Semua Bab Bayangan Cinta: Bab 21 - Bab 30
82 Bab
Membiasakan diri
Pagi yang menyesakkan, Kara merangkak keluar dari selimut. Dia menendang dengan kasar membiarkan selimut putih polos teronggok di lantai. Tubuh Garvin tersingkap, lalu secepat kilat Kara mengambil kembali dan menutup Garvin sebelum dia terbangun. Kara tidak mau Garvin memintanya melakukan apa yang dinamakan Garvin 'hasrat terpendam'.Mulut dan tangan Kara terasa kebas, Garvin seakan tak pernah puas. Terpendam atau memang tak pernah di salurkan. Dia menggerutu sambil memijat kedua pipinya dengan tangan. Kara menghabiskan waktu lebih lama di kamar mandi, menatap putus asa pada smart toilet.Mengapa mereka membutuhkan banyak tombol hanya untuk urusan buang air? Kara harus menjelma menjadi seperti Amara, sesuai kesepakatan dan permintaan Garvin. Dia tidak boleh udik, Kara harus menyenangkan Garvin. Dia keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar dan wangi. Kali ini Kara bernapas lega, Garvin terlalu sibuk menyiapkan kepindahan Kara dari Paradise Pl
Baca selengkapnya
Honeymoon
"Dia pantas mendapatkan hukuman!" Wanita cantik dengan mata coklat dihiasi bibir merah menyala, menyeringai penuh kepuasan. Suara rintihan kesakitan pelayan yang sedang menerima hukuman, seakan musik menyenangkan di telinganya."Arrgghhh ... am-pun, Nyo-nya." harap Elisabeth nama pelayan, dia berjongkok sambil meratap memohon ampun. Kedua pengawal mencambuk kuat gadis malang yang berharap kehilangan kesadaran, agar tak merasa sakit."Pukul lebih kuat lagi!""Nyonya, tolong maafkan Elisabeth." Robert memohon, dia tak tahan melihat alur memerah merembes dari pakaian pelayan yang tak sengaja memecah parfum kesayangan Amara."Kamu mau menggantikan tempat Elisabeth, Robert?" "Robert ... Robert!" Panggilan yang awalnya pelan berakhir menjadi bentakan. Membuat Robert tersadar dari lamunan, dia kembali berada di masa sekarang. Kara menatap manik mata Robert dengan tak sabar."Maaf, maafkan saya, Nyonya Ra."Kara mengibaskan tang
Baca selengkapnya
Menjadi Amara
Keesokan harinya, ketika Kara bangun, Garvin sudah rapi berpakaian. Kara memperhatikan Garvin dari tempat tidur. Ia memiliki garis wajah yang sempurna, keseluruhan yang ada di wajah Garvin membentuk kata tampan layak di sandangnya. Ia menoleh lalu menghampiri Kara, membungkuk memberi ciuman pagi. "Bangun, sayang, kita akan berpergian kembali." Garvin tak mengatakan kemana mereka pergi. Kara seakan berada dalam mimpi ketika Perancis adalah tempat yang mereka tuju. Jika ini adalah mimpi maka aku tak mau bangun. Batin Kara dengan letupan bahagia. Kakinya gemetar ketika pertama kali melihat menara Eiffel. Jiwanya melayang ketika melihat keindahan Place Vendome. Mereka menginap di Ritz, sesekali Kara merasa takut ini hanya mimpi, tapi genggaman hangat tangan Garvin selalu menyadar Kara jika ia tak bermimpi. Dia mulai menyukai Garvin, pada kemewahan yang diberikan oleh Garvin. Menikmati aktivitas mengunjungi tempat ikonik di Perancis, di lanjutkan dengan berbelanja
Baca selengkapnya
Pria Masa lalu Amara
"A-ku ... aku bukan siapa-siapa untukmu." Kara menepis tangan Reinhard yang masih bertengger di lengan, mengumpulkan energi yang ada dan mengalirkan untuk segera lari menjauh dari Reinhard. Apa yang harus ia katakan? tak ada alasan yang terpikirkan di otak Kara. Ia mencatat di pikiran. Melarikan diri dari masalah akan menjadi keahlian baru. Reinhard tersenyum geli melihat langkah cepat Kara, dengan high heel di tambah dress ketat membalut tubuh. Langkah Kara tidak secepat yang ia kira, dua langkah Reinhard sudah bisa menyusul Kara. "Ikut, aku!" Reinhard menggamit lengan Kara. "Jangan berontak!" perintah Reinhard yang jelas di tolak Kara. "Jangan menyentuh ku!" Tangan Kara yang bebas, mengarah ke wajah Reinhard. "Aku akan berteriak dan mempermalukan kamu, disini!" Kara menyapu seluruh mall. Dia mengumpat kesal ketika pengunjung mall yang ada justru membuang wajah melihat Kara dan Reinhard. Mereka hanya menganggap tak lebih sepasang kekasih tak tahu malu berten
Baca selengkapnya
Mencari tahu tentang Amara
Jantung Kara berdegup kencang. Perkataan Reinhard membuat ketegangan pada jiwa Kara. Ia masih merasakan kakinya bergetar hebat, ketika memasuki mobil. Kara setengah mati bersikap normal agar Ben tidak curiga, tapi suara yang keluar mengkhianati dirinya. "Apartemen Paradise Place, Ben." Nada gemetar dalam suara Kara, membuat Ben refleks menoleh. "Baik, Nyonya. Apakah ada yang tidak beres?""Tidak, tapi saya lupa sesuatu yang penting dan tertinggal pada saat pindah ke kediaman Garvin." Kara diam sejenak. "Semoga masih ada di sana." Sejak menikah dengan Garvin, ia harus pandai bersilat lidah. Kara tidak mau Ben mengadu kepada Garvin, Ben adalah sopir yang di pilih Garvin. Kesetiaan Ben bukan dipersembahkan kepada Kara, tetapi pada tuannya, Garvin."Iya, Nyonya, semoga." Ben kembali menatap lurus ke depan, memacu mobil keluar dari Diamond Mall.Kara menoleh ke belakang, memandang Diamond Mall yang semakin mengecil, lalu menghilang dalam pan
Baca selengkapnya
Satu cerita lagi
Sinar matahari menerobos masuk, menciptakan kilauan lembut pada penutup ranjang dari bahan sutra. Bahan yang sama melapisi sofa pada kamar utama di kediaman Garvin. Kara berangkat dari ranjang, membuka lebar tirai. Membuka akses sebanyak mungkin sinar matahari masuk ke kamar, dia membutuhkan penerang cahaya untuk berpikir. Ia berjalan menghampiri foto Amara, bersidekap memandang raut rupawan wanita yang tersenyum bahagia di foto. Amara tak pernah berada di posisi terendah dalam kasta masyarakat, jika ia tahu betapa berharga cinta seorang suami. Amara tak akan melakukan hal hina di belakang Garvin. "Kamu memandang kembaran mu, sayang?" Aroma mint menyentuh indra penciuman Kara, rangkulan Garvin di pinggang Kara, membuat ia menoleh dan mendapatkan ciuman pagi dari Garvin. Kembaran? dia mengatakan kembaran Amara. Hanya dalam imaginasi mu, Garvin! Aku tak sudi disamakan dengan Amara Bunga Kayla. Jerit Kara dalam hati. "Ia, dia sangat cantik dan penuh peso
Baca selengkapnya
Sahabat Garvin
Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa ingin tahu besar, suatu hal mendasari lahir pengetahuan dan teknologi. Dorongan ingin tahu positif melahirkan penemuan yang baik dan bermanfaat. Berbanding terbalik dengan dorongan negatif yang berdampak buruk bagi pemilik keingintahuan tersebut.Sekarang dalam kasus Amara. Keingintahuan ini akankah melahirkan kehidupan yang bermanfaat untuk ku? kata Kara dalam benaknya. Dia telah tiba di Paradita Mall, kembali menuju toilet untuk berganti pakaian. Kara terdiam sejenak, dia keluar dari bilik toilet. Memperhatikan bayangan di cermin wastafel, memoles lipstik merah agar wajahnya tak tampak pias. Setelah memastikan wajah kembali segar, Kara bergegas membeli keperluan untuk keluarganya. Seperti yang ia sampaikan kepada Garvin, alasan keluar hari ini.Ia belanja dengan cepat, berharap semua sesuai ukuran untuk keluarga di kota kelahiran Kara. Ben telah menunggu di lobby mall, dia pria berwajah kaku, datar, jarang tersen
Baca selengkapnya
Ibu Mertua dan Adik Ipar
Kehidupan macam apa yang sebenarnya ku inginkan? bergelimang harta tapi beban pikiran menyelimuti diri setiap saat, atau hidup sederhana tapi bahagia seperti ketika bersama orangtua dan adik-adikku. Hmmm, tapi benarkah aku bahagia kala itu? Bahagia dengan perut pedih menahan lapar, sepatu usang di bawah tatapan mengejek murid lain di sekolah? apakah aku bahagia? Jangan-jangan aku tak pernah tahu apa rasa bahagia, karena memang tak pernah ku rasakan.Kara menghembuskan napas panjang seiring pikiran yang melintas dalam benaknya. Dia sedang memandang taman indah di belakang kediaman Garvin tanpa hasrat, sambil meneguk teh perlahan. Secangkir teh yang di dapatkan Kara setelah berdebat dengan pelayan dan Robert setengah jam lalu. Membuat bibirnya melengkung memandang cairan dalam cangkir porselen yang mahal. Setidaknya kata pelayan tak tahu diri tadi. "Buatkan aku secangkir teh." perintah Kara ketika dia baru selesai mengantar Garvin pergi bekerja. Pelayan berpakaian
Baca selengkapnya
Ingin Tahu
Kemewahan adalah sesuatu yang tak mampu dimiliki. Sekarang ketika apa yang di kehendaki bisa dengan mudah ada di tangan, tanpa perlu memikirkan nominal tertera? bisakah itu di sebut mewah? Sebuah pertanyaan hadir kembali tentang arti kemewahan dalam dirinya, lalu dia kembali bertanya dalam hati. Apakah kebebasan sekarang merupakan kemewahan? Kara memandang pantulan dirinya, cermin membalikkan posisi objek yang ada di depannya. Kanan menjadi kiri, kiri menjadi kanan. Dia melirik midi dress yang berada di atas ranjang. Garvin telah memilih apa yang akan digunakannya hari ini. "Ben akan mengantarkanmu untuk bertemu, Feli?" Garvin memasang jas di tubuh ramping atletis miliknya. Dia begitu menawan, Kara masih ingat pembicaraan 'siapa wanita' Garvin di Paraduta Group, selalu menjadi topik favorit yang dibahas sembunyi-sembunyi oleh sebagian besar karyawati. Bisa jadi mereka terjungkal karena shock jika tahu Kara adalah istri Garvin. "Terlalu mencolok jika Ben yang
Baca selengkapnya
Kematian Bastian
"Kamu mengirim pengawal untuk mengawasi ku?" Kara menghampiri Garvin di meja kerjanya. Pria itu melirik sebentar, lalu kembali berkutat dengan lembaran kertas kerja dan laptop. Ia mengabaikan keberadaan Kara, seakan dirinya transparan tak terlihat dalam pandangan Garvin. Kara memejam matanya sejenak, lalu membuka kembali. Ia berusaha meredamkan perasaannya yang bercampur aduk, sementara jemari lentik Kara menggapai meraih tangan Garvin. "Aku bertanya padamu, Garvin." Pria itu menyingkirkan tangan Kara, ia menggaruk telinga. Seakan di telinganya kalimat Kara terdengar seperti dengungan nyamuk. "Aku memastikan kamu aman, sayang. Seharusnya ucapan terimakasih yang ku terima." "Kamu tidak perlu melakukan itu. Aku membutuhkan waktu pribadi sendiri. Pengawasan yang kamu lakukan ... menganggu ku." "Menganggu katamu." Suara Garvin terdengar kasar. Ia berdiri melewati tinggi Kara. "Lalu untuk apa menggunakan rambut palsu, kemudian mengunjungi tempat favorit Am
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status