang berjumlah sekitar sepuluh orang termasuk beberapa satpam juga cleaning service. Mereka bekerja saling bahu membahu, terkadang tidak perduli dengan job-description mereka. Siwi sangat beruntung karena Shana dan Alden mempekerjakan orang yang tepat. "Indi!" panggil Alden yang muncul dengan wajah khawatir. Indira yang sedang mengipas tubuhnya kaget. "J
Read more
Terluka
Kemelut ini akan menjadi beban tersendiri buat Indira. Melangkah ke titik percintaan bukan bagian dari rencananya. Dia tidak ingin terpecah konsentrasinya dan melupakan tanggung jawabnya pada Pramono. Keenan duduk sambil memainkan telunjuknya di bibir. Dia masih bisa merasakan rasa manis bibir Indira. Ternyata beda sekali berciuman dengan penuh perasaan cinta dan hanya sekedar nafsu belaka. "Senyum-senyum sendiri neh ...," ledek Alden sambil menuang cairan whisky digelas. Tangannya terulur dan Keenan menyambut gelas berisi alkohol kesukaannya. "Anggep aja, gue menang jackpot hari ini," ucap Keenan dengan penuh kebanggaan. Alden menduga sahabatnya telah mendapatkan Shana. "Bibirnya lembut dan manis. Napasnya yang hangat membuatku mabuk dan terlena. Gila dicium aja udah bikin gue klepek-klepek," lanjut Keenan yang memang selalu terus terang pada Alden tentang hal apa pun. Berbeda dengan Alden, pemuda itu cenderung menilai ter
Read more
Belajar Ikhlas Tanpa Batas
Tidak ada yang mampu menggantikan rasa kehilangan dari kematian orang tua. Indira tidak pernah mengenal kedua orang tuanya. Dia hanya memiliki Pramono sebagai keluarga satu-satunya. Gadis itu terpuruk dan hanya menyendiri di kamar. Narti selalu setia membawakan makan dan mengingatkan Indira untuk mandi. Sementara Keenan tidak pernah medapat respons dari Indira, hanya Alden yang mendapat sambutan laksana sahabat yang bisa menghibur Indira.    "Mundur, Keen. Beri Indira waktu," saran Siwi kakaknya. Adiknya terlihat ingin membantah. "Alden hanya menghiburnya. Tidak lebih, tidak kurang. Biarkan mereka berdua." Siwi kembali memberi pengertian. Alden tidak pernah melangkahi batasan yang dia tahu sudah menjadi milik Keenan. Bagaimanapun, Keenan harus belajar ikhlas.***"Kamu yakin mau kerja hari ini?" tanya Alden saat menjemput Indira pagi itu. Indira mengangguk dengan mantap. Narti melambaikan tan
Read more
Takdir Berkabut
Indira tidak pernah merencanakan dalam hidupnya untuk memiliki episode yang membingungkan. Selama ini dia menjalani hal yang pasti dan sudah ia duga alurnya. Siapa yang menyangka jika hatinya mulai bertingkah aneh dan mengalami perubahan yang terasa asing? Melewati hari yang kadang terasa cepat ataupun melambat, selalu kita sadari jika telah mencapai akhir. Bukankah terlalu cepat menilai jika kita masih dalam proses menuju? "Jangan diam. Kamu salah omong, ya?" tanya Keenan. Indira baru tersadar jika Keenan sudah berada di depannya sejak tadi. "Enggak. Aku cuman ngerasa lagi mood jelek," tukas Indira jujur. Keenan terdiam. "Aku terlalu cepat?" tanya pemuda itu kemudian. Indira menatap Keenan seperti menimbang. 'Kenapa aku nggak bisa menemukan kembali rasa hangat saat dulu menciumnya? Baiklah, mungkin aku mulai sinting,' pekik Indira dalam hati. Stres yang dia rasakan ketika Pramono pergi, mungkin masih meninggalk
Read more
PREV
123456
...
22
DMCA.com Protection Status