Semua Bab Khair dan Khaira: Bab 51 - Bab 60
91 Bab
Mimpi Buruk
“Riang, Khaira, ayo gosok gigi terus wudhu dulu sebelum tidur!” komando ummi Latifah kepada kedua perempuan muda yang bak masih kanak-kanak di matanya.“Kan sedang haid, Ummi ....” protes Riang.“Ya sudah gosok gigi. Masa lagi haid juga libur gosok gigi?”Riang bersungut-sungut. Namun, Khaira hari itu merasa seperti sungguh-sungguh diperlakukan sebagai anak oleh seorang ibu. Dengan senang hati dia mengikuti semua perintah tuan rumah.“Riang sayang, awas kamu kalau begadang!” hardik ummi Latifah, “Khaira juga, jangan mau diajak ronda sama anak ummi, ya! Kamu harus istirahat, jaga kesehatan.”Khaira mengangguk. Sementara Riang protes sambil manyun, “Masa Teh Khaira aja yang disuruh jaga kesehatan. Riang enggak?”“Iya, kamu juga, Sayang ....” Ummi Latifah menjawil pipi Riang sebelum anak gadisnya itu masuk kamar bersama Khaira.“Tadinya siang tuh Ri
Baca selengkapnya
Pengajian
Keesokan harinya, acara pengajian digelar sesuai rencana. Riang bertugas membaca ayat suci Alquran. Kemudian, dilanjutkan pidato sambutan dari donatur, Yayasan, dan pemimpin panti. Ahsan yang dijadwalkan memberikan sambutan sebagai donatur malah terlambat datang. Tak menunggu, acara inti akan tetap dilangsungkan yakni pengajian dan tausiyah oleh Ummi Latifah. Khaira menepi ke luar sejak Riang dipanggil untuk tilawah Alquran. Setelah mengecek semua bingkisan yang akan diberikan kepada para lansia, Khaira duduk di teras samping masjid yang jadi tempat pengajian digelar. Dia juga mendengar suara Riang yang merdu melantunkan ayat suci  Alquran. Pagi tadi, dia suci dari haid dan sudah bisa menjalankan shalat subuh berjamaah bersama Khaira dan ibunya. Quran surat At Taubah ayat 40 dilantunkan Riang dengan mulus. Ketika tiba pada lafaz ‘Laa tahzan, Innallaha ma’ana,’ ada yang menghangat di mata Khaira. Hatinya tergetar begitu saja. Terlebih ketika dikat
Baca selengkapnya
Keputusan Khaira
Beberapa bingkisan tersisa dan langsung diamankan panitia. Riang sontak mendelik waktu totebag berisi sembako dan mukena itu direbut dari tangannya.“Nanti saya serahkan langsung kepada penerimanya.” Demikian kata pihak panitia. Riang melaporkan hal itu kepada Umminya.“Di acara amal pun masih ada saja yang cari-cari kesempatan, ya, Ummi?” celoteh Riang.“Sudah ada list penerimanya. Jadi kamu jangan suudzon begitu, sayang,” timpal ummi Latifah bijak.“Ummi mana tahu kelakuan orang di belakang,” sungut Riang.“Ish ... Riang!” Ummi melotot mengingatkan putrinya agar kembali berhusnudzon. “Kalau begitu, biar kamu saja nanti yang ummi tugaskan buat ngecek kondisi panti sebelum bangunannya direnovasi. Biar kamu hitung sendiri jumlah penghuninya ada berapa. Ok?”Riang mengerucutkan mulutnya. Khaira hanya mesem saja. Kelakuan Riang yang seperti itu sudah jadi pemandangan sehari
Baca selengkapnya
Kuda-Kuda Perang
Jadwal terapi Khaira adalah seminggu sekali. Jadi, pada hari yang ditentukan, Khaira menyiapkan Riang dan Bi Ocih agar stand by di kedai kopi. Kini urusan pesanan online sudah dialihkan kepada Riang. Jadi, Khair bisa bebas tugas jika dia sedang ada keperluan.Riang dan Khair  secara otomatis harus klop dalam komunikasi dan marketing. Jika ada pesanan kopi masuk ke nomor Khair, maka dia harus meneruskan pesan kepada Riang yang sedang stand by. Begitu juga sebaliknya.Sedangkan urusan delivery selama Khair sibuk, dialihkan kepada Mang Ajat. Sementara itu, Khaira juga kian gencar mengajarkan Bi Ocih dan Riang meracik kopi all varian, termasuk teknik membuat latte art. Jadi, ketika dia harus meninggalkan kedai, mereka berdua bisa diandalkan.Khaira sudah mempersiapkan semuanya dengan seksama sebelum sesi pertama psikoterapi-nya dimulai. Dia juga sudah berziarah ke makan ibu dan bapaknya. Hatinya sudah sedikit lega dan mantap untuk menjalani penyembuhan. Apalagi
Baca selengkapnya
Konfrontasi
Khair bersidekap sambil bersandar pada kusen pintu kamarnya. Amarah pada sorot matanya belum reda. Namun, dia sudah bersedia berdamai dengan situasi. Di kedai tadi, Khaira memohon kepadanya untuk memberi kesempatan kepada om-tantenya untuk bicara. Untuk menghindari keributan, mereka pun akhirnya membawa kedua orang itu ke rumah. “Kami mau merantau ke Kalimantan,” tutur Om Bambang kepada Khaira. “Om dapat tawaran kerja di sana.” “Iya, Khaira. Kami mau pamitan sekaligus ... hm,” Tante Inces melirik sejenak ke arah Khair yang masih memelototinya sambil berdiri. Wanita itu nampak risih dan tegang, namun tak urung juga diutarakannya niat sebenarnya kepada Khaira, “... pinjam uang, ya, untuk ongkos dan bekal kami di sana.” Khair mendongakkan kepalanya. Sang Tante langsung mengkerut melihatnya. Khaira sendiri tak habis pikir dengan permintaan tantenya. Specchless dia. “Hm ... jadi itu yang kalian lakukan kepada Teh Khaira?” Khair buka suara.
Baca selengkapnya
Nahas
Malam sebelum kejadian ‘penculikan’, Putri Arunika –tante Khaira– memutar otak karena suaminya telah beberapa hari masuk penjara. Ya, kegagalannya menjebak Khaira di hotel pada beberapa waktu sebelumnya, telah  membuat Guntur berang.Pria yang sejak dulu menaruh dendam kepada Khaira itu, ingin melampiaskan sakit hati setelah dulu pernah hampir mati terbunuh oleh gadis itu. Dia juga merasa dilecehkan oleh penolakan dan perlawanan Khaira selama ini.Meski sudah menikah dengan seorang putri pengusaha kaya, Guntur masih saja memiliki nafsu untuk memiliki Khaira dan membalas semua dendamnya kepada wanita itu. Makanya, sejak bertemu kembali dengan Khaira tanpa sengaja di sebuah mini market, dia sangat bernafsu menyampaikan berita itu kepada Putri dan Bambang, sahabat sekaligus om-tante Khaira yang sudah bertahun-tahun mencari keberadaan keponakannya.Hubungan Putri dan Bambang pun semakin erat dengan Guntur. Awalnya, dia mengungkit kembali
Baca selengkapnya
Rencana Khair
Cerita tantenya tentang kejadian ‘penculikan’ itu benar-benar menghantui Khaira. Sejak itu dia tidak mau keluar rumah. Bahkan ke kedai. Khair pun tidak bisa membujuknya. Bukan hanya Khaira, adiknya pun turut sedih atas apa yang menimpa sang Kakak. Dia tidak melaporkan kejadian memilukan itu kepada polisi. Sebab, untuk sekedar bercerita kepada orang lain saja, Khair tidak tega. Kakaknya pasti luar biasa menderita. Dia pernah membaca bahwa trauma seperti yang dialami Khaira tidak mudah disembuhkan. Dokter Huda pun pernah menejelaskan bahwa trauma yang diakibatkan pelecehan memang sulit dihapuskan. Itu membekas selamanya. “Dia mungkin tidak bisa lagi percaya kepada orang lain. Dia mungkin merasa sangat kotor dan hina. Kepercayaan dirinya sebagai wanita pasti turun drastis,” kata dokter Huda. “Hanya keberanian yang dapat melawannya. Dia harus sadar bahwa itu bukan kesalahannya.” Ketika Khair datang sendirian menemui Dokter Huda karena Khaira tidak mau per
Baca selengkapnya
Pencarian Fakta
“Jelasin ke aku, apa yang sebenarnya terjadi sama Teh Khaira?” tanya Riang begitu mereka keluar dari lobi hotel. Sudah sejak tadi dia menahan pertanyaan itu. Tepatnya, sejak mereka tiba di lobi dan Khair terlibat percakapan ganjil dengan resepsionis.“Ada yang bisa saya bantu?” tanya resepsionis hotel tersebut.“Saya ingin menanyakan sesuatu. Apakah ada seseorang bernama Guntur memesan kamar di hotel ini pada sekitar seminggu lalu?”Resepsionis itu mengernyitkan dahi. Dia menatap Khair dengan curiga. Namun dengan nada tenang berkata, “Maaf, kami tidak bisa mengungkapkan informasi terkait tamu hotel kepada orang asing.”“Saya memerlukan informasi ini, Mbak. Ini bisa jadi kasus hukum.”Resepsionis itu terdiam sejenak. Berkali-kali dia menatap layar monitor di depannya. Lantas, dia menelepon seseorang yang segera tiba di tempat. Orang itu memakai setelah jas yang rapi. Dari gaya bicara dan ge
Baca selengkapnya
Di Panti Wreda
Khaira keluar dari kamar bersama Riang. Gadis itu mau pamit pulang. Namun, di ruang tengah langkah keduanya terhenti karena mendapati seorang tamu tengah berbincang dengan Khair.“Apa kabar, Khaira?” sapa tamu tersebut yang tidak lain adalah dokter Huda.Khaira tergagap, “Ba ... baik, Dok.”Riang terkesima melihat tatapan Dokter Huda kepada Khaira. Apalagi senyumnya, bikin Riang deg-degan. Beda dengan senyum Khair yang manisnya tipis, senyum Pak Dokter satu ini sungguh berwibawa tapi tetap legit.“Astaghfirullah ....” gumam gadis imut yang gampang terbawa perasaan itu.Khaira mengamit tangan Riang. Dia seolah berkata, ‘Jangan dulu pulang!’ dan Riang meresponnya dengan tetap berdiri di tempat.“Teteh sama Riang sudah selesai ngobrol?” tanya Khair.Khaira tidak menjawab. Dia semakin mengeratkan gengaman tangannya kepada Riang seperti takut ditinggalkan sendirian.“
Baca selengkapnya
Pemeriksaan Medis
Di rumah, Khaira bimbang. Pikirannya terus tertujuk kepada neneknya yang sudah dibawa ke wisma, tempat singgah sementara hingga renovasi panti selesai dikerjakan. Sebenarnya dia sangat ingin membawa neneknya ke rumah, tapi Khair belum tahu apa-apa.Adiknya itu bisa marah jika tahu Khaira bertemu neneknya. Cemas dan semakin takut lah Khaira. Untung ada Riang. Gadis itu janji akan membantu Khaira bicara dengan Khair.Secangkir cappucino jadi andalan Riang untuk menenangkan Khair ketika keduanya bicara di kedai.“Ada kabar baik,” ucap Riang.“Apa?”“Teh Khaira sudah setuju untuk melakukan pemeriksaan medis, tapi ....”“Apa?”“Hm ... dia minta kamu janji satu hal.”“Apa?”“Janji tidak marah kalau Teh Khaira bertemu nenek.”Khair mendongak. “Maksud kamu apa?”Jantung Riang hampir copot melihat bara di mata Khair. Tiba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status