All Chapters of Cinta Suci Kinanti: Chapter 41 - Chapter 50
64 Chapters
40. Ada yang mengikutinya.
Kinanti menaiki angkutan umum, bus antar kota dengan dominasi warna hijau. Duduk di sebelah kaca, disandarkan kepalanya pada kaca. Jendelanya terbuka selebar tiga ruas jari orang dewasa. Angin semilir menerpa wajahnya, rambut hitamnya beterbangan.Perempuan bergaun putih itu menutup matanya. Lelah juga mengantuk, ingin sekali dia tidur dan segera sampai ke apartemen keluarganya. Sepanjang perjalanan kinanti memejamkan mata, tetapi pikirannya tak henti berkelana. Satu jam berada dalam angkutan umum, bus akhirnya menepi. Kinanti turun di depan halte apartemen. Tinggal berjalan beberapa meter untuk sampai.Tiiin!Tiin!Sebuah mobil BMW berwarna putih tulang menyalakan lampunya lebih terang dan membunyikan klakson mobil beberapa kali. Kinanti menoleh, menutupi wajah dengan satu tangan karena silau. Berjalan mendekat, sepertinya orang di dalam mobil ada perlu dengannya.Sejenak Kinanti menghentikan langkah. Dia mematung sekitar dua meter dari mobil itu. Firasatnya tidak enak.Melihat kina
Read more
41. Dia datang?
Apartemen itu gelap, hanya lampu penerangan jalan yang menerobos lewat kaca jendela, juga lampu di koridor apartemen yang menyinari. Kinanti membiarkan pintunya tetap terbuka. Tangan kanan Kinanti meraba ke sisi dinding, sebelah kanan pintu masuk. Menyalakan saklar lampu. Berjalan menuju kamar Gio. Rasa lelahnya sedari tadi hilang, digantikan amarah yang tersulut oleh Gunawan. Soal kehamilannya saja membuat Kinanti pusing, belum ditambah hutang keluarganya pada Gunawan. Perempuan mana yang kuat bertahan dihantam cobaan bertubi-tubi sendirian?Kinanti langsung menuju kamar Gio. Matanya membulat ketika menemukan beberapa hal janggal, “Bagaimana mungkin ada kaos itu di pinggir ranjang?”Seingat Kinanti terakhir dia masuk ke apartemen Gio. Dia sudah membereskan kamar itu, “Kenapa bisa ada di sini?”Benar saja itu adalah salah satu kaos milik Gio. Ditaruh dengan asal di pinggir ranjang, hingga hampir jatuh ke lantai. Kinanti mengambil kaos abu-abu itu. Ada aroma parfum bercampur keringat
Read more
42. Ayah gagal jantung lagi!
Sebaris tulisan yang ditinggalkan Gio mampu menenangkan Kinanti. Dia tidur cukup pulas. Terkadang rasa lelah yang teramat membuat seseorang jatuh pada gelap terdalam. Telepon rumah di ruang tamu berdering beberapa kali. Deringan itu tak membangunkan Kinanti.00.15 Telepon kembali berbunyi nyaring. Entah, sudah di dering yang ke berapa, Kinanti menggeliat, memicingkan mata ke arah jam bulat di dinding kamarnya.“Pukul dua belas lebih, aku ketiduran,” ucap Kinanti. Dia menggosok matanya beberapa kali, menguap lebar karena tidurnya terganggu, “siapa yang malam-malam begini menelepon?”Kinanti berusaha bangun. Hal pertama yang dilakukannya adalah mengangkat kedua tangan ke atas, meregangkan tubuh. Telepon di ruang tamu masih berdering. Dia bergegas berjalan ke sana.“Halo?”“Apa? B-bagaimana bisa?” Kinanti terkejut mendengar berita dari si penelepon. Wajahnya berubah panik, “Baik aku akan segera ke sana.”“Jam segini? Bus kota sudah gak lewat. Naik apa aku ke sana?”Kinanti berbicara seor
Read more
43. Dibalik kematian Ayah.
“Lampunya masih menyala terus. Kapan operasi ini segera berakhir!” Siti Aminah berulang kali menatap lampu merah di atas ruangan itu. Pertanyaannya entah ditujukan pada siapa. Kinanti baru saja tiba. Hanya dokter yang tahu pastinya keadaan di dalam. Namun, Tuhan yang lebih punya kuasa atas nyawa manusia. Mereka hanya bisa berdoa.“Tenanglah Bu, para dokter masih berusaha di dalam.” Kinanti berusaha menenangkan ibunya.“Sudah hampir empat puluh lima menit mereka di dalam dan tak satupun yang keluar untuk memberi kita kejelasan, Kak.”Anggota keluarga Haidar Baskoro dalam keputusasaan. Semuanya sedih, berharap dalam ketidakpastian. Mulai mengutuk nama Tuhan, karena tidak segera memberi keajaiban.“Seharusnya pernikahanku adalah awal kebahagiaan bagi keluarga kita. Setelah kesialan dari pembatalan perjodohan Kakak yang berulang kali.”“Karenina, diam.” Siti Aminah mengingatkan. Anak kedua Haidar Baskoro itu memang suka menyalahkan orang lain atas takdir yang Tuhan gariskan.Kinanti tah
Read more
44. Lelaki bermuka dua!
Menjelang subuh mobil jenazah rumah sakit terparkir di depan apartemen. Keadaan jalan yang lengang dan hak istimewa mobil jenazah untuk lewat lebih dulu memudahkan perjalanan mereka. Penghuni apartemen ke luar untuk melihat siapa yang dibawa mobil jenazah itu.“Neng Kinanti?” Pak Sanip berpapasan dengan Kinanti saat turun dari mobil jenazah. Dia duduk di depan untuk menunjukkan jalan. Sementara Prasetyo, Karenina dan ibunya menumpang di mobil Gunawan.“Jadi Pak Haidar baskoro?” Pak Sanip tidak melanjutkan dugaanya, takut menyinggung Kinanti yang berduka.“Iya, Pak. Ayah meninggal,” sahut Kinanti dengan lemah. Dia merasa kehilangan tenaga juga semangatnya.Para tetangga membantu petugas rumah sakit mengangkat jenazah Haidar Baskoro. Berikutnya pemandian, pengkafanan juga proses lainnya akan dilaksanakan di apartemen. Seharusnya pernikahan Karenina akan menjadi hal yang membahagiakan keluarga mereka. Namun, bukannya suka cita mereka harus melewati hari dengan duka cita. Karenina tak h
Read more
45. Ibu, tegarlah.
09.00 WIB.Apartemen keluarga Kinanti terlihat lebih lengang. Jenazah ayahnya sudah dikebumikan. Hanya tinggal kursi sofa yang tetap berada di lorong depan apartemen.Nanti malam sudah masuk acara tahlil seharinya almarhum Haidar Baskoro. Pak Sanip dan beberapa tetangga yang ikut membantu sudah pulang ke rumah masing-masing."Kinanti, saya pulang dulu. Nanti sekitar pukul tiga atau empat sore saya akan datang lagi, bantu-bantu.""Iya Bu, terima kasih banyak sudah membantu."Kinanti mengantar tetangganya. Mereka satu lantai, tetapi hanya bertegur sapa jika bertemu di halte. Namun, saat ada kesusahan semua tetangganya datang.Karenina sedang bersama Prasetyo di ruang tamu. Duduk di atas tikar, sofa masih di luar.Prasetyo berdehem menyikut lengan istrinya. Karenina mendongak, "Kak, ad yang ingin kami bicarakan.""Ada apa?" Kinanti ikut duduk di atas tikar."Mengenai masalah hutang kita pada Pak Gunawan, bagaimana?"Kinanti menarik napas dengan berat, mengembuskannya dengan pelan. Dia ti
Read more
46. Mencari Bukti
Kinanti menyandarkan kepalanya di kaca bus. Dia memejamkan mata, silau. Di luar sedang teriknya, “Aku yakin ada sesuatu saat Ayah meninggal. Sebelumnya dia sudah sadar, bahkan sempat berbicara dengan Ibu. Bukan aku tidak percaya pada takdir Allah, tapi ….”“Aku merasa ada sesuatu yang janggal.”“Rumah sakit … rumah sakit?”“Kiri Bang ….” Kinanti segera membuka mata. Tujuannya telah sampai. Takut jika terlewati dan harus berjalan kembali.Dia segera berdiri dan maju ke pintu, bersiap untuk turun. Sengaja tidak pamit pada ibunya atau memberitahu orang lain bahwa dia pergi ke rumah sakit lagi. Kinanti menuju ke lobby rumah sakit. Bertanya pada penjaga resepsionis, “Siang Mba, saya ingin melihat rekaman cctv di sekitar lantai dua kawasan ruang anggrek bulan.”“Kalau boleh tahu ada keperluan apa ya, Mba?” Resepsionis tadi balik bertanya.“Saya tidak bisa memberitahukannya sekarang, tapi saya sedang memastikan sesuatu perihal kematian ayah saya.”Dalam hati Kinanti sendiri juga ragu. Dia ha
Read more
47. Ibuku Wanita yang Kuat
Kinanti tersenyum menatap benda di tangannya. Dia berhasil mendapatkan rekaman cctv saat ayahnya mengalami gagal jantung. Dugaannya terbukti, Gunawan si lelaki licik itu ada di sana.“Hahaha!” Kinanti tertawa seorang diri. Dia memberikan nomor telepon adiknya, Karenina pada petugas jaga tadi.“Dasar lelaki, sama saja. Tidak Gunawan tidak security tadi. Kalau ada maunya baik.”Bagaimana Kinanti tidak tertawa. Petugas tadi dengan mudahnya membantunya mencari rekaman cctv dan memberikan salinannya. Ternyata dia punya maksud lain. Kinanti terpaksa berpura-pura tersenyum dan menuruti keinginan petugas itu. Padahal yang diberikannya adalah nomor Karenina. Dia berdalih, ponselnya mati karena belum di cast dan berpesan, “Hubungi aku sekitar satu jam dari sekarang, saat aku sudah di rumah dan mencharger ponsel.”Petugas berpakaian seperti polisi tadi cukup gagah dengan kulit kecokelatannya. Usianya mungkin sekitar awal tiga puluhan. Saat dia mengeluarkan ponsel di layar utama ada gambar dir
Read more
48. Mengembalikan keadaan
“Bu, Kinanti dan kalian kemarilah, kita perlu berbicara.”Kematian Haidar Baskoro sudah berlangsung selama tujuh hari. Selama itu pula, acara tahlil dan doa bersama digelar di apartemen mereka. Tepat di hari ketujuh, setelah acara selesai Gunawan mengenakan topeng bijaknya.Menunggu semua yang hadir pulang Gunawan mengajak kami, Ibu, Karenina dan Prasetyo juga Kinanti duduk bersama. Tentu saja Kinanti sudah bisa menebak arah pembicaraan itu.“Ada apa sebenarnya, Nak Gunawan?” Ibu memulai pembicaraan. Karena kami saling pandang satu sama lain dalam kebisuan.“Begini Bu, mengenai biaya rumah sakit Pak Haidar Baskoro.”Kinanti memalingkan wajahnya, “Mulai lagi!”Siti Aminah mengerjapkan mata dengan cepat. Dia tahu cepat atau lambat Gunawan tentu akan membahas masalah ini. Namun, dia tidak menduga akan secepat ini, “Tolong beri kami waktu. Kami masih dalam suasana berduka. Nanti, kami pasti akan mengembalikannya.”“Nanti itu kapan, Bu?” Gunawan segera angkat suara.Siti Aminah menundukkan
Read more
49. Gio datang
Raut wajah Gunawan jadi pucat pasi, untuk sekian detik lamanya matanya melebar. Dia tidak dapat berkata-kata. Indera penglihatannya terus memperhatikan ke arah layar laptop.“Bagaimana Pak Gunawan? Masih ingin meneruskan dramamu?”Gunawan mendongak, menatap Kinanti dengan tatapan lemah, “Ini pasti terjadi kesalahpahaman.”“Jika Bapak masih ingin terus menekan keluarga kami, jangan salahkan saya jika memberikan salinan rekaman cctv ini pada pihak yang berwajib.” Kinanti tersenyum puas. Akhirnya dia bisa menekan balik kelicikan Gunawan.Gunawan diam sesaat, “Bagaimana dengan biaya pernikahan adikmu?”Orang culas seperti Gunawan tentu tidak mau rugi. Kediamannya tadi ternyata sedang mencari jalan lain untuk tetap menekan Kinanti.“Itu piutang antara adik iparku denganmu. Kenapa melibatkanku?” “Kaak ….” Karenina memasang wajah memelas. Berharap kakaknya mau menolong.Kini, giliran Prasetyo yang terdiam dengan wajah pucat pasi. Itu memang akalnya, dia menawarkan Kinanti pada Gunawan. Menca
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status