Semua Bab BEHIND: Bab 61 - Bab 70
78 Bab
Kekuatan Baru
"Jangan mengulang informasi yang sama, Hard. Aku muak mendengarnya!" Hard tak menggubris, ia malah asyik mendekati ceceran darah berwarna kebiruan. Jadi, darah bangsawan para iblis itu berwarna biru? "Kau apakan dia?" tanya Hard tanpa menoleh. Bahkan, menantu yang ada di depannya pun tak ditolong olehnya. Egois. "Dengar, Grace, penting bagi kita untuk tahu bagaimana keadaan musuh sesungguhnya. Apalagi, dia sudah mulai menyiapkan pasukan." Aku mengangguk, membenarkan. Lantas, berjalan mendekati cermin yang berada tak jauh dari sosok Hard. Meski debu akibat retaknya dinding masih berterbangan, tetapi pantulan kaca itu sama sekali tak memburam. Aku benar, 'kan? Wajahku smaa sekali tak terluka. Hard berdiri, lantas menyejajarkan diri. Ia juga melihat pantulan bayanganku di cermin. Sedetik kemudian, ia telah meraih bahuku, menghadapkanku pada wajahnya yang diliputi tanya. 
Baca selengkapnya
Fokus
"Bagaimana caranya kita bisa membuat mereka berpihak pada kita?" Pertanyaan Jonathan telah mewakili segenap tanya yang membuncah dalam kepalaku. Hard mengangguk. Mungkin dia paham, kegelisahan yang menerpa kami. "Kita hanya perlu memberitahu mereka bahwa kaulah gadis yang telah diramalkan." Kukerjap-kerjapkan mata berulang menanggapi saran Hard yang tak masuk akal. "Hei, usia mereka lebih jauh dari yang kukira. Mana mungkin mereka bisa percaya begitu, saja?" Hard membingkai wajahnya yang tampak kusam. Kupikir ia ke mari tanpa mencuci muka. Jonathan telah mengganti handuk bajunya dengan pakaian seperti biasa. Entah mengapa, kini melihatnya mengenakan kaus oblong dan short pant membuatku meneguk ludah berulang. Benarkah pagi tadi, aku dan Jonathan telah menyatu? "Grace, fokus!" Kubuang muka ke sembarang arah karena malu. Jika saja di depank
Baca selengkapnya
Mulai Meyakinkan
"Kau percaya padaku, 'kan, Geel?" Pria bernama Geelbert itu masih menatapku lekat. Entah sudah ke berapa kalinya ia mengelilingiku sembari memindai dari ujung kepala hingga kaki. Seolah-olah tak ingin melewatkan seinci pun dari informasi yang bisa dibaca dalam tiap lekuk tubuh. "Kau tau sendiri, Hard, akhir-akhir ini banyak yang mencoba menjadi gadis yang ditakdirkan. Aku tak bisa percaya sepenuhnya." Jawaban pria tua dengan kacamata tebal itu sudah bisa kuprediksi jauh sebelum bertemu. Ia menggeleng, lalu menggamit tangan Hard untuk masuk ke dalam. Aku menoleh sekilas pada Jonathan yang duduk berhadapan dengan Jean. Keduanya mengangguk seakan-akan memberi semangat. Aku tahu mereka juga lelah, tetapi selalu berusaha membuatku tetap semangat. Seperti yang dilakukan saat mobil baru menempuh lebih dari sepertiga jalan siang tadi. "Kenapa aku merasa lebih lelah dari biasanya?" tanya
Baca selengkapnya
Tegang
Kuperhatikan hamparan Padang yang lumayan luas di depan mata. Nun jauh di sana, terlihat hutan nasional Kanikso. Sebuah persembunyian yang aman untuk sekadar menyembunyikan jati diri. Geelbert. Pria tua itu tampak seperti orang kebanyakan meski sorot matanya kelam sedalam telaga tak berdasar. Bener rupanya apa yang dikatakan Hard belakangan. Seharusnya, aku memang bisa membedakan tiap iblis di dunia. Andai sejak awal aku bisa tahu, bukan hanya diri ini iblis yang menjelma dalam rag manusia. Mungkin, saat ini sudah banyak sekutu yang akan kumintai pertolongan. "Bukan salahmu, Grace." Aku terkesiap mendengar suara Hard. Ia selalu saja menjawab semua tanya yang tak mampu kuucap. "Masuklah, tunjukkan padanya." Aku menganggut, lantas menoleh pada Jonathan dan Jean. Keduanya mengangguk menyemangati sembari mengepalkan tangannya. Aku hanya melempar senyum kecut. Ras
Baca selengkapnya
Chupacabra
"Ada apa, Hard?" Kedua kelopak mata Hard tampak berat untuk sekadar berkedip. Tiba-tiba saja banyak kecamuk yang membuatku memikirkan banyak dugaan. Dengan cepat, kulesatkan badan dan meraih tubuh tegap Hard. Kuraba bagian belakang tubuhnya sembari terus merapal asa. Berharap, sesuatu tak terjadi di belakangnya. Nihil. Lekas kutatap lekat mata Hard sekali lalu menggoyang bahunya. Kuabaikan Jonathan yang melangkah masuk ke dalam rumah, juga Jean yang kian mendekat. "Hard!" "Hei, kalian kenapa?" Aku terkesiap. Kutatap mata Hard yang mulai menyipit di ekornya. Kupukul dadanya keras-keras. "Apa yang kau lakukan huh? Nggak lucu!" Jonathan terlihat ke luar dari rumah sembari menahan tawa. Ia bersama Geelbert yang juga menyimpul senyum, memperlihatkan banyak garis kerut pada wajahnya. "Aku yang menyuruhnya, Rosalie."
Baca selengkapnya
Iblis Pertama
"Kau tak pernah menangkapnya, Hard?" Hard tersenyum, lalu melirik anak gadisnya yang sudah berumur seabad dari kaca cembung dalam mobil. "Dia dulu hanya bekerja di bawah perintah Dewi Hekate. Dia yang menyiksa para manusia biadab di dunia bawah tanah. Para manusia serakah yang tak lelah mencari sekutu dalam hal spiritual." "Maksudmu ilmu sihir?" tanya Jean yang juga tampak penasaran. Kulihat, Hard mengangguk. Lalu, pandangannya kembali fokus ke jalanan. Entah ke mana lagi setelah ini. Berapa lama lagi waktu yang tersisa aku pun tak mengerti. "Menurut ramalan, perang antariblis kembali terjadi setelah 6500 hari Tuhan  berlalu, Grace." Aku terkesiap. "Hari Tuhan?" Jonathan dan Jean kembali berpandangan. Aku pun demikian. Diperam tanya yang menuntut jawab. "Hari Tuhan adalah Minggu. Itu sebabnya, gereja serta banyak
Baca selengkapnya
Bukan Ilusi
"Aku yakin itu hanyalah ilusi, bukan begitu, Hard?" Please, Hard. Kau tahu apa yang ingin kudengar. Jawab saja seperti biasa. Kulirik, Hard tak mengalihkan atensinya pada jalanan yang masih lengang. Ia masih bergeming, entah untuk tujuan apa. Sementara Jonathan, ia tampak gusar. Begitu pula dengan Jean. "Jujur itu lebih baik." Ia tampak susah payah untuk bicara. Pernyataan Hard kini membuatku sedikit bergidik ngeri. "Ilusi, 'kan?" tanyaku lagi penuh penekanan. "Grace. Dia benar-benar membuatmu terluka. Kau benar-benar habis jika saja kekuatan barumu itu tak bekerja sempurna." Aku tergemap. Lantas, mengedip-ngedipkan mata berusaha mencerna tiap kalimat Hard yang terus terngiang. "Shit! Jadi itu benar-benar nyata?" Hard mengangguk, sedangkan Jonathan dan Jean mulai gelisah. Pria di sampingku itu menyugar rambutnya, lalu
Baca selengkapnya
Kematianmu!
"Kau bilang kita akan ke Chicago, 'kan?" Pertanyaan Jean pada Hard membuatku menyipitkan mata. Rupanya aku tertidur cukup lama. Kuedar pandang ke segala arah, yang ternyata mobil berhenti di sebuah pos pengisian bahan bakar. Hard sedang menarik slang untuk mengisi tangki. Hari sudah gelap saat kudapati Jonathan sudah tak lagi ada di sisi. Cepat kutegapkan badan, berusaha mencari sosok yang telah menikahi. "Tenanglah, Grace. Jonathan sedang cari makan. Dia manusia biasa. Kau harus terbiasa dengannya." "Aku memang sudah terbiasa, Hard. Aku hanya sedikit ... khawatir. Jean?" Hard menunjuk ke salah satu sudut bar kabin di seberang jalan. Kuputar pandangan hingga mendapati gedung WYED. Aku terperenyak. "Kita di Yellowstone?" "Kau pernah kemari?" "Ya, lima puluh tahun yang lalu mungkin. Tapi bukankah kita akan ke Chicago?"
Baca selengkapnya
Terima Saja Risikonya!
Kini, pria yang tadinya bersikap arogan itu telah memundurkan langkahnya, mencoba membentang jarak antarkita. Sayangnya, sejauh apa pun ia pergi, tak akan mampu menghindar dari lesatan serta kepakan sayap iblis. Kubentang sayap lebar, menyajikan tontonan yang amat menarik di hadapan. Pun kuberikan nyala api agar malam-malamnya kini tak berteman gulita. Kutampilkan deretan gigi runcing, agar ia sadar siapa yang akan dimangsa. Kupikir, suaranya mulai tercekat saking takutnya. Terang saja itu bisa ditebak dari gelagatnya, belum lagi tentang celana yang basah dan bau pesing menguar. Menjijikkan! "Ke mana kesombonganmu tadi, huh?!" Ia makin melebarkan kedua matanya, tepat saat hendak kutikam dengan ekor yang meruncing pada bagian dada. Komat-kamit ia merapal doa. Betapa tak tahu dirinya ia yang masih berani meminta pada Sang Penguasa. "Jangan biarkan iblis menang hari ini, Tuhan ...,"
Baca selengkapnya
Waktu yang Terhenti
"Beraninya kau melanggar batas!" Suara berat itu menggelegar, membuatku sedikit terguncang. Ia melompat, dalam sekejap saja sudah berada di hadapan. Seluruh tubuhnya yang merah, serta tanduk yang memanjang membuatku ngeri menatapnya lebih lama. Tubuhnya yang gempal langsung membekap dan membawaku bersamanya. Dari ketinggian, kulihat Jonathan yang bergeming di bawah sana. Pun Hard yang juga mematung di tempat. Cepat kubentang sayap hendak meloloskan diri dari cengkeraman tangan besarnya yang kuat. Sayangnya, untuk bergerak seidkit pun aku tak mampu. Apalagi hendak membentangkan kedua sayap. "Kau tak akan bisa lepas!" Sekali lagi, suara itu menggema bak lindu yang mengguncang. Kulihat sekeliling, mengabaikan embusan angin. "Hard!" Brak! Tubuhku dibanting, aku terpelanting hingga menabrak bebatuan di pinggiran danau. Kepalaku pusing. "Tu ...
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status