Semua Bab Nasib calon menantu salah alamat : Bab 51 - Bab 60
72 Bab
Bab L : Berhasil enggak mas?
 “Kamu yakin enggak salah tempat?” tanya Rio dengan dahi berkerut saat menelepon Arka, ia sudah menunggu sekitar tiga puluh menit dan tidak menemukan sosok yag dicarinya. Arka memutar matanya, ”Ya enggak dong! Tadi pagi kan aku ke sana.” ujarnya heran, ”Apa kamu coba telepon saja?” tanyanya menawarkan.# “Siapa nih?” ujar Nara begitu melihat ada panggilan masuk diponselnya. “Nomor enggak dikenal?” tanya Zia, ”Klien baru mungkin.” tebaknya. Dengan tenang Nara mengangkatnya, ”Halo, selamat siang.” sapanya ramah. Namun dalam hitungan detik ekspresi wajahnya langsung berubah jadi panik.# “Kok dimatiin?” tanya Rio sambil menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut bingung.# “Mukamu kenapa? Siapa yang telepon? Kok langsung diputus?” tanya Ara begitu mereka berhenti di lampu merah. Mata Nara membesar, ”Kayaknya mas Rio yang telepon.” sahutnya dengan nada meninggi. “Rio yang telepon?” ulang Ara ikut pan
Baca selengkapnya
Bab LI : Hikmah salah pencet.
 “Dokter jadi ini semua jadwal pasien memang sengaja dimajukan?” tanya perawat yang sedang membantu Ara di ruang prakteknya. Ara mengangguk dengan pelan, ”Iya sus. Mumpung aku lagi banyak waktu.” jawabnya asal. Perawat itu pun hanya memutar matanya, ”Dok kalau lagi banyak waktu mendingan dokter istirahat.” sarannya tiba-tiba, ”Itu muka dokter sih sama tembok putihnya beda tipis.” ujarnya lagi sambil menunjuk wajah Ara yang pucat karena kelelahan.# Nara menjatuhkan diri dengan malas ke atas kursi kerjanya, karena lagi-lagi ia harus sampai terlalu awal di kantor. “Ih sudah datang saja ini jeng satu.” goda Zia yang tiba-tiba muncul tidak lama kemudian dengan membawa kantong berisi sarapannya. “Itu cuma ada satu?” tanya Nara sambil menunjuk bungkusan yang dibawa oleh sahabatnya itu. Zia mengangguk sambil tersenyum, ”Tentu saja!” sahutnya. “Dasar pelit! Punya uang banyak tapi beli sarapan selalu hanya satu bungku
Baca selengkapnya
Bab LII : Ganteng-ganteng ya percuma kalau nyusain.
 Arka setengah berlari menuju kamar rawat pak Yono dengan wajah khawatir. Namun dengan cepat lengan Ara menahannya, “Buru-buru amat dok? Sampai enggak sempat ganti baju dulu?” canda Ara sambil menunjuk sahabatnya itu dari atas sampai ke bawah karena Arka datang masih dengan mengenakan pakaian medis ruang operasi. “Ya jelas buru-buru lah. Bagaimana keadaan papaku?” tanya Arka dengan napas terengah-engah. Ara dengan santai mengacungkan kedua ibu jarinya, “Dokter Lukas langsung melesat kemari begitu aku telepon.” jelasnya bangga. “Makasih ya. Untung ada kamu.” sahut Arka lagi sambil menarik napas lega. “Jadi aku harus terharu apa enggak nih?” canda Ara sambil menumpuk kedua telapak tangannya di depan dada. Sudah jelas kalau kata-kata Ara barusan akan dibalas dengan tatapan jijik dari sahabatnya itu.  “Kalau begitu mendingan sekarang dirimu makan terus pulang, mandi ambil baju untuk besok dan besoknya lagi baru habis it
Baca selengkapnya
Bab LIII : Nempel seharian.
 Akhirnya hari ini pak Yono diijinkan untuk pulang. Arka sengaja meminta ijin agar bisa mengantar ayahnya pulang ke rumah siang ini. “Semua sudah beres.” ujar Arka sambil menunjukkan beberapa lembar kertas di tangannya. “Obatnya papa mas?” tanya Nara memastikan sambil sibuk melipat pakaian pak Yono, ”Habis ini aku kembali ke kantor ya.” ujarnya lagi. Arka langsung mengerutkan dahi, ”Kamu mau masuk kerja hari ini?” tanyanya heran, ”Masa iya kamu lebih sibuk dari aku? Kalian kan usaha sendiri masa kaku banget? Bukannya sekantor sudah pada tahu kalau papa hari ini keluar dari rumah sakit?” tanyanya lagi berturut-turut. Nara menghela napas panjang begitu mendengar ocehan kakaknya, ”Sudah ada mas, mama ditambah lagi.” ujarnya sambil menunjuk Ara yang tiba-tiba muncul membawa sekantong obat milik pak Yono yang ia rebut paksa dari tangan perawat sesaat sebelum masuk ke dalam kamar rawat. “Aku? Kenapa? Ganteng ya?” tanya Ara sambil menunjuk
Baca selengkapnya
Bab LIV : Jadi siapa yang aneh?
      Untuk kesekian kalinya dalam beberapa waktu belakangan ini Nara kembali muncul di kantor dengan wajah lelah.      “Itu muka kenapa lagi?” tanya Embun yang melihat rekan bisnisnya itu menopak wajah dengan kedua tangan sambil memejamkan mata.      Dengan perlahan Nara membuka matanya kemudian ia menghela napas panjang, ”Tadi malam itu hampir saja kami ketahuan mas Arka.” katanya mulai bercerita.      Kedua alis Embun terangkat karena bingung, ”Ketahuan? Kami?” ulangnya karena tidak menangkap kata-kata yang Nara ucapkan.      “Ketahuan apa?” tanya Zia yang baru tiba dengan tangan menenteng sarapannya.      Nara dengan spontan menutup hidungnya, ”Itu apaan? Kenapa bau pedasnya tercium sampai ke sini.” ujarmya heran.      “Mi goreng.” sahut Zia cepat, ”Jadi apa yang ketahuan?” ulang penasaran.      “Setengah piring mi setengah piring sa
Baca selengkapnya
Bab LV : Kok rasanya ada yang kurang.
 “Mbak kok rasanya ada yang kurang ya?” gumam Zia tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan menatap Embun. Embun mengangkat kedua alisnya, ”Apa yang kurang?” tanyanya heran, ”Sarapanmu tadi pagi?” tebaknya setengah bercanda. Zia menghela napas pelan, ”Bukan. Ini enggak ada hubungannya sama sarapanku tadi.” sahutnya cepat, ”Itu mbak soal undangan yang dititip sama mbak Alya kemarin.” kata Zia menyampaikan maksudnya. “Apa yang aneh? Alya kan memang tahunya dua Nara itu pasangan.” sahut Embun begitu menangkap hal yang dimaksud oleh rekannya itu. “Justru itu mbak!!” seru Zia tiba-tiba dengan nada meninggi hingga membuat Embun tanpa sadar memeluk dirinya sendiri. “Kamu bikin kaget orang saja!” omel Embun kaget. “Mbak bisa bayangin kalau seandainya mereka semua enggak sengaja ke kumpul jadi satu.” ujar Zia kini malah dengan suara berbisik seakan ada yang bisa mendengar pembicaran dirinya dan Embun. Embun me
Baca selengkapnya
Bab LVI : Kunci mobil bikin repot.
“Sus dokter Nara mana ya?” tanya Arka begitu hanya menemukan perawat waktu membuka ruang praktek sahabatnya itu. Perawat yang bertugas di ruang praktek Ara memutar mata, ”Harusnya sih sebentar lagi datang dok.” jawabnya,”Enggak bilang akan telat sih dok.”jelasnya lagi. Arka mengeluarkan ponsel dari saku jas kerjanya lalu menghubungi sahabatnya itu, ”Kok enggak ada sinyal?” gumamnya sambil memandang layar ponselnya, ”Lagi ke mana itu anak? Di dalam gua?” tanyanya heran.# “Sekarang kita sudah di dalam mobil. Terus kamu mau terus ngelihatin aku kayak begitu?” tanya Ara sambil memiringkan kepalanya. Nara menghela napas lelah karena harus memakan waktu cukup lama untuk bisa menyeret pria satu ini, padahal dialah yang menjadi penyebab dari semua masalah ini. “Mas tahu enggak siapa teman mbak Davina yang menikah minggu ini?” tanya Nara akhirnya. Ara menggelengkan kepalanya, ”Kirain ada hal penting apa yang mau diomongin. Ya jelas en
Baca selengkapnya
Bab LVII : Sudah putus asa.
 "Itu anak sudah putus asa ya?" tanya Embun yang langkahnya terhenti saat hendak keluar untuk mengambil air minum. Zia memutar mata, "Iya nih. Jeng satu itu bahkan bilang kalau perlu akan daftar dulu untuk ketemu sama mas Ara." ujarnya, "Aku tuh selama bertahun-tahun kenal Nara, baru kali ini lihat dia mau repot karena urusan macam begini." komentarnya lagi. "Enggak kamu doang kali. Aku juga baru kali ini, lihat itu anak jadi aneh begini." tambah Embun menanggapi.# “Tunggu yang jadi masalahkan kalau kita ketemu sama Davina dan Alya tapi kan minggu ini kamu kerja di tempat lain?” sahut Ara santai begitu selesai mendengar kekhawatiran yang disampaikan oleh adik sahabatnya itu.  Nara memutar matanya, "Ya benar juga sih kata mas tapi kan bisa saja ada kemungkinan terburuk yang bisa terjadi tiba-tiba." ujarnya berandai-andai. "Kamu lagi belajar nulis cerita ya?" tanya Ara sambil memutar matanya, "Maksudmu bisa saja ada kejadian ya
Baca selengkapnya
Bab LVIII : Oh dokter enggak bisa ke belakang?
 “Galang kena diare? Aduh?! Apa enggak dibawa ke dokter saja?” tanya Alya dengan wajah cemas begitu Zia memberitahukan mengenai keadaan pegawainya itu. “Sudah langsung ke rumah sakit tadi pagi mbak.” tambah Zia lagi, ”Jadi nanti Nara yang akan kemari.” jelasnya lagi. “Enggak apa-apa sih. Lagi pula kan acara pagi kita juga tidak terlalu banyak.” ujar Devan menanggapi dengan wajah tenang, “Yang penting sekarang keadaan Galang sudah mendapat perawatan dengan baik.” Katanya lega. Zia menarik napas lega mendengar kedua kliennya yang tidak panik, bahkan Alya dan Devan terdengar jauh lebih tenang daripada dirinya.# Nara tiba di lokasi resepsi Alya dan Devan sekitar pukul sebelas siang, ia masuk dengan tergesa-gesa setengah berlari menuju lift, ”Semoga saja semua bisa berjalan dengan baik.” harapnya cemas. Begitu pintu lift terbuka Nara melihat sahabatnya melintas, berlari dengan kecepataan penuh. Zia yang tidak sadar kalau Nara sudah da
Baca selengkapnya
Bab LIX : Ramai-ramai lagi tren ya? 
 Suasana dekorasi di ruang resepsi Alya dan Devan sangat meriah. Sekitar pukul tujuh malam perlahan para tamu undangan mulai berdatangan memenuhi ruangan. Nara yang kini sedang mengawasi keadaan di ruangan berharap-harap cemas agar Ara tidak tiba-tiba muncul di hadapannya. “Lagi cari apa sih dirimu?” tanya Zia yang tanpa sadar jadi ikut memandang ke arah pintu ruang resepsi tempat para tamu mulai bermunculan. “Bukan cari apa tapi siapa.” sahut Nara masih terus menatap ke arah yang sama. Zia memutar mata, “Memang siapa yang dirimu cari?” katanya lagi mengkoreksi pertanyaannya. “Siapa lagi?” sahut Nara malah balik bertanya. “Eh! Itu kan mbak Davina!” seru Zia tiba-tiba dan dengan spontan menunjuk dengan jari telunjuknya, “Aduh mbak satu itu keren banget ya. Selalu kekinian.”komentarnya. Dengan cepat Nara menurunkan tangan sahabatnya itu, ”Jangan ditunjuk!” ujarnya lalu bergegas pura-pura sibuk membuka lembaran kertas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status