All Chapters of Godaan Memikat Lelaki Penguasa: Chapter 61 - Chapter 70
247 Chapters
61.Pupus
    Pagi yang cerah, bunga-bunga indah merekah, seperti senyum Rere yang menghias di bibir manisnya. Sapuan angin yang mapir menggoyangkan rambut Rere ke belakang. Nayla sesekali menoleh ke arah sang sahabat dengan kening berkerut. Keduanya kini tengah duduk di sebuah kursi taman bercat putih, di bawah pohon beringin yang rindang.     'Ada yang aneh,' batin Nayla.     Sekali lagi Nayla memperhatikan wajah sumringah sang sahabat, ada rasa yang janggal. Mengingat beberapa waktu lalu Kenzo pernah menghubungi bahkan menghampirinya untuk bersua Nayla. Pemuda itu menceritakan tentang perpisahannya dengan Rere. Sedikit terkejut, Rere katanya lebih memilih mempertahankan pernikahan dengan Edzard, kakaknya daripada menanti Kenzo.     Jika dia berad
Read more
62.Perasaan
    Tepukan di punggung Kenzo untuk yang kesekian kali yang dilakukan Edzard menghantarkan Kenzo ke alam nyata. Memori malam kelabu tersebut perlahan pudar, tersisa hati yang teriris sembilu. Edzard melihat sahabat nya dengan tatapan bingung berkecamuk. Dirinya ikut andil dalam kemalangan yang menimpa Kenzo.    "Maaf Ken, maaf," ucap Edzard untuk kesekian kali.    "Untuk apa kau meminta maaf, semua sudah terjadi. Itu keputusan Rere, aku juga tidak dapat berbuat banyak hal," keluh Kenzo.     "Kau menangis?" tanya Edzard yang suara sesegukan.     "Aku tidak menangis, mana ada," kilah Kenzo menghapus dengan cepat linangan bening di pelupuk mata dengan ujung lengan jas warna hitam yang dia kenakan.       "Kau ini garang tapi hatimu selembut kapas, kau ini brengsek tetapi mudah iba," ejek Edzard.     "Sok tahu," decak Kenzo.    &
Read more
63. Tersesat
    Akbar dan Nayla saling pandang, Nayla memasang wajah kebingungan. Pasalnya mobil yang dikemudikan Akbar berhenti mendadak di sebuah pinggiran persawahan tempat yang tidak Nayla kenali. Akbar memasang wajah yang tidak dapat diartikan. Entah apa yang dia pikirkan, Nayla kurang paham.      "Bang, kenapa berhenti di tempat seperti ini?" tanya Nayla sekali lagi.      Akbar melepas sabuk pengaman, dia menoleh ke arah Nayla, menatap tajam. Nayla sampai bergidik melihatnya. Merasa ada yang aneh dengan tingkah laku sang tunangan. Nayla mendelik, dia melepas sabuk pengaman cepat kilat untuk kemudian mencengkeram dompet selempang yang dikenakan. Nayla hendak menimpuk Akbar dengan dompet tersebut jika Akbar berani macam-macam.     &
Read more
64.Rasa yang Ada
     Edzard terlihat gusar d ruang kerjanya, sesekali dia menyibak tirai melihat ke ruangan Evelyn yang terhalang jendela. Dia menyaksikan kedua istrinya sedang duduk rukun bersenda gurau di ruang nan sempit tersebut. Dua orang wanita dalam hidupnya, Edzard segera menutup kembali tirai ketika mereka beranjak bangkit. Edzard menghela napas panjang nan berat, lalu kembali duduk di ruangannya. Tidak lama pintu kembali terbuka, menyembullah kedua wanita cantik tersebut.       "Bang, Rere sepertinya mengantuk," ujar Evelyn. Dia memandang sang suami untuk kemudian beralih kepada Rere. "Saya tinggal ya, Re," ujar Evelyn keluar ruangan.      Senyumnya menghilang ketika pintu tertutup, Evelyn berjalan pelan menuju tempatnya duduk. Sakit sudah pasti, mana ada wanita yang rela melihat sang suami berduaan dengan wanita yang tidak lain adalah istri pertama sang suami. Evelyn menepuk dada, dia meyakinkan diri baik-baik saja. Evelyn meng
Read more
65.Kembali Berjumpa
      Edzard mengulas senyum, dia menatap wajah sang istri yang memerah. Baginya sangat sulit sekali mengendalikan perasaan untuk tetap fokus pada siapa yang dia temui. Edzard hanya manusia biasa, tidak pernah ada niatan untuk dirinya berpoligami. Apalagi harus menyakiti hati dua orang wanita. Jalan hidup yang tidak pernah dia duga sebelumnya.      "Wajahmu memerah, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Edzard menarik kursi dan duduk berhadapan, terhalang meja.      "Tidak ada, Bang," ucap Evelyn menggeleng.       "Maaf," ucap Edzard. Evelyn mendongak menatap wajah sang suami. Keduanya terdiam, hanya terdengar bising percakapan keramaian ruang kantor pada umumnya.
Read more
66.Keyakinan
    Nayla masih duduk di sudut kolam taman kediaman Julian. Dia mampir menghantarkan semur jengkol buatan sang ibu untuk diberikan kepada nyonya Julian. Wanita berpenampilan elegan itu duduk di samping Nayla, sibuk menyendok semur jengkol dalam wadah box yang Nayla bawa, meletakkan satu demi satu semur tersebut ke dalam piring nasi.      "Masakan Mama kamu selalu sedap Nay," puji Nyonya Julian.      Nayla tersenyum memperhatikan, siapa yang menyangka wanita elegan, yang selalu terlihat berwibawa juga selalu menjaga sikap di luaran sana itu akan nampak simpel sederhana dengan makanan kampung.      "Kalau papanya Kenzo pulang, bisa habis ini dimakan beliau," imbuh wanita cantik itu terkekeh.      "Tante tenang saja, Ayah sudah membawakan bekal makan semur juga kepada Om Julian ke kantor, kok," jawab Nayla mengulas senyum.      Nyonya Julian menatap wajah dara ma
Read more
67.Ciuman Itu
    "Pasti Abang sakit hati sekali ya Bang, sama seperti Nayla, Bang. Saya juga sakit ketika tahu perasaan saya dahulu," ucap Nayla.     Kenzo yang sedari tadi memperhatikan gadis itu di ambang pintu walk in closet berjalan mendekat. Ada sebilah rasa bahagia memancar. Harapan cinta yang mungkin datang terlambat. Andai saja, andai saja rasa itu terungkap lebih awal. Kenzo semakin berjalan mendekati gadis itu. Gadis yang masih menangis memeluk bingkai potret masa lalu. Lelaki itu meraih oundak Nayla. Gadis itu sontak terkejut, dia membalikkan badan. Buru-buru satu tangannya menghapus air mata meleleh. Kenzo dapat melihat pipi sembab itu dia tersenyum kecut. Kedua tangan berototnya meraup wajah Nayla lalu menghapus sisa air mata yang masih meleleh. Kenzo menundukkan kepala, mereka saling pandang dalam diam wajah Kenzo semakin mendekat, hingga tidak ada jarak lagi
Read more
68.Istri Pertama
   Sore hari, Edzard baru saja pulang ke rumah dengan kedua istrinya. Nampak rukun dan bahagia, yah, terlihat demikian. Namun, siapa yang tahu hati seseorang. Sakit itu terlalu nyata untuk dirasakan bagi kedua wanita yang berada di sisi Edzard. Lelaki itu paham benar, tidak selamanya dia bisa adil, sudah pasti dia menyakiti hati istri pertamanya juga hati istri kedua, evelyn wanita yang dia cinta.       Edzard berencana untuk mandi, dia masuk ke dalam kamar mandi kamarnya yang juga kamar Evelyn. Saat keluar Evelyn menyambutnya dengan senyum, dia menyerahkan pakaian yang dia tenteng di tangan. Wanita itu terpesona akan ketampanan lelaki yang sah menjadi suaminya tersebut. Rambut basah Edzard, air yang di ujung rambut tersebut menetes membasahi wajah gagahnya. Evelyn tersenyum ketika Edzard meraih pakaian di tangannya. Harum shampoo juga sabun bercampur menguar mengusik indra penciuman.      "Kau melamun, Sayang?" tanya Edza
Read more
69.Ritual Pagi
   Tetesan embun di pucuk dedaunan, jatuh ke tanah bersama semaraknya angin membuat gemerisik dedaunan di atas pohon. Burung mulai berkicauan, Rere terlihat duduk di depan meja riasnya, dia nampak manis dalam balutan dress warna navy berlengan motif terompet, setinggi di bawah lutut. Edzard sendiri tengah mengancingkan kemeja. Rere hang melihat segera berdiri menghampiri sang suami.      "Terima kasih, Sayang," ucap Edzard, dia mengecup kening Rere usai wanita itu menyimpul dasi untuknya.      Rere mengangguk, senyum sumringah mengembang di bibir. Edzard membimbing Rere dan mendudukkannya di depan meja rias. Dia membantu Rere mengeringkan rambut dengan pengering. Setelah kering, Edzard juga menyisir rambut istri pertamanya dengan pelan. Yah, begitu yang Edzard lakukan kepada kedua istrinya. Dia hanya mampu berusaha adil, meski dia paham benar tidak mungkin berbuat demikian. Edzard menarik pelan Rere yang tengah bangkit dari dud
Read more
70. Percaya
    Langit mulai cerah kembali, sinar mentari mulai memancar. Seorang gadis cantik berjalan dengan sedikit berlari ke arah gerbang. Mobil yang mengantarnya telah berlalu pergi beberapa menit lalu. Rere melenggang, berjalan santai. Dia mendelik melihat siapa yang menarik tangannya. Lelaki yang tidak asing bagi dirinya, terkejut sudah pasti.      "Kau?" Rere menatap pria itu dengan kening mengernyit.      "Maaf Re," ucapnya melepas cekalan.      "Bang Akbar," kata Rere kemudian.      "Iya, boleh kita bicara sebentar?" tanya Akbar penuh harap.       Rere mengangguk, "Silahkan ikut saya ke kantin saja, di sana banyak orang. Semisal Nayla melihat nanti dia tidak akan berpikir aneh-aneh," terang Rere.      Akbar mengangguk, dia mengikuti langkah Rere menuju jendela sebuah kantin. Keduanya duduk di samping jendela. Mereka saling pandang diam se
Read more
PREV
1
...
56789
...
25
DMCA.com Protection Status