Semua Bab Bayangan Cinta: Bab 1 - Bab 10
82 Bab
Mencoba Peruntungan
"Ayolah, kita semua menyukai Cinderella. aku, kamu atau dia. Hei ... kamu masih tidak mengakui menyukai cindrella! Aku akan berbisik di telingamu, kita bukan memimpikan pangeran berkuda, tapi seorang pria tampan dengan kuasa dan kekayaan seperti pangeran." Kara memoles lipstik sebelum membuka pintu mobil. Menapak kaki jenjangnya di parkiran basement Paraduta Group, dia akan melamar pekerjaan. Cinderella menjemput pangeran di istana, Kara harus menjemput rejeki di sini. Tap.. Tap... Suara sepatu Kara menggema di tempat parkir yang luas dan sepi. Melewati deretan mobil mewah yang berjajar rapi. Sebuah simbol 'kemakmuran' penghuni di sini. Jemari lentik Kara menyentuh setiap mobil, mengetuk pelan. Dia menganggap dirinya seorang putri, dan mengumpamakan barisan mobil sebagai punggawa. Seiring langkah kaki jenjang Kara. Pikiran demi pikiran melintas dalam ingatan, terangkai menjadi jalinan kisah yang menjadi alasan dirinya berada di perusahaan terbesar di
Baca selengkapnya
Interview
Kara keluar dari lift dengan langkah percaya diri. Dia menegakkan tubuhnya menghasilkan tulang punggung sempurna. Langkah sepatu Kara kali ini tidak menimbulkan suara dalam lantai 14, Teredam karpet keabuan gelap. Seperti gelap mata Kara yang berbanding terbalik dengan senyuman yang diberikan pada seorang pegawai. Dia sepertinya memang menunggu kedatangan Kara.Kara mengikuti langkah pegawai dengan name tag di dadanya 'Rani Lintar', menuju ke koridor dengan pintu hitam pekat berjajar rapi. Mereka berhenti pada sebuah pintu dengan keterangan 'Manager Human Resource Development (HRD). Dari jendela kecil di pintu, Kara bisa melihat seorang pria tampak serius dengan laptopnya."Bapak Daniel sudah menunggu anda, Silakan masuk!" Rani membukakan pintu untuk Kara yang dibalas dengan anggukan kecil sebagai ucapan terimakasih.Daniel, Manager HRD yang menerima map lamaran Kara menyungging senyum penuh arti. Dalam hitungan detik, Daniel menganalisa sosok di depannya. 
Baca selengkapnya
Tentang Kara dan Garvin
Ting... Pintu lift baru terbuka ketika pengguna lift di belakang Kara menabrak tubuhnya, Membuat Kara terhuyung ke samping. "Aduh ...." Refleks sepasang netra Kara melotot ke arah penabrak. Pria itu sengaja melakukannya, dia membalas dengan sudut bibir mengarah ke atas. "Kau menghalangi jalanku!" katanya datar, Kara baru akan memaki ketika mendengar perkataan petugas lift. "Silakan, Bapak Garvin!"  Bu Mira sudah menyampaikan ke saya berapa waktu lalu, Profil anda pun sudah dikirimkan oleh beliau. Saya juga sudah mempelajarinya. Anda beruntung saat ini posisi Customer Service di ruangan CEO sedang kosong. Anda akan menempatkan posisi sebagai Staf dari CEO, Prabu Garvin. Saya akan menghubungi Daniel untuk mengatur jadwal interview anda. Perkataan bapak Agus kembali tergiang di telinga Kara. "Apakah pria tadi adalah bapak Garvin, CEO perusahaan ini?" tanya Kara kepada petugas lift. "Benar sekali, Bu. Lift pribadi Pak Garvin
Baca selengkapnya
Hal Baru Bagi Kara
Jam dinding menunjukkan pukul 23:45 ketika Garvin tiba di rumah, dia melonggarkan dasi dan membuka kancing atas kemeja. Matanya menatap nanar ke foto pernikahan dia dan Amara yang terpasang di dinding. Foto yang enggan Garvin turunkan, seakan dia berharap keajaiban terjadi. Amara mengetuk pintu rumah dan mengatakan bahwa bukan dirinya yang mengalami kecelakaan. Garvin masih merasakan kehangatan pelukan dan tawa Amara sebelum dia pergi ke pernikahan sahabatnya. Dia masih melihat Amara memasuki mobil dan melambaikan tangan. Sulit baginya menerima kenyataan, ketika dua jam kemudian menerima kabar Amara tewas dalam kecelakaan. Amara Bunga Kayla, perempuan yang dikenalnya semasa kuliah. Amara merupakan sepupu Ben, sahabat Garvin dari bangku sekolah menengah pertama. Garvin yang menghabiskan pendidikan di universitas terbaik di Amerika Serikat. Kala itu pulang liburan ke Indonesia, dia mengunjungi Ben. Pertemuan pertama dengan Amara terjadi di rumah Ben, getaran pe
Baca selengkapnya
Waktu bersenang-senang
Kara melepaskan rol rambut, mengunci dengan hair spray. Merapikan menggunakan jemari lentiknya. Memberi efek rambut bergelombang seksi. Dia memoleskan lipstik nude, menyapukan blush on berwarna coral terakhir, dia menggunakan sikat khusus untuk menimbulkan efek serat pada alisnya.    Aktivitas Kara belum berakhir, Dia menggantikan dress dengan kemeja boyfriend warna putih. Memadupadankan dengan jeans dan sepatu kets berwarna putih. Tas sling bag di sematkan pada bahunya. Santai membuat penampilan diri tampak lebih muda dari usianya, Paling penting menyembunyikan fakta dia seorang janda dengah kisah rumah tangga suram. "Sempurna," decaknya kagum pada diri sendiri. 13:15 Wib Lebih cepat dari waktu yang dijanjikan ketika Kara tiba di mall. Dia mengisi waktunya dengan memanjakan mata melihat barang mewah di etalase. Entah kapan Kara bisa memasuki tempat itu. Harga satu barang saja bisa menghabiskan berapa bulan gaji Kara. Jika dia mengin
Baca selengkapnya
Dia
Leonard mengejar Garvin, wajah tampan yang menampilkan ekspresi tidak bersahabat. Rahang Garvin tampak mengeras. Ada kemarahan tak tersalurkan, Leonard memilih diam. Bukan saat tepat untuk mengeluarkan pendapat. Leonard mengakui kemiripan yang tak terelakkan dari raut gadis di restoran tadi, tapi untuk mengatakan itu orang yang sama. Jelas mustahil, Amara meninggal lima tahun lalu saat berusia 27 tahun. Sekarang jika dia masih ada maka usia Amara adalah 32 tahun. Gadis itu tampak jauh lebih muda. "Pak, Apakah anda jadi menemui manager mall?" tanya Leonard ketika mereka berada di lift. Mall 'ParaDita' termasuk dalam Paraduta Group. Rencananya hari ini Garvin akan berkunjung, Ada yang ingin di sampaikan terkait kepulangan dari eropa. "Batalkan!" perintah Garvin. "Baik, Pak. Apakah perlu di jadwalkan kembali ke tempat kita?" "Iya, Sampaikan pada Laura untuk mengirim surel!" Leonard segera melakukan perintah Garvin, Dia tidak suka seseoran
Baca selengkapnya
Hari Pertama Kerja
Laura menunjukkan meja kerja Kara. "Di sini tempatnya, Siapa namamu?" "Dia bertanya dengan nada merendahkan, Garvin sudah menyebutkan nama ku tapi sikapnya seakan itu bukan hal penting untuk di ingat", pikir Kara di saat bersamaan otaknya merespon menandai wanita molek di hadapannya. "Nama saya ... Kara Garvita, Bu," jawab Kara dengan nada santun sedikit menundukkan kepala. Bersikap lemah akan mengurangi kewaspadaan belut listrik seperti ini untuk memangsanya. "Kamu sudah tahu bukan pekerjaanmu? menyambut tamu," senyuman tertahan tersungging di wajah mulus tanpa noda milik Laura. "Terserah apa istilah kamu untuk menyebutnya. Aku mendapatkan bayaran untuk ini", batin Kara sambil menyunggingkan senyuman manis sebelum menjawab, "Tapi bukan itu yang kami pelajari pada saat training, Ada...." "Kamu tahu? Customer service di sini bertahan paling lama tiga bulan. Aku ingin melihat mu berapa lama bertahan...." potong Laura sambil berlalu dari hadapan
Baca selengkapnya
Latar kehidupan Kara
Kara melirik arloji, Akhirnya yang di tunggu tiba. Jam istirahat, gadis itu segera menuju kafetaria. Kali ini dia mempelajari denah kantor tanpa perlu bertanya pada Laura. Kaki jenjangnya berayun Lincah. Kara telah memperhitungkan dengan cermat, uang warisan dari bu Mila cukup bertahan sampai gaji bulan depan.  Leher jenjang Kara menjulur mencari keberadaan Feli. Dia telah berjanji dengan Feli untuk bertemu di kafetaria. Sebagai karyawan baru, mereka belum memiliki teman. Apalagi Kara, tidak mungkin berteman dengan Laura, berat. "Hei ... lehermu menyaingi jerapah," sapa Feli yang telah berdiri di samping Kara. "Aku bahkan tidak mendengar kedatanganmu," cibir Kara pura-pura merajuk yang di sambut tawa Feli. "Kita mengantri di sana, yuk," tanpa menunggu jawaban Kara. Feli menarik tangan Kara, beberapa karyawan pria melirik ke arah mereka berdua dengan minat. Dua karyawan baru yang menawan. Keduanya telah tiba di meja dengan makan siang yang
Baca selengkapnya
Pendekatan Garvin
"Mengapa aku harus kehilangan sesuatu, saat aku berpikir sudah berada di genggaman," dengus Kara kesal.  "Kehilangan? suatu hal yang harus mengajarkan arti menghargai," sahut Feli dengan bijak seakan menceramahi remaja yang baru putus cinta. "Huh... aku kesal sekali," sungut Kara, dia mengaduk-ngaduk spagheti tanpa minat. "Aku berani taruhan, kamu pasti segera mendapat ganti dengan mudah," "Hmmm..." Sejak pertemuan terakhir di kafe sore hari, Elang tidak pernah menghubungi Kara. Berapa kali Kara menghubungi Elang tapi tidak mendapatkan respon. Dia dan Feli juga mendatangi coffe shop Elang di mall 'Paradita' tetapi sudah tutup. Kara mendengus, Dia kehilangan kesenangan. Elang tampan, muda dan aromanya wangi. Jauh sekali dengan aroma Bastian. Seringkali bau keringat dan alkohol, Menyebalkan. "Mengapa. dia tidak pernah menghubungi ku lagi?" tanya Kara kembali. Feli memandang sesaat temannya lalu mengaduk teh di depannya.
Baca selengkapnya
Bertemu Bastian
"Pria itu seperti devil bertopeng angel. Mereka mengangkatmu tinggi ke angkasa lalu menghempasmu ke bumi, bahkan tanpa rasa ampun," kata Kara sinis. Di sebelahnya Feli menyimak sambil menikmati makan siang. Kafetaria ramai seperti biasa, Kara tak memperdulikan suaranya akan terdengar oleh pengunjung lain. "Jadi kamu keluar dari apartemen itu tadi malam?" tanya Feli dengan nada rendah. Dia mengamati wajah Kara yang tampak kesal. "Ya ... security apartemen mengatakan aku diminta keluar oleh penyewa, Arjuna bahkan memutuskan hubungan kami begitu saja. Apakah ciuman ku begitu buruk sampai dia mengambil keputusan ketika kami selesai berciuman?" "Menyedihkan," kata Feli mencoba bersimpati walau dia merasa geli. "mungkin Kara lupa menggosok gigi ketika mereka berciuman," batinnya dalam hati. "Padahal dia begitu tampan." ujar Kara sambil memegang kedua pipinya membuat Feli menggelengkan kepala melihat temannya. Feli memutar bola mata. "Kamu memang tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status