All Chapters of Nasib calon menantu salah alamat : Chapter 41 - Chapter 50
72 Chapters
Bab XL : Piza bakar rasa curiga. 
 “Akhirnya aku bisa bangun lebih siang!” seru Ara begitu membuka mata pagi ini, ia merasa sangat senang karena akhirnya tidak perlu lagi harus bangun pagi-pagi untuk melarikan diri dari ibunya. Dengan malas ia bergoyang ke kanan dan kiri sisi tempat tidur, nyaris menggulung seluruh tubuhnya di dalam selimut.# “Wah kamu yang bikin sarapan?” sapa Ara ceria begitu turun melihat adik bungsunya sedang sibuk di dapur. Nathan menoleh dan menatap kakaknya itu dengan mata membesar, ”Mas itu kalau lagi senang kira-kira dong! Masa mau pergi ke rumah sakit pakai baju yang warnanya tabrakan kayak begitu? Norak tahu!” tegurnya, ”Baju merah, celana kuning tinggal dikasih topi hijau sudah jadi lampu lalu lintas mas.” ujarnya lagi sambil menggelengkan kepala. “He..he..he...efek tidur cukup kadang bisa berbahaya juga ya ternyata.” sahut Ara malu sambil memutar badan hendak kembali  ke kamarnya untuk berganti pakaian.# “Wah tumben banget itu an
Read more
Bab XLI : Kamu dipecat jadi calon menantu?
 “Mbak bos? Ini makanan banyak amat? Ada acara syukuran ya kita?” tanya Galang begitu tiba di kantor dan melihat ada begitu banyak kantong makanan di atas meja panjang yang ada di tengah kantor. “Lumayan kan bisa buat sarapan, makan siang sampai camilan sore.” sahut Nara sambil mengangkat alisnya. Embun yang ikut bergabung sampai mengerutkan dahinya, ”Memang kemarin kita beli sebanyak ini ya?” tanyanya. “Berkat Zia kita jadi beli banyak banget mbak. ”sahut Nara mengingatkan sambil merentangkan kedua tangannya.# “Jadi yang dari tadi nungging itu ternyata kamu Tan?” sapa Ara begitu mengenali siapa pegawai kedai Nathan yang mengalami luka bakar. “Mas, pelan-pelan ya.” pinta Tatan dengan suara memohon, ”Perih nih.” ujarnya merana. “Siapa suruh kalian malah main-main pakai korek pemanggang?” tegur Nathan sambil mengge
Read more
Bab XLII : Bahaya kurang gula.
 “Kalian sudah lihat desain brosur untuk pameran?” tanya Embun kepada kedua rekannya. Zia mengangguk dengan wajah lelah dan tak bersemangat, ”Kayaknya kita perlu tambah...” ujarnya namun kata-kata Zia terpotong karena dirinya menguap. “Kamu tadi malam begadang ya?” tembak Nara sambil menyipitkan matanya pada Zia. “Aku tidur saja begini apa lagi kalau begadang.” sahut Zia sambil menguap untuk yang kedua kalinya. Embun yang sejak tadi menunggu jawaban Zia menghela napas pelan, ”Jadi apa yang mau ditambahin di brosurnya?” tanyanya lelah.# Mendengar para mbak bos yang sedang rapat namun tidak juga berhasil membahas apa-apa Nadira segera menoleh menatap rekan seperjuangan yang sedang duduk di sebelahnya sambil menopak dagu dan memejamkan mata, “Kita cari asupan gula tambahan yuk!” ajaknya dengan wajah yang sama lelahnya. Galang dengan
Read more
Bab XLIII : Pasiennya berantem sama dokter.
“Kalian mau ke mana?” tanya Arka yang baru keluar dari ruang operasi pada dua perawat yang terlihat begitu tergesa-gesa berlari melewatinya. “Ada pasien di UGD dok.” jawab salah satu dari mereka. “Pasiennya berantem sama dokter Nara.” Jelas perawat yang satunya. Arka mengangkat kedua alisnya, ”Berantem?” ulangnya, ”Terus kalian kenapa bawa-bawa retraktor?” tanyanya sambil menunjuk tangan salah satu perawat. Perawat itu mengangkat gunting dengan kepala penahan pada kedua ujung sisinya, ”Disuruh sama dokter Nara.” jelasnya. “Bagaimana ceritanya sih?” tanya Arka dengan wajah semakin bingung.# Kejadian sekitar satu jam yang lalu, “Suster! Tolong dong ini sus!” panggil Zia begitu membawa Nara masuk ke ruang gawat darurat. “Iya sus ini enggak bisa copot!” seru Galang sama paniknya. “Suster! Suster!” panggil Nadira. Embun yang juga baru akan bersuara segera ditahan oleh Nara, ”Mbak suruh mereka di
Read more
Bab XLIV : Aneh bisa bikin jadi puitis.
“Jeng nanti jangan sampai lupa ya, itu anak-anak harus diajak pergi lihat pameran. Jadi biar mereka ada gambaran. Apa-apa yang perlu dipersiapkan.” ujar ibu Winda mengingatkan sambil menahan tawa senang. Ibu Ratih mengangguk dengan wajah mengulum senyum, ”Pasti jeng nanti akan aku paksa kalau sampai itu anak pakai alasan sibuk.” katanya lagi menegaskan. “Iya anak-anak mah kalau sudah kerja sulit untuk diajak pergi. Selalu saja pekerjaan dijadikan alasan.” sahut ibu Winda lagi.# “Ya ampun jeng! Dirimu itu pergi ke mana? Kok tiba-tiba menghilang. Mana pergi enggak bawa tas, ponsel juga ditinggal.”omel Zia begitu melihat sahabatnya itu kembali ke kantor. Nara hanya bisa memasang senyum bodoh sambil menarik kursi kerjanya. “Kamu bukan ke sebelah kan?”tebak Embun sambil mengalihkan pandangan menatap Nara. Lagi-lagi Nara hanya memasang senyum bodoh di wajahny
Read more
Bab XLV :Masa harus terjadi kebetulan lagi?
 “Kamu tumben hari minggu begini sudah bangun pagi-pagi? Mau ke rumah sakit?” tegur pak Yono begitu melihat Arka yang sudah bangun tidak lama setelah Nara berangkat ke lokasi pameran. “Mari lari pa.” jawab Arka singkat sambil mengisi gelas dengan air putih. “Kamu lari sepagi ini? Biasa jam sembilan saja belum bangun.” ujar ibu Linda yang sibuk menyiapkan sarapan. “Mama mah orang mau olahraga itu harusnya didukung.” protes Arka tidak terima.# “Hari terakhir!” seru Zia begitu semua isi kantor sudah lengkap mengisi mobil Embun. “Semangat amat jeng?” tanya Nara dari balik kemudi dengan suara serak sambil mengusap sudut matanya lalu kembali memperhatikan jalanan. “Karena hari ini calon-calon klienku akan kembali untuk bayar uang muka.” ujar Zia senang, ”Kamu juga kan?” tanyanya tiba-tiba menoleh ke arah Galang yang duduk di sebelahnya. “Amin!!” seru Galang sambil menanggkup kedua telapak tangannya dengan penuh ha
Read more
Bab XLVI : Cuma sempat bilang halo, mau dapat apa?
 Nara akhirnya ikut menoleh dengan panik, ”Mau apa sih mas Arka kemari?” tanyanya dengan suara berbisik. “Ya mana aku tahu.” jawab Ara pelan, menunduk dengan wajah yang hampir menyentuh kaca etalase. “Kalian berdua sedang apa?” tanya ibu Ratih begitu menemukan Ara dan Nara dengan muka yang menempel dengan etalase. Ara dengan cepat memutar badan, ”Mama sudah selesai?” tanyanya cepat. “Iya. Ini sudah.” jawab ibu Ratih sambil tersenyum senang, ”Mana sini jari kamu.” pintanya pada Nara. Dengan cepat Ara mengangkat lengan gadis yang duduk di sebelahnya itu lalu menyodorkannya kepada ibu Ratih, Nara dengan mata membesar terus memperhatikan cincin dengan harga lebih dari tiga puluh juta itu yang bergerak dengan perlahan dan akhirnya mendarat di jari manisnya. “Cantik ya.” puji ibu Ratih gembira, ”Ini hadiah dari tante.” ujarnya lagi. Nara tersenyum canggung, sebaiknya ibu dan anak ini segera keluar dari sini. Masalah u
Read more
Bab XLVII : Susahnya kandidat calon suami.
 “Mas Ara? Kok kemari? Kabur lagi mas dari rumah? Apa kena omel tante Ratih?” sapa Galang yang langsung bertanya panjang lebar begitu melihat Ara muncul di kantor saat dirinya sedang bersiap-siap akan pulang. Ara tertawa geli begitu mendengar pertanyaan Galang yang begitu mengetahui tentang kacaunya masalah ia dengan Nara, ”Bagusnya sih enggak. Mbak bosmu yang galak itu yang suruh aku kemari.” jelasnya sambil menarik kursi lalu menguap lebar. Untuk kesekian kalinya ia harus menerima telepon ancaman dari Nara, gadis satu itu sepertinya punya bakat terselubung untuk menjadi teroris. Selain kejam dalam mengancam juga sangat pintar dalam mengingat kelemahan dan kesalahan orang.  Galang langsung mengangguk pelan, ”Tapi mereka kayaknya masih beresin kerjaan tuh mas, Nadira saja dari tadi masuk sampai sekarang belum keluar-keluar.” jelasnya menunjuk ke ruang kerja para mbak bos. “Sudah biarin saja kalau begitu.” ujar Ara akhirnya, ”Mendingan kita ma
Read more
Bab XLVIII : Gagalnya kok bolak balik.
 “Mas mu pulang telat lagi?” tanya pak Alex pada putra bungsunya yang baru keluar dari kamar. Nathan mengerutkan alis, ”Tadi malam sih enggak ada bilang apa-apa pa.” jawabnya bingung, ”Mendadak ada pasien kali.” tebaknya kemudian. Ibu Ratih tiba-tiba tersenyum, ”Mas mu itu lagi pergi ke tempat calon istrinya.” jelasnya cepat, ”Tadi sore waktu mama telepon, mas mu bilang mereka ada acara.” tambahnya lagi. Pak Alex dan Nathan pun saling beradu pandang dengan kedua alis yang sama-sama terangkat begitu mendengar jawaban ibu Ratih.# Suasana ramai dan meriah yang tiba-tiba terjadi di rumah Nara baru saja dimulai. Pak Yono dan ibu Linda mendadak jadi sibuk mondar mandir di dapur. Nara hanya bisa menghela napas panjang begitu melihat seisi kantornya kini duduk mengelilingi meja makan. “Mas silahkan duduk.” ujar Zia mempersilahkan Rio sambil tersenyum ramah. Ara memandang Zia saat melihat Rio yang berdiri sebelahnya menolak m
Read more
Bab XLIX : Mari melarikan diri.
 “Eh kamu besok jangan lupa pinjam mobil ya.” kata Embun, ”Sabtu ini kita ada meeting sama dua klien. Alya dan Devan kan tanggal resepsinya maju. ”tambahnya lagi mengingatkan Nara. “Jadi besok aku sama Zia yang ke tempat Alya dan Devan ya? Mbak sama Nadira yang ketemu Lusi dan Bima?” tanya Nara memastikan, ”Kamu besok jangan pakai acara kesiangan ya. Sabtu sore itu daerah utara macet.” kata Nara sambil menunjuk Zia yang duduk di sebelahnya. Dengan sigap Zia mengacungkan kedua ibu jarinya ke hadapan Nara, ”Siap kanjeng ratu.” sahutnya geli.# “Besok dirimu juga enggak ada jadwal kunjungan pasien?” tanya Ara begitu melihat Arka keluar dari ruang prakteknya sore itu dengan wajah lelah. Arka mengangguk sambil menutup mulutnya yang menguap dengan lebar, ”Akhirnya bisa bangun siang.” sahutnya lalu menyeka kedua sudut matanya. “Dirimu kan tiap hari minggu tidur sampai siang.” ujar Ara sambil menyipitkan mata. “Enak saja. Aku suk
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status