Semua Bab Nasib calon menantu salah alamat : Bab 21 - Bab 30
72 Bab
Bab XX : Pertanda? Musim usus buntu?
 “Kamu yakin ambil penerbangan pagi? Bukan biasanya suka telat ya? Belakangan penerbangan pagi ke sana sering ada delay.”komentar Ara santai, saat mendengar Nara menjawab pertanyaan kakaknya tentang keberangkatnya besok ke Yogyakarta. “Selama ini aku sih enggak pernah bermasalah dengan penerbangan pagi.”sahut Nara  tidak terima dengan pendapat sahabat kakaknya itu.# Hampir jam sebelas malam setelah memastikan lagi pemesanan vila, mobil juga tiket untuk besok sudah beres akhirnya Nara bisa beristirahat. Rencana hari ini untuk pulang awal kandas sudah tapi paling tidak masalah soal gaun kliennya sudah selesai. Besok dirinya harus bangun sekitar jam tiga pagi, karena jam lima tiga puluh sudah harus ada di bandara.  “Semoga besok Nadira tidak kesiangan.”gumam Nara sambil menarik selimut lalu memejamkan mata.# Ara memutar mata menatap langit-langit kamarnya, ia mengambil ponsel lalu
Baca selengkapnya
Bab XXI : Sampai jari mati rasa.
    Setelah cemas sepanjang malam menanti kedatangan kliennya, kini Nara bisa bernapas lega waktu akhirnya melihat Tasya dan Miko tiba di vila sekitar jam setengah satu pagi,“Halo! Bagaimana penerbangan kalian?”tanya Nara begitu menyambut kedua kliennya. “Halo! Lumayan capek juga.”jawab Tasya sambil tersenyum ramah meski wajahnya tampak lelah. Miko juga ikut tersenyum pada Nara,”Halo!”katanya balas menyapa lalu langsung menatap calon istrinya,“Kamu sih aku suruh tidur malah nonton.”tegur Miko dengan suara berbisik. “Habis penasaran terus mumpung filmnya ada.”sahut Tasya membela diri. Miko menghela napas,”Ya tapikan seharusnya kamu istirahat.”ujarnya lagi sambil membelai kepala Tasya. “Aku enggak secapek itu kok.”sahut Tasya sambil tersenyum manis. Kenapa tiba-tiba aku jadi nyamuk? Ujar Nara dalam hati melihat kedua kliennya y
Baca selengkapnya
Bab XXII :Borong kerjaan. Mau ke mana?
  “Nadira! Ayo bangun.”panggil Nara sambil menepuk pelan punggung pegawainya yang masih tertidur pulas di salah satu sisi tempat tidur. “Mbak kok sudah rapi saja?”tanya Nadira dengan posisi duduk dan mata yang masih terpejam. Nara tertawa geli,”Kamu buka mata saja enggak. Tahu dari mana kalau aku sudah rapi?”tanyanya heran. “Wangi sabun.”sahut Nadira sambil tersenyum polos. “Sudah sana cepat mandi.”perintah Nara,”Nanti Tasya dan Mayang keburu selesai.”jelasnya lagi.# “Nanti sore kalian akan langsung kembali ke Jakarta?”tanya Nara memastikan begitu Tasya selesai berdandan. Tasya tersenyum ceria sambil memegang mi instan dalam kemasan yang baru saja diseduhnya,”Iya soalnya besok aku sudah harus masuk kantor.”jelasnya singkat. “Itulah kenapa ibu kota lebih kejam dari ibu
Baca selengkapnya
Bab XXIII : Diculik atau di kantor polisi?
  Mata Nara membesar, terkejut dan panik bercampur jadi satu dalam sekian detik. Ia menahan napas sesaat berusaha mencerna apa yang sedang terjadi dan apa tindakan yang harus ia lakukan. Namun suara jeritan pegawainya segera menarik Nara ke alam nyata,“Mbak Ririn!”seru Nadira panik berlari mendekati kliennya itu. “Sepertinya perutnya sakit.”ujar Nara begitu mendekat. Ririn masih sadarkan diri namun terlihat menahan sakit dengan tubuh meringkuk memeluk perutnya. “Bagaimana ini? Apa kamu bisa bangun?”tanya Nara lagi, ia sendiri kebingungan untuk membantu Ririn.# Ringgo masih terlihat acuh, seakan tidak peduli dengan keadaan calon istrinya hanya memandang sekilas sambil mendesah kesal,”Sudah kamu kalau sakit tidur saja!”ocehnya tiba-tiba membuat seluruh orang dalam ruangan terkejut. Akhirnya Baro dan Cecep mengajak Ringgo untuk pergi keluar sebelum keadaan menja
Baca selengkapnya
Bab XXIV : Siapa perlu pemandu sorak?
 Pagi ini karena etiket baik Nara, Nadira beserta Mayang, Baro dan Cecep mengantar Ririn juga Ringgo ke bandara. Ririn memang sudah diijinkan untuk pulang namun masih harus banyak beristirahat. “Jadi ini kita enggak jadi ke Taman Sari lagi?”tanya pak Jamil begitu dalam perjalanan mengantar semua anggota tim foto kembali ke vila. “Kira-kira begitu pak karena yang mau kami foto malah masuk rumah sakit.”jawab Nara yang duduk  di sebelah kursi kemudi dengan  cepat. Pak Jamil mengangguk mengerti,”Kalau begitu jadwal hari ini akan diganti apa?”tanyanya sopan. “Yang pasti nanti sore bapak harus jemput Alya dan Devan. Mereka tiba dengan penerbangan terakhir.”kata Nara mengingatkan,”Setelah itu tidak ada jadwal penting. Apa kalian ada yang mau pergi?”tanya Nara menawarkan. Namun tidak ada jawaban karena yang lain sudah terlebih dahulu berangkat menuju alam mimpi karena terlalu lelah dengan kejadian dua hari ini. “Ya ampun p
Baca selengkapnya
Bab XXV: Kesiram kopi pertanda keberuntungan?
 “Aku kira kita akan liburan ke mana?”gumam Ara sambil menghela napas pelan saat ia dan keluarganya sedang dalam perjalanan menuju hotel yang sudah pasti dipesan sendiri oleh ibu Ratih. Nathan dengan wajah datar menatap kakaknya,”Yang kecewa bukan hanya mas kok.”ujarnya pelan. “Malam ini kita makan di luar ya?”ajak ibu Ratih bersemangat. “Makan di hotel saja ma. Papa capek kemarin kan papa harus ketemu orang sampai malam.”pinta pak Alex pada istrinya. “Setuju!”seru Ara dan Nathan kompak. Dan jadilah ibu Ratih memandang suami juga kedua anaknya dengan mulut mengerucut.# “Jalanan sempit kayak begini saja bisa jadi bagus ya kalau di kamera.”gumam Alya kagum dengan hasil foto yang sedang Baro perlihatkan padanya juga Devan. “Wah seni fotografi itu memang menarik ya.”ujar Devan tanpa mengalihkan pandangannya dari
Baca selengkapnya
Bab XXVI : Saat dunia ternyata sesempit ini.
 “Kalau begini mah enggak heran kenapa mama niat banget. Semuanya diurus sendiri.”gumam Nathan saat dirinya yang juga baru memasuki lobi hotel dan menemukan pemandangan ibunya sedang berpelukkan dengan gadis yang mungkin adalah calon kakak iparnya, paling tidak sampai saat ini. Sedangkan pak Alex hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya,”Papa enggak ikutan ya. Papa mau naik duluan.”ujarnya pada Nathan lalu terus berjalan menuju lift, bahkan ia masih sempat  melambai pada Nara yang sedang tercekik dalam pelukan istrinya  Ara menghela napas pelan,”Mama punya bakat jadi mata-mata apa bagaimana sih? Kenapa bisa tahu itu anak ada di Yogya juga.”gumamnya sambil mengacak rambutnya lalu berjalan bergegas menyelamatkan Nara dari pelukan ibunya.# “Tannntteee..”ucap Nara terbata-bata karena tangan ibu Ratih melingkar terlalu kuat di lehernya. “Mama, mama. Lepa
Baca selengkapnya
Bab XXVII :Kartu kredit pakai pin suami istri.
 “Mukamu itu kenapa serius amat sih?”tanya Mayang sambil sibuk melipat pakaian lalu memasukkannya ke dalam koper,”Lagi ngecek tiket kok tapi mukanya malah kayak baru dapat pesan ancaman dari depkolektor.”tambahnya lagi memberikan komentar.  Nadira menurunkan ponsel yang menutupi wajahnya,”Aku enggak bisa cek in tiketnya mbak Nara.”jawabnya panik,”Apa yang salah ya?”tanyanya pada Mayang dengan wajah cemas. Mayang memiringkan kepalanya,”Kamu yakin enggak ada yang salah?”tanyanya memastikan,”Tiket yang lain bisa?”tanyanya lagi. “Tiket yang lain tidak ada masalah mbak. Hanya punya mbak Nara yang enggak bisa, aku sudah coba hampir sepuluh kali tapi tetap enggak bisa. Bagaimana dong ini? Bisa-bisa aku kena marah nih.”ujar Nadira mulai panik. “Coba telepon maskapai penerbangannya saja kalau enggak.”saran Mayang akhirnya.#&nb
Baca selengkapnya
Bab XXVIII : Gagal pulang, gagal paham.
    Sudah hampir jam empat sore begitu Nara dan Ara tiba kembali di hotel, mereka berpapasan dengan pak Jamil yang seharusnya akan mengantar Nara juga rombongan tim foto yang akan berangkat menuju bandara sore ini,”Sore pak!”sapa Nara pada pak Jamil yang baru tiba di lobi. “Sore mbak.”balas pak Jamil ramah. Nara lalu berjalan masuk,“Kalian sudah mau berangkat sekarang?”tanyanya begitu melihat Mayang juga Nadira sedang berjalan keluar lift sambil menarik koper mereka,”Tunggu sebentar ya! Barang-barangku sudah siap kok.”pintanya hendak menahan pintu lift sebelum Nadira menghentikannya. “Mbak, aku enggak tahu kenapa tiket mbak bisa dipindah jadi hari selasa.”jelas Nadira dengan wajah pasrah jika bosnya itu memarahinya. Nara segera memutar tubuh dan memiringkan kepalanya lalu menatap pegawainya dengan heran,”Maksudnya?”tanyanya meminta Nadira untuk mengulang penj
Baca selengkapnya
Bab XXIX : Tanggal bagus, terus yang jelek diapain? 
 “Mama mau kita ke mana?”tanya Ara begitu mendengar ibu Ratih menyelesaikan kata-katanya. “Mama mau kita ke mana?”ulang Nathan yang juga sama terkejutnya dengan Ara,”Inikan bukan urusanku kenapa aku harus ikut juga?”gumamnya lagi tidak terima harus ikut bangun sepagi ini di saat liburan. Ara langsung bangun dari tempat tidur lalu mendekati ibunya,”Ma, mau ngapain sih kita pakai cari orang pintar segala? Jangan aneh-aneh ma.”ujarnya pelan masih dengan wajah yang menahan kantuk. “Mama hanya mau minta dicariin tanggal bagus. Itu saja kok. Enggak aneh-aneh kan?”sahut ibu Ratih polos,”Kata jeng Winda itu penting.”jelasnya lagi. Ara menghela napas pelan lalu mengusap wajahnya,”Mama itu saja sudah cukup aneh. Mana ada tanggal yang jelek? Semua tanggal itu sama baiknya.”jelasnya berusaha untuk menghentikan niat ibunya itu.# “Mas bi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status