Semua Bab Menikahi Tuan Parson: Bab 21 - Bab 30
36 Bab
Bab 21
“Bodoh kamu! Ga becus kamu Jovan!” umpatan Anne melengking memekakkan telinga Jovan, jika Anne menaikkan satu oktaf lagi tangga nadanya untuk mengumpat putranya bisa dipastikan bahwa gendang telinga Jovan akan pecah.Jovan hanya mampu berdiri tegap sambil mengepalkan tangannya saat ibunya melempari Jovan dengan berbagai benda yang bisa dia raih. Entah itu kotak tissue, berkas-berkas penting, remote AC, sampai bunga artificial yang melukai pelipis Jovan.Anne membelakangi Jovan dan melihat keadaan luar kantor dari lantai atas. Dia meringis mengamati pintu masuk kantor yang dipenuhi beberapa wartawan. Mereka pasti haus akan berita mengenai Brisia, putri yang selama ini disembunyikan Anne dan tak pernah Anne anggap. Sialnya hal itu terjadi karena Brisia menikah dengan Theo.Sebenarnya tak masalah jika Brisia menikah begitu saja dengan siapapun, tidak terkecuali dengan Theo. Pasangan muda mudi itu seolah mempermaikan Anne dengan mempublikasikan acara per
Baca selengkapnya
Bab 22
Begitu Brisia masuk kembali ke dalam rumah, dia berinisiatif menyapa anggota keluarga lainnya, mencoba berbaur seperti saran Theo.Belum sempat mulut Brisia terbuka, dengan jelas orang-orang itu menghindari Brisia, ada yang sengaja balik badan, pura-pura mengangkat telpon atau berlalu begitu saja.Apa-apaan sih? Kenapa mereka judes semua?Gerutu Brisia dalam hatinya. Kedua matanya aktif mencari mertuanya, barangkali dia bisa menghabiskan waktu dengan ibunya Theo daripada harus berkelana sendirian di rumah megah ini.“Hey! Kenapa celingak-celinguk begitu? Kamu mau nyuri, ya?”Brisia menderlingkan matanya, bukannya bertemu dengan ibunya Theo, dia malah bertemu dengan Jenni si rambut merah yang selalu cari masalah dengannya.“Apa sih? Bisa gak kamu ga nethink terus sama orang?” ujar Brisia, mengeluarkan kekesalannya.“Cih, sekarang berlagak ya mentang-mentang ga ada mertua~” ejek Jenni.
Baca selengkapnya
Bab 23
“Saya mau kamu ikut dengan saya, pergi berbulan madu.”Kalimat yang diucapkan Theo terngiang-ngiang di kepala Brisia. Bisa-bisanya pria itu berucap dengan santai, untung saja serangan panik Brisia tak kambuh saat mendengarnya. Tapi efeknya masih terasa sampai saat ini. Brisia masih duduk di kasurnya, menekuk lutut dengan tatapan mata kosong.Lantas Theo? Tidak peduli. Seperti malam-malam sebelumnya dia bisa tidur dengan nyenyak, seolah menganggap Brisia adalah benda mati.Bulan madu katanya? Apa dia benar-benar mau melakukan itu? Ah, sial!***Keesokan pagi, di ruang makan keluarga Parson.Brisia dan Theo adalah orang pertama yang sampai di meja. Mereka duduk berdampingan sambil menunggu anggota keluarga lain untuk berkumpul, sarapan bersama. Beberapa pelayan sibuk membawa hidangan untuk Tuan dan Nyonya mereka.Rasa kantuk yang menguasai Brisia tak terelakkan, dia yang baru bisa tertidur jam empat pagi kini harus
Baca selengkapnya
Bab 24
Brisia berpangku tangan, wajahnya muram dengan tatapan wajah kosong menatap langit mendung yang membentang luas bergulung dengan awan kelabu. Seolah langit menyuarakan isi hatinya, Brisia hanya mampu menghela nafas panjang seraya menopang dagu.Gadis dengan surai hitam kecokelatan itu kembali teringat saat beberapa waktu yang lalu ia jadi bahan olok-olokan Jenni di depan calon iparnya, Ellena, juga di depan ibu mertua dan neneknya. Rasanya ia malu sekali karena tak bisa berbahasa Belanda. Lagipula siapa yang membuat stigma konyol itu? Meski wajahnya kebarat-baratan belum tentu kan kalau dia bisa berbahasa asing?Satu-satunya Bahasa asing yang ia kuasai adalah Bahasa inggris, tak lebih dari itu. Brisia memijit pelipisnya, baginya rumah barunya ini tak jauh beda dengan rumahnya yang dulu. Jika saat di kediaman Atmadja dia dikucilkan dan dianggap makhluk transparan, bedanya disini dia di pandang hanya sebagai bahan guyonan.Memang kedua mertuanya selalu membelanya,
Baca selengkapnya
Bab 25
Benar, Theodore Maxmillan Parson adalah orang yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan dengan mudah, atau mungkin alam memang selalu memberi peruntungan baginya?Ck, sialan!Brisia merintih dalam hati merasa ketidak adilan dalam hidupnya, saat ia mati-matian memperjuangkan apa yang ia mau, di sisi lain Theo hanya perlu menjentikan jari tanpa perlu keluar effort untuk menggapai apa yang ia inginkan.Seperti kali ini saat Theo pulang kerumah dan menyeretnya keluar untuk pergi bulan madu bersamanya. Hah! Bulan madu apanya kalau kepergian mereka saja mendadak dan dengan cara kasar seperti ini?Meski dalam hati Brisia merasa senang karena untuk beberapa hari kedepan dia terbebas dari manusia-manusia yang tinggal di kediaman keluarga Parson, tapi justru untuk beberapa hari ke depan Brisia akan dua puluh empatnya menghabiskan waktu bersama pria angkuh itu. Entah apa yang akan di lakukan Theo pada Brisia.Mungkin saat ini Brisia bisa menyiapka
Baca selengkapnya
Bab 26
“Ma … Mama ….”Seorang wanita paruh baya tercekat mendengar suara ringan seorang gadis familiar baginya. Dia menoleh kearah pintu dan mendapati sepasang muda-mudi yang mematung disana. Sejurus kemudian senyum tulus dari wajah manisnya terukir sempurna.Sementara itu Brisia masih mematung di belakang suaminya. Matanya yang tak tahan menampung bulir bening itu akhirnya tumpah ruah membasahi wajah cantik yang terbalut riasan sederhana. Perlahan isak tangisnya mulai terdengar, lambat laun tangisannya menjadi lebih deras.Theo menoleh, melihat istrinya yang selama ini tegar saat menjalani kehidupannya di keluarga Atmadja kini menunjukkan sisi lainnya yang begitu rapuh. Menurut Theo, istrinya memiliki hati seperti mermaid, dimana ia tak akan menangis meski di siksa atau menderita, tetapi airmata berharganya itu akan keluar saat hatinya merasa tersentuh dan bahagia.“Ini nyata, Mama udah bangun dari komanya, temui dia!” bisi
Baca selengkapnya
Bab 27
“Aku masih lama di sini, kalau kamu bosen kamu bisa pergi!”Theo dan Nnyonya Bianca menoleh bersamaan pada Brisia yang duduk di samping ranjang Nnyonya Bianca. Theo tersenyum sekilas, merasa tertohok dengan perkataan istrinya yang seakan tak menginginkan kehadirannya diantara para wanita itu.Setelah Theo berhasil memperkenalkan dirinya, sesingkat itu pula Brisia memberikan tawaran agar Theo keluar. Sebenarnya itu lebih terdengar seperti pengusiran, bukan tawaran. Theo beralih pada wanita paruh baya, Mamanya Brisia. Pantas saja putrinya cantik, ternyata kecantikannya itu seolah turun dari wajah sang ibu. Keduanya terlihat ayu, hanya saja pancaran wajah Nyonya Bianca terasa lebih damai, beda dengan wajah putrinya yang cantik juga tegas, mungkin Tuan Renand turut andil memberikan sisi ketegasan pada Brisia kan?“Kalau Theo mau disini juga ga apa-apa kok, Mama juga pengen lebih deket sama menantu Mama,” ujar Nyonya Bianca seraya menoleh pada
Baca selengkapnya
Bab 28
“Hah, sialan!” umpat seorang wanita tua di dalam ruang kerjanya. Ada tiga buah botol alhokol berjejer di mejanya, dua di antaranya sudah teguk habis oleh Anne seorang diri.Sudah sejak sore hari Anne menghabiskan waktunya di ruang kerja, berkutat dengan segala masalah yang tertimbun dibenaknya, semakin ia memikirkan segala masalahnya, semakin besar pula Anne membenci putri tirinya. Andai saja anak itu tidak bertemu keluarga Parson, tentu saja perusahaan tidak akan drop seperti ini.Pernikahan Brisia dengan Tuan Muda Parson itu berdampak besar bagi perusahaan, semakin hari semakin sulit untuk mendapat relasi dan investor, beberapa kali tim audit datang dan memeriksa keuangan perusahaan, hanya karena Anne menyembunyikan putri tirinya maka spekulasi tentang penggelapan uang yang di lakukan Anne pun bermunculan.“Hah!”Anne mendorong ketiga botol minuman alcohol itu, suara pecahan botol terdengar nyaring sampai ke luar ruangan. Tepat s
Baca selengkapnya
Bab 29
“Aaaaa~ wah, hebat!” ungkap Theo saat istrinya memakan lahap sesendok penuh makanan yang ia suapi. Brisia hampir saja tersedak karena porsi yang Theo berikan sungguh banyak. Setelah Theo berhasil berbohong dengan mulus pada ibunya, Brisia hanya mampu mengiyakan dan meladeni segala permainan Theo.Sampai saat keduanya berpamitan untuk pulang karena jam besuk sudah berakhir, selain itu lambat laun hari pun mulai gelap. Theo kembali tak mengacuhkan istrinya, ia jalan duluan sambil menyeret koper menyusuri trotoar mencari hotel tempat mereka menginap.Sedangkan Brisia? Gadis itu jelas bermuka masam. Theo kembali ke sifat asal, selalu tak acuh dan malah menganggap Brisia transparan, sama sekali tak peduli bahwa gadis itu kesulitan menyeret barang bawaannya.Brisia berhenti, kakinya kesakitan. Dia melepas heels yang membuat kakinya pegal seharian. Dilihatnya lagi punggung suaminya telah menghilang, namun ia tak panik. Jika dia kehilangan jejak Theo, Brisia
Baca selengkapnya
Bab 30 (!)
“Ini kali terakhir saya meminta, bersediakah kamu mengandung anak saya …?”..Tubuh Brisia bergerak kikuk tak tentu arah menahan diri untuk tak menggeliat maupun sekedar mengeluarkan desahan akibat sentuhan abstrak jari-jari jenjang Theo. Beberapa kali gadis itu menggigit bibirnya sendiri ketika tubuhnya dihujani kecupan panas dari bibir seksi milik suaminya.Deru nafas dan dentuman jantung seakan berlomba-lomba menyeret Brisia dalam jurang kenikmatan. Untuk pertama kalinya, gadis itu tak tahu apa yang harus dia lakukan, dalam pikirannya ia tak mau melakukan ini, dia belum sepenuhnya percaya pada Theo yang pandai bermain peran, pria manipulative dan ambisius, Brisia tak ingin menyerahkan mahkotanya secepat ini.Tetapi, ketika pikirannya sibuk menimbang penilaiannya yang naif, di sisi lain Brisia menginginkan lebih, segala hal yang Theo lakukan padanya kali ini seakan menjadi candu yang memabukkan. Secara naluri Brisia pun menikm
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status