All Chapters of My Husband's Secret: Chapter 61 - Chapter 70
117 Chapters
61. Istirahat Sejenak
"Persembahan?" ulang Rahman dengan mengernyitkan dahi.   Rahman merasa, dia harus hati-hati terhadap David. Bagaimana bisa, dia menceritakan rahasia sahabatnya. Apalagi ini soal proyek. Sepertinya, David bicara pada orang yang salah. Rahman adalah bodyguard Ian. Keluarga besar Rahman telah mendedikasikan seluruh keturunan mereka untuk melindungi keluarga Andrinof. Apa ini! Sahabatnya sendiri mencoba membuka aib boss? Rahman memutuskan akan lebih intens mengawasi David. Rahman tidak ingin kecolongan lagi. Dia cukup tenang karena penculikan istri Andrian beebrapa hari lalu, dilakukan oleh kerabatnya sendiri. Jadi, sesuatu yang buruk sangat minim terjadi, karena sudah ada Save Eagle yang mengawasi mereka. Akan tetapi, bagaimana jika dilakukan oleh orang di luar lingkaran Milosevic? Rahman sungguh tidak bisa membayangkan. Apalagi Andrian adalah orang yang begitu dicari celahnya untuk dihancurkan. Dia sendiri kurang paham dengan jalan pikiran orang-orang. Bagaimana b
Read more
62. Konsultasi
Dengan sigap Anto membantu Ian turun di lobby rumah sakit. Ian dan Fafa langsung menuju ke ruang meeting yang ada di gedung utama Rumah Sakit Medika, yang tidak terlalu jauh dari lobby. Di depan pintu ruang meeting, team dokter Ian menyambutnya. "Kak!" sapa Julian. "Hhmm." Ian langsung masuk ke ruang meeting. Dokter Thomas memaparkan tentang semua prosedur yang harus dilalui oleh mereka berdua dan jadwal sudah ditentukan. Pertama kali adalah General Check Up yang akan dilakukan besok pagi. Setelah hampir dua jam  meeting selesai, Ian membiarkan Julian dan Fafa ngobrol, sementara dirinya masih membicarakan tentang permasalahan rumah sakit bersama dokter yang lain. Ian melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganya. 'Jam 8:45,' batin Ian. "Baiklah, Sudah cukup Jul ngobrol sama kakakmu! Ayo Sayang," ajak Ian. Fafa langsung bangkit kemudian menganggukan kepala dan tersenyum kecil, dia berjalan c
Read more
63. Hasil
Setelah mengeringkan badan Ian dan melilitkan handuk besar di tubuhnya, Fafa membantu Ian duduk ke atas kursi roda.   "By, bisa keluar dulu!" pinta Fafa. Ian menggeleng. Fafa langsung memutar kursi roda Ian menghadap dinding. Bagaimanapun Fafa masih malu, risih berganti pakaian di depan Ian walaupun status mereka sekarang sudah suami istri. Dia secepatnya melepaskan gamis dan dalaman, kemudian memakai bathrobe. Fafa benar-benar bergerak cepat kali ini. Dia sesekali melirik jam dinding, sebelum pukul 08:15 WIB mereka berdua harus sudah siap. Setelah membaringkan Ian dan memakaikan pakaian, dia melihat Ian sudah memejamkan mata. Fafa tersenyum dan bergegas berganti pakaian.   Fafa segera membangunkan Ian dengan beberapa kali mengecup pipi tirus itu. Entah keberanian darimana, dia juga tidak tahu. Sepertinya, Fafa yang malu-malu di depan Ian saat awal pernikahan dahulu, sekarang ini sudah mulai terkikis. Hei, mereka juga baru dua minggu. Catat!
Read more
64. Memulai Terapi
Seperti apa sebenarnya sosok Ahmed ini? Entahlah, Sander tidak ambil pusing. Baginya, Ahmed bisa dia manfaatkan, sudah cukup.   Sander memasuki Club El dengan gaya bossy-nya. Berjalan dengan dagu sedikit terangkat dan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Jangan lupakan, bagaimana aura angkuh darah Milosevic begitu kental tampak di wajah tampannya. Tatapan mata tajam dengan manik berwarna abu, serta ekspresi wajah datar. Beberapa pria di club itu langsung menyingkir, begitu mereka tahu siapa yang berada di dekatnya. Mereka jelas tidak mau ambil perkara dengan Sander. Dari kejauhan, Sander melihat Ahmed duduk di kursi depan bartender. Sander tersenyum menyeringai. 'Dia memang orang yang on time dan sangat bisa diandalkan,' batinnya. Sander langsung menepuk bahu Ahmed.   "Hey, Dude!" Ahmed langsung menoleh dan dia hanya mengangguk setelah mengetahui siapa yang telah mengganggu kesenangannya menikmati wine.   "C'mon
Read more
65. Memenuhi Kesepakatan Kita
"Ini lebih ringan dosisnya. Seperti yang Jul katakan, jika Kak Fa berperan penting di sini," lanjut Julian. Fafa merona mendengar perkataan julian. Dia paham betul apa maksudnya. Ian melihat itu semakin gemas. "Kalo tidak berhasil!" "Kak! Kita lakukan yang ini dulu." "Kalo tidak berhasil lagi!" Fafa sudah tidak tahan. Dia mencengkeram lengan Ian. Ian langsung tertawa terbahak, suaranya membahana di ruangan itu. Julian tersenyum lebar, dia tidak menyangka jika Ian akan sejahil ini. 'Semoga berhasil, Kak. Semoga dua tiga kali membuahkan hasil. Aamiin!' batin Julian. "Adu-aduh ... sakit ini, Sayang." Fafa paham Ian pura-pura mengadu untuk semakin menjahilinya. "By, nggak usaha Le Bay!" bisik Fafa penuh penekanan. 'Kita lihat saja nanti, sepertinya terapi dari Julian ini, mengasyikan untuk menjahili Fafa, ha ... ha ...,' batin Ian. Dia membayangkan betapa menggemaskan Fafa jika dia m
Read more
66. Bukti
Ian membuka mata. 'Apa dia sudah benar-benar siap!' batinnya.   "Benarkah?" tanya Ian tak percaya.   "Mau bukti?" tantang Fafa. Ian tersenyum penuh kemenangan. 'Ha ... ha ..., dasar anak kemarin sore. Kena kau! Masuk perangkap,' batinnya. Sejak kapan dia senarsis sekarang. Ian geleng-geleng tak percaya, ternyata punya istri muda memang membuat jiwanya ikut muda.   "Nanti malam buktikan!"    "A-aku ...," Fafa tidak meneruskan  perkataannya. Ian memincingkan mata.    "Bukankah tadi kamu bilang nanti malam?" tanya Ian. Fafa mematung.    "I-iya, nanti malam. T-tapi Fa ...."   "Tidak mau, apa takut! Aa kamu mau disebut apa itu ya, orang yang suka mengingkari janji," pancing Ian.   "Pengkhianat!" jawab Fafa cepat.   "Nah, itu sudah tau." Ian tersenyum puas. Fafa segera membantu Ian d
Read more
67. Keputusanku 1
Setelah memastikan suaminya benar-benar tenang, Fafa meminta Dokter Thomas dan yang lainnya untuk meninggalkan paviliun. Fafa berjanji akan menemui di ruang meeting. Dia menghubungi Rahman melalui ponsel Ian, agar datang dan segera masuk ke paviliun. Dari percakapan dengan Ian beberapa hari lalu, Fafa semakin yakin jika suaminya itu sudah menduga akan seperti sekarang.  Setelah menunggu 15 menit, Rahman datang. Fafa segera meminta dia masuk dan menjaga Ian, selama dia pergi ke ruang meeting. Fafa melihat Dokter Thomas telah menunggunya di koridor. Mereka berjalan berdampingan menuju ruang meeting yabg tidak jauh dari paviliun dan tidak ada permbicaraan apapun diantara keduanya. Dokter Thomas mempersilakan Fafa masuk terlebih dahulu, di dalam ada empat dokter lain yang sudah menunggu. "Baik, silakan Dokter Thomas! Oh, iya. Tolong katakan semua tentang suamiku sejak kecelakaan," tegas Fafa-sesaat setelah duduk. Ucapannya begitu mengintimidasi. Semua dokter
Read more
68. Keputusanku 2
Melihat istrinya begitu menempel pada Rusdi, mendadak wajah Ian memerah dan rahangnya mengeras. Rusdi paham, dia langsung meminta keponakannya itu mendekati Ian. Fafa begidik melihatnya.   "By, hanya lima menit!" cicit Fafa. Andrian hanya mendongakkan sedikit wajahnya. Keangkuhan Aldric Andrian terpampang nyata di depannya.   Setelah semua duduk di sofa, Andrian segera mengaktifkan VCC dengan Hamid yang ada di London-Kantor Pusat The Hunter. Melalui layar proyektor yang sudah terhubung dengan tab Andrian, meeting dimulai. Frans langsung menyampaikan apa yang menjadi keputusan Andrian. Fafa tidak percaya yang dilihat dan di dengarnya. Bagaimana bisa? Bolehkah dia sekarang mengatakan jika suaminya ini benar-benar .... Ah tidak! Dia tidak mau disebut istri durhaka. Apakah dia boleh menolak atau berfikir dahulu? Jawabannya, tidak! Andrian tidak butuh itu. Keputusannya mutlak.   Andrian hanya memindahtangankan kepemil
Read more
69. Tempat Baru
"By! Apakah keputusan Fa ini sudah tepat?" tanya Fafa setelah menyandarkan kepalanya di lengan Ian. Inilah yang disukai Ian, setiap mereka akan tidur Fafa selalu mengajak diskusi.    "Hhmm, apa kamu senang?" tanya Ian tanpa menjawab pertanyaan Fafa. Dia mengusap kepala Fafa yang tertutup khimar kemudian mengecupnya.   "Sangat!" jawab Fafa mantap.   "Berarti itu sudah tepat. Tidurlah! Apa aku harus memelukmu seperti biasanya?" goda Ian. Fafa tidak menjawab, dia merasakan Ian memeluknya. Rusdi yang menyaksikan interaksi keponakan dan majikannya itu, tersenyum dikulum.    Kedatangan kereta api tepat waktu. Mereka bertiga sampai di Stasiun Kediri pagi ini. Fafa tidak menyangka jika Rahman juga ikut, kenapa dia tidak mengetahuinya? Sudahlah, jika itu kemauan Ian, dia bisa apa. Dengan tidak sabar, Fafa segera naik mobil jemputan.    "Hey, tidak perlu terburu-buru. Oke!"
Read more
70. Rencana Baru
Tindakan Andrian benar-benar di luar perkiraan Sander. Tak berapa lama terdengar pintu di ketuk pelan. Setelah mengiyakan, pintu terbuka. Becker, asisten Sander masuk dengan tergesa-gesa. "Bagaimana?" tanya Sander tidak sabar. "Aldric benar-benar luar biasa, Boss. Sepertinya dia akan melakukan transaksi besar," jawab Becker. Sander mengedutkan dahi. "Maksudmu?" "Informan kita yang di London  bilang ada pergerakan intens di kantor pusat The Hunter. Beberapa hari lalu, ada dari mafia Scorpion ke sana." "Ada yang lain?" "Berita buruknya. Kita tidak bisa memantau lagi aktifitas Aldric di rumah itu." "Dia pasti sudah mengaktifkan dome." "Benar, Boss." "Beck, kenapa sekarang kamu bicara selalu formal padaku? Huff, aku ini sahabatmu!" Becker tertawa terbahak. 'Sander tetaplah Sander,' batin Becker.
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status