All Chapters of My Husband's Secret: Chapter 41 - Chapter 50
117 Chapters
41. Rumah Sakit
"Nyonya Aldric Andrian!" seru Ian penuh penekanan."Ba-baik By, jangan marah. Ini Fafa terima. Terima kasih," jawab Fafa gugup. Andrian tampak puas dengan sikap Fafa. Tak lama kemudian terdengar daun pintu di ketuk. Fafa langsung duduk di samping Andrian. Setelah pintu kamar terbuka otomatis, Rusdi dan Ikhsan masuk disertai mengucap salam. Keduanya menuju ke samping ranjang Andrian."Kak, San balik Kediri dulu," pamit Ikhsan sembari mengecup punggung telapak tangan Andrian."Hhmm, jaga istriku!" perintah Andrian."Siap Kak, in syaa Allah.""Mas Ian, paman berangkat dulu.""Hhmm."Keduanya langsung keluar kamar. Sekarang tinggallah Andrian dan Fafa. "Berangkat sekarang, hhmm.""Iya, By." Fafa langsung menubruk Andrian. Andrian mengelus rambut panjang Fafa."Sana pake kerudungmu!" perintah
Read more
42. Gagal atau Berhasil
David mendekati Frans, kemudian menepuk bahu sahabatnya itu.   "Nasib cinta lu, udah ...," ucap David menggantung. Dia merasakan bahu kanan di pukul.   "Mami Dai!" seru David kaget. Dia tidak menyangka jika Daisy mendengar ucapannya tadi. Daisy setelah mendengarkan ucapan Fafa tadi berniat mendekati dan menenangkan Frans, akan tetapi dia mendengar David yang mulai berbicara soal Fafa. Daisy refleks memukul bahu David agar menghentikan ucapannya. David langsung menjauh dan memberikan ruang untuk Daisy menenangkan Frans. David kejam, memang benar itu. Dia hanya tidak ingin Frans masih mengharapkan Fafa. Dia tidak sedang membela siapa-siapa, Frans dan Ian adalah sahabatnya. Dia dan Reynan sangat paham sampai sekarang Frans masih menginginkan Fafa, walaupun di mulutnya Frans akan menghapus rasa suka. 'Rumit. Itulah kenapa aku tidak mau melibatkan diri dengan perempuan, menyusahkan saja,' bati
Read more
43. Sakit
"Tidak. Aku tidak mau terlibat kesepakatan gila kalian."    Pria paruh baya itu mengepalkan telapak tangan dan rahangnya menegang. Dia marah, bahkan sangat marah. Bagaimana bisa anak semata wayangnya ini menolak. Laki-laki paruh baya itu adalah Victor Timofey-ayah dari Mike. Victor memaksa Mike agar membawa istri Andrian pergi. Dengan kata lain menculiknya.    "Apa katamu anak sialan!" teriak Victor terus melayangkan pukulan demi pukulan ke tubuh Mike. Apa yang dilakukan Mike? Dia membiarkan saja, seperti biasa berakhir di rumah sakit dan menginap beberapa hari.   Victor merasa sangat lelah, akhirnya terduduk di samping tubuh Mike yang sudah babak belur. Sejurus kemudian tubuhnya bergetar, dia menangis. Setelah tangisnya mereda, dia tertawa terbahak.   "Jika kamu menolak maka aku sendiri yang akan melakukannya!" ujar Victor sembari berjalan sempoyongan keluar mansion.  
Read more
44. Menjelang Kekacauan
"Hah, tidak apa-apa. Bukannya kalau tidur itu ...," ucapan Fafa terputus karena diserobot Ian.   "Bukannya apa? Sayang tidur di atasku begitu?" goda Ian dengan kerlingan mata nakal. Fafa langsung terdiam mendengar ucapan Ian, jangan ditanya lagi bagaimana warna wajahnya sekarang-merona menahan malu, Dokter Thomas tersenyum tipis. Untuk mengurangi kecanggungan Fafa, Dokter Thomas menyudahi kunjungannya.    Setelah Dokter Thomas dan asistennya keluar, Ian menahan Fafa yang hendak bangkit dari duduk.    "Apakah masih sakit?" tanya Fafa khawatir.   "Nggak, di sini saja." Fafa hanya mengangguk.   Ruangan hening kembali. Ian langsung meraih tab dari nakas. Dia mengernyitkan dahi, saat hendak membuka aplikasi pribadi, suara Fafa menginterupsi.   "By, Fa keluar dulu ya! Lapar."    "Hhmm." Ian hanya berdehem tanpa mengalihkan atensi
Read more
45. Tamu Tak Diundang
"It-itu tadi, Fa ...," perkataan Fafa terputus.    Tok tok Pintu dibuka dengan kasar. Fafa terkejut, tapi tidak dengan Andrian. Dia sudah memperkirakan kedatangan Victor pagi ini. Ian melirik jam dinding, pukul 08:49 WIB.    "Sayang, perkenalkan dia paman sahabatku, Paman Victor," ujar Ian kala melihat Victor masih mematung di tengah pintu.   "Masuklah Paman," ucap Ian ringan.   Victor memasukkan tangan di kedua saku celananya, berjalan dengan kecepatan terukur mendekati ranjang Ian. Aura dingin sangat jelas menguar. Pesona mematikan pria tua sialan ini luar biasa. Di daratan Eropa, siapa yang tidak kenal Victor Timofey. Laki-laki tua yang menjadi sahabat Andrinof-ayah Andrian.   "Paman, perkenalkan saya Fathimah," ucap Fafa memandang wajah Victor tegang. Victor sendiri hanya mengangguk. Dia menatap tajam ke arah Fathimah, dengan tatapan menilai. Fafa merinding
Read more
46. Membawa Paket
Dret! dret! Ponsel Ian berbunyi. Dia segera menerimanya. "Hhmm." "Boss, nyonya muda sekarang di bawa ke rooftop Hotel Permata." "Amankan!"   *** Dua Jam Sebelumnya. Ian meminta Fafa keluar dari paviliun karena ada hal penting yang akan dibicarakan dengan Paman Victor. Awalnya Fafa hendak ke masjid atau cafetaria rumah sakit, tapi saat melihat taman yang terletak di tengah-tengah Rumah Sakit Medika sedikit lenggang-dia mengurungkan niat itu. Suasana taman yang sejuk sangat menenangkan pikiran Fafa. Dia mulai mencari bangku kosong yang ada di bawah Pohon Akasia. "Alhamdulillah nyamannya," gumam Fafa sembari mendaratkan diri di atas bangku berbahan marmer tersebut. Fafa langsung menyandarkan punggung ke pohon yang ada di belakang bangku. Pikirannya terasa rileks sekarang. Kandungan oksigen di udara yang melimpah sepanjang area taman ini membuat toxic yang mencengkram pikiran dan hatinya perlahan terurai. Rileks, benar
Read more
47. Menyelamatkan Paket
Mike dan Rahman merangsek maju. Mike mengernyitkan dahi dan bergumam, "Man, bukankah tanda itu milik Sander?"  Rahman mengikuti arah pandangan mata Mike. Dia bisa melihat dari kejauhan dengan bantuan kacamata Fath Glasses Virtual (FGV)  yang dikenakannya. Logo pada heli yang dinaiki oleh Victor adalah milik perusahaan Sander yang ada di Indonesia. "Yes, Sir." Untuk sejenak perhatian Mike terarah pada kacamata yang dikenakan Rahman.  "Sir, a-," perkataan Rahman terputus. "Apa itu buatan Ian?" tanya Mike terus menatap kaca mata Rahman. "Siap, Sir. Sir, kita harus segera bergerak." Mike mengangguk. Di Sisi Kanan pintu penghubung rooftop Hotel PermataFafa tampak mulai sadar. Dia mengerjapkan mata dan langsung terbelalak, setelah mendengar bunyi suara tembakan yang bersahutan. Fafa mendongakkan kepala dan dia baru sadar saat ini ada dalam dekapan Victor. Fafa mulai berontak. Mendengar kegaduhan yang ditimb
Read more
48. Fakta Baru
"Siap Boss, anak buah saya 3 terluka dan sudah diberikan perawatan." Ian mengangguk. "Bagaimana menurutmu!" lanjut Ian. "Kami siap, Boss." "Hhmm. Keluarlah." Rahman segera meninggalkan ruangan Ian dengan ekspresi keheranan. Sungguh di luar dugaan ketika mendapati Ian tetap tenang seperti ini. 'Ternyata benar kabar yang beredar, jika istri Boss sudah menjinakkannya,' batin Rahman. Dia mengendikkan bahu. Sebuah kebetulan yang menguntungkan, yang penting sekarang lolos dari amukan Singa.  Setelah menyaksikan pintu telah tertutup kembali, Ian segera menatap intens Mike. "Ada apa Ian?" tanya Mike mengerutkan dahi, tanda dia tidak paham dengan maksud tatapan Ian. "Aku ingin istirahat." Ketiga sahabat Ian langsung mendekat ke arah ranjang.  "Cepet sembuh, Bro!" ucap David sembari menepuk pelan bahu Ian, dan hanya direspon dengan anggukan. Setelah ketiganya keluar, Ian menghela napas dalam dan mata terpejam. Mike yang sebelum
Read more
49. Diabaikan
Victor segera menghubungi anak buahnya untuk segera melakukan pencarian. Dia tidak ingin rencana yang telah disusun rapi berantakan. "Menyusahkan sekali istri Aldric. Apa dia tidak tahu, di sini masih banyak hewan buas," decak Victor. Ponsel yang berada di saku celananya bergetar, Victor melihat layar ponsel dan terkejut.  "Hal-," suara Victor terputus. "Victor, besok datanglah ke sini. Minggu depan aku sibuk."  Victor geram, bisa-bisanya bocah itu tidak menghormatinya. Victor bergegas keluar dari vila dengan langkah tergesa-gesa. Anak buah Victor dengan sigap membukakan pintu mobil dan mempersilahkan duduk di bagian penumpang. Mobil segera melaju ke arah resort milik keluarga Milosevic.  Perjalanan tidak terlalu lama, lokasi resort tidak terlalu jauh dari vila. Victor baru saja menjejakkan kaki di pelataran resort, seorang anak buahnya berlari mendekat dan memberikan laporan dengan setengah berbisik, jika istri Andrian sudah diamankan
Read more
50. Kita Saudara
  Lamunan Ian buyar kala mendengar ponsel miliknya yang berada di atas nakas bergetar. 'Siapa dini hari begini telpon?' tanya Ian dalam hati. Dia berdecak kesal kala melihat di layar ponsel siapa yang menghubunginya. Dengan malas, dia geser tombol accept. "Ada apa lagi!" teriak kesal Ian. Orang yang menghubungi Ian terkejut. Dia langsung menjauhkan ponsel dari telinga, pendengarannya seketika berdengung mendengar teriakan keras Ian. Ya, orang itu adalah Mike. "Dik, tenanglah."  "Tenang bagaimana? Istriku dibawa Victor ke Jerman." Mike tersenyum kecil mendengar jawaban Ian. "Apakah Ian sudah menganggapku sebagai kakak?" gumamnya. Mike merasa dadanya sesak dengan rasa membuncah bahagia. Sepuluh tahun dia mendekati Andrian, tapi tidak pernah berhasil. Andrian tidak pernah menganggap saudara, dia hanya menganggap Mike sebagai kawan, rekan kerja, dan rival. Apa tadi barusan? Dia tidak menyangka jika adik yang selama ini terkenal d
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status