All Chapters of Semalam Bersamamu: Chapter 71 - Chapter 80
120 Chapters
Alternatif Lain
Kedatangan Abah berikutnya bersama sang sekretaris yang mengurus keseluruhan urusan pengunduran diri, memaksaku mengikuti beliau ke kantor tanpa memberi kabar siapa pun setelah mengambil ransel di kelas. Ruangan di puncak salah satu gedung raksasa ibukota ini menampakkan padatnya gedung-gedung dari dinding kaca di ketinggian. "Belum selesai Abah terima kenyataan dengan menikahkan kamu karena menghamili Sara, masih ada kasus seperti ini lagi?" Abah tampak menyandarkan punggungnya dengan berat pada kursi besar di belakang meja bertanda nama lengkapnya. Tatapannya mengarah ke atas sebelum terpejam sambil mengembuskan napas. "Mau berapa banyak lagi Aksa menghukum Abah?" lanjutnya, sementara aku masih bingung dengan kemewahan yang menyapa--kontras dengan kebiasaan keluarga Abah. Dari mobil hingga jas yang Abah kenakan, semua terhitung mengerikan. Aku beralih pada deretan kudapan di meja sudut dan meletakkan cangkir di bawah m
Read more
Siapa Pelakunya
"Kalan?" Aku terkejut saat keluar rumah dan berpapasan dengan teman sebelahan meja di sekolah beberapa hari lalu. Beberapa hari ke depan, aku enggak bakal balik ke sekolah karena sudah mengundurkan diri. Melihat dia masih berseragam, kutebak Kalan belum pulang ke rumah.   "Gue nyariin lo ke kos." Kalan meninju pundakku setelah berhadapan. Dia melirik pintu tempatku keluar tadi. "Lo beneran tinggal sama ...."   "Hai!" Orang yang dimaksud ternyata menyusulku keluar dan menyapa. Sara belum juga berganti pakaian semenjak pulang dari sekolah dan langsung memelukku dari belakang.   "Hai, Ra," sapa Kalan sambil melambaikan tangan lalu beralih bertanya padaku. "Lo enggak bilang kalau berhenti?"   Telunjukku mengusap sudut penciuman sebelum melepaskan gantungan tangan Sara di leherku. "Bisa ngomong di luar?" Aku menunjuk arah pelataran parkir ke Kalan.   Namun, Sara menangkap lenganku dan
Read more
Permintaan Maaf
"Kak Aksa! Kak Aksa!" Aku menoleh pada pemilik suara yang menghampiri. Sosok gadis yang terduga sebagai pelaku sebab aku dikeluarkan dari sekolah muncul di hadapan. Tampilan berpakaiannya kai ini tampak dewasa, kaus dan rok panjang yang longgar. Mungkin karena dia ikut bermain dalam pengambilan syuting hari ini. Iya, aku sedang mengikuti Sara yang mengambil kontrak banyak episode sebagai peran tambahan. Katanya sih itung-itung buat naik pamor lagi. Aku hendak menyela kerumunan kru yang melintas, tetapi gadis di depan mata terus berusaha menghalangi jalan. "Kak Aksa ...," bujuknya ketika mendapatkan pinggiran jaket kulit yang melekat di tubuhku. Kuembuskan napas dan mengusap wajah dengan kasar ketika condong menghadapinya. "Apa? Cepat." "Kinar minta maaf." Dia masih memegangi ujung jaketku. Tarikannya menggosokkan dua sisi kain di tangannya sampai aku perlu menyadarkan kalau dia m
Read more
Bucin Baru
"Apa buktinya kalau cuma gue?" Omelan Sara merembet ke hal-hal lain. Panjang sekali. Dari urusan pedekate yang sering dicuekin sampai ..., "Lo aja merem-melek disepongin klien waktu itu." "Hedeh ... bibir. Kirain masih polosan, Nek." Si pria perias yang bahasa tubuhnya mirip cewek, apalagi waktu ngibas kuas ke udara memotong pembicaraan. Sara sampai beranjak dari kursinya dan membelakangiku. Kirain mau langsung pergi, ternyata cuma diam berdiri. Sontak aku mengikutinya dan melewatkan lengan di bahu Sara hingga bertemu di depan lehernya dalam keadaan terlipat sambil bicara, "Ra, sumpah. Gue masih perjaka waktu pertama sama lo." "Buka kartu, ye. Rajin gontok-gontokan dianya." Pria satunya menanggapi. Aku tuh pengin ketawa, sumpah. Cewek ternyata kalau ngambek, enggak benar-benar pergi. Pembicaraanku dulu dengan para wanita dewasa menunjukkan kalau mereka maunya dipertahankan, dib
Read more
Saat Kecemburuan Menerpa
"Aksa!" panggil Sara ketika aku memilih kembali ke tempat motorku diparkir. Aku belum mau kembali dan berhasil menyalakan si belalang meski harus mengengkol kick-starter berkali-kali. Kesal dan marah memenuhi kepalaku karena dia mengambil pekerjaan dengan si bangsat tanpa mempertimbangkan dulu padaku. Enggak nyaman dan enggak suka, tapi tetap ambil kerjaan sama orang itu juga. Sebenarnya siapa yang dia coba bodohi? Aku?Sara berlari menghampiri. Dia nekad naik jok belakang tanpa peduli roda motor telah aku jalankan. "Berhenti, Sa!" Kedua tangannya berkali-kali memukul bahuku. Enggak malu apa dilihatin kru yang lagi siapin syutingnya dia? Spontan kuhentikan laju motor dan melihat sosoknya dari pantulan kaca spion. Sara ... menangis di balik kedua tangannya yang menutupi wajah begitu sadar kulihat. "Ra?" tangan kiriku menepuk lututnya beberapa kali. "Riasannya berantakan kala
Read more
Jadi Pembohong
"Nikah atau gimana?" Aku menggandeng si tante menuju pintu keluar sambil terkekeh dan menjawab, "Piaraan artis mahal, Tan." Enggak bohong, kan? Perjanjianku dengan Sara masih berlanjut, belum ada yang mau mengakhiri selama dia masih mendominasi hidupku. Egois. Sara yang egois karena aku harus terus nerima maunya dia, jalan hidupnya dia. Padahal ... dada ini juga sesak. Apa rasa itu telah tumbuh sangat dalam? Entah. Apa aku cemburu? Entah. "Siapa?" Tante rambut ombre di sampingku ini menghentikan langkah, memaksaku menoleh karena pegangannya di rahangku. "Aku kenal enggak ini?"  Alih-alih menjawab, aku semakin mengencangkan tawa. "Kepo dih, Tante." "Beneran? Aku enggak kenal?" Masih berusaha yakin, si tante menatap lekat padaku hingga jarak di antara kami sangat dekat. Ujung hidungnya hampir mencapai penciumanku malahan.&
Read more
Bermain Dengannya
"Entar akunya jadi sasaran. Lingga kan kuat banget. Berapa ronde waktu malem dulu?" Si tante ini bergerak, seperti enggak nyaman dengan posisi duduknya atau mungkin menurunkan gaunnya yang sempat naik saat menyilangkan lutut. Atau mungkin kode ajakan? Bibirku berkedut, jijik. Kalau enggak inget klien, udah kutinggal kayak biasa ngabur. Cuma kan lagi suntuk banget. Kali aja dapet hiburan. "Masih inget aja, Tan." "Iya, dong. Gedong. Besar dari punya suami Tante." Vulgar banget bicaranya. Bikin telingaku kayak perlu dikorek lebih dalam. Kulirik setiap belahan yang mengintip dari si tante. Bisa dibilang tampak lebih padat dari Sara dan ... ah, masih mau jijik-jijikan? "Bisa aja." Aku mengangguk-angguk mengikuti gerak dadanya yang memantul ketika gelisah. "Mau buka botol juga, enggak?" tawar wanita itu di antara pembicaraannya dengan pelayan yang mencatat di dekat kami.&n
Read more
Belajar Dewasa
"Mau ke mana, Lingga?" tanya Tante Widya ketika aku beranjak dari sisinya dan mengambil gelas berkaki tinggi di nakas. Sambil mengisi gelas dengan anggur jernih kekuningan yang kuperlihatkan pada si tante, aku juga menunjuk pintu keluar kamar. "Sebentar. Ada yang ngetuk pintu." Harusnya bel dari pengunci terdengar kalau yang datang tukang bebersih atau layanan kamar, tapi ini ngetuk pintu kamar. Aneh. Jangan-jangan suaminya si Tante Widya lagi. "Jangan lama-lama." Klienku berguling di tempat tidur hingga tengkurap, menopang wajahnya yang mengarah padaku dengan kedua tangan. "Iya." Aku menyesap cairan dari pinggiran gelas dan menutupkan selimut ke seluruh tubuh Tante Widya, kemudian merapatkan ritsleting celana yang kukenakan sebelum membuka pintu. Masalahnya ..., "Abah?" Aku tertegun melihat pria paruh baya di hadapanku melotot marah. Seketika gelas dalam peganganku terlepas
Read more
Belum Berbaikan
Aku baru memilih pulang menjelang pagi. Pembicaraan dengan Abah mengenai alibiku yang terus terbantahkan berujung pada minuman lagi. Mabuk? Enggak masalah. Aturan membeli minuman beralkohol di negara ini di atas 17 tahun, kan? Dan aku mendapatkannya dua tahun silam. Nyonya sampai perlu menjemput mobilnya langsung karena laporan dari klien tentang konflik yang terjadi di hotel. "Enggak bilang lo kalau sudah deket sama si tua itu." Nyonya terus menggerutu di belakang roda kemudi sementara aku melihat ke arah luar jendela mobil di sisi. Benar, dia bertemu Abah yang masih menyidang-ku karena terus-menerus mengisi gelas setiap selesai meneguk isinya. "Dari awal juga lo tau abah gue, kan? Lo cuma ngulur waktu doang biar gue enggak jadi pengacau, kan?" Kugigit telunjuk yang sempat menopang dagu. Keningku sesekali membentur ringan kaca jendela. Nyeri dalam kepala masih terasa memberatkan. Ingin memejamkan mata, nya
Read more
Benarkah Teman
"Mau pesan lagi, Kak?" Teguran pelayan kafe yang kutaksir berusia lebih tua dariku dalam seragam barista sempat mengalihkan perhatianku dari layar ponsel. Dia meletakkan cangkir kopi keduaku di meja. "Udah, ini aja." Lirik pelayan sebentar, aku kembali bermain pada gim di layar ponsel. Lebih dari lima jam hanya berkutat bosan dengan permainan dan jual beli saham semenjak melarikan diri dari segala masalah. Menoleh ke luar dinding kaca, tampak orang-orang yang sepertinya mengikutiku semenjak keluar dari rumah Sara. Hufh .... Kayaknya semenjak cari masalah, Abah mulai mengetatkan penjagaan padaku. Kenapa sama Kea enggak? Anak penurut macam Kea memang bisa dipercaya. Enggak kayak aku yang sejak awal udah ngebawa aib. Menertawakan diri sendiri enggak dosa, kan? Melihat ke ujung jalan, persimpangan di sana menunjukkan gerbang sekolah lamaku yang semakin ramai semenjak melewati jam pulang. Hanya b
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status